Mobil sedan mewah berwarna hitam buatan Mercedes-Benz menjemput Firli tepat di depan gerbang gedung utama SMA Bimasakti. Mobil yang konon seharga hampir 3 milyar itu memanjakan mata orang-orang yang melihatnya. Seorang wanita berpakaian formal (jas hitam, kemeja putih dan rok menutupi lutut) keluar dari dalam mobil dan memberi hormat pada Firli yang tengah berkumpul dengan ketiga temannya Nana, Ghea, dan Elsa.
Gadis mungil yang baru berusia enam belas tahun itu mengenal betul siapa wanita kaku yang kini berada di hadapannya. Sudah enam tahun lamanya Firli menjadi muridnya, Mrs. Charlotte, wanita berusia empat puluh tahunan tapi masih sangat lincah dan terlihat muda karena rutin melakukan yoga dan berolahraga. Tentu Firli tahu karena setiap ia melakukannya, Firli harus ikut berpartisipasi.
"Sudah waktunya Lady kembali ke kediaman keluarga Freiz," Mrs. Charlotte seperti biasanya sangat tegas dalam berbicara. Firli memutar kedua bola matanya tanda kesal. Ia mencak-mencak tapi tak memberikan perlawanan. Sebaiknya ia lekas pulang sebelum Mrs. Charlotte membuat pengaduan lagi terutama pada Ayah dan Bunda.
Firli duduk di kursi belakang sementara Mrs. Charlotte duduk dengan Pak Bram di kursi depan. Firli sempat melambai pada ketiga temannya sebelum Mrs. Charlotte meminta Pak Bram menaikan kaca mobil. Sepertinya walau hanya semenit, Firli tak bisa menikmati waktu pulang sekolah dengan teman-temannya.
Beberapa detik meninggalkan gerbang sekolah, Mrs. Charlotte mengeluarkan sebuah tablet PC berwarna silver dan memiliki lambang apel tergigit di baliknya. Tablet itu ia gunakan untuk mengatur jadwal Firli sehari-hari. "Hari ini Lady diundang makan malam oleh Tuan Mahendra dan keluarganya. Madame Anita tak bisa memenuhi undangan tersebut sehingga Lady diminta menggantikannya."
Firli mengangguk dengan mata yang lebih fokus ke luar jendela. Beberapa kali ia melihat gadis-gadis seusianya tengah berjalan sambil mengobrol di trotoar. Mereka terlihat senang berbagi cerita. Lain dengan Firli yang hidupnya berjalan sesuai jadwal yang dibuat Mrs. Charlotte. Tak ada cuap-cuap asyik di cafe, belanja di mall ataupun makan di pinggir jalan. Semua dalam hidup Firli berputar sekitar bisnis, makan malam, les dan pembelajaran kepribadian.
"Hari ini jangan lupa Lady membaca buku etiket yang saya berikan. Kemarin Monsieur berpesan agar Lady belajar memasang dasi serta mematutkan pakaian pria," lagi-lagi Mrs. Charlotte membacakan jadwal Firli namun gadis itu hanya membalasnya dengan kata 'hmm'.
Melihat itu memancing rasa khawatir dari Mrs. Charlotte. Beberapa hari ini anak gadis itu nampak murung bahkan lebih sering menghabiskan waktunya sendirian di kamar. Biasanya Firli akan berjalan bolak-balik ke rumah utama dan paviliun tempat tinggalnya. Ia juga sering berkeliling taman untuk menikmati udara segar. Sekarang ia tidur lebih awal dan bangun sedikit terlambat. Selain jadwal yang sudah ditetapkan, Firli tak pernah melakukan aktivitas lainnya.
"Apa Lady tidak enak badan?" tanya Mrs. Charlotte. Ia ingin memegang jidat Firli tapi rasa hormatnya membuatnya mengurungkan hal itu.
"Aku baik-baik saja," jawab Firli dengan serak. Matanya masih melihat ke luar jendela.
"Saya akan panggilkan dokter untuk memeriksa anda," tambah Mrs. Charlotte.
Firli menggeleng. Ia merasa tubuhnya baik-baik saja. Hanya hati dan pikirannya yang merasa tidak nyaman. Perasaan itu begitu mengganggunya.
Dua puluh menit kemudian mobil mewah yang Firli tumpangi masuk ke dalam halaman luas sebuah rumah bergaya baroque. Halaman simetris yang memiliki jalan aspal yang menghubungkan gerbang dengan entrance rumah dan paviliunnya. Tamanya sendiri dihiasi rumput Jepang dan pohon pucuk merah. Rumah itu sangat luas dan memiliki 4 paviliun. Bangunan pertama adalah rumah Ayah Abellard dan Bunda Anita. Sementara paviliun terbesar adalah rumah Firli. Tiga paviliun kecil adalah green house, gazebo dan kantor Ayah.
Mobil itu mengambil jalan memutari rumah utama agar berhenti tepat di faviliun besar. Firli secepatnya membuka pintu mobil dan berlari ke dalam rumah. Beberapa pembantu kaget melihat Firli berlari masuk sebelum mereka memberikan penghormatan. Firli tak peduli, ia bukan orang kaku seperti Ayah dan Bunda apalagi Mrs. Charlotte.
"Lady!" panggil Mrs. Charlotte setengah berlari. "Bukannya kurang sopan masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa?"
Firli terdiam beberapa saat kemudian kembali berlari ke dalam kamarnya di lantai dua. Beberapa kali Mrs. Charlotte mengetuk pintu pun tak Firli hiraukan. Gadis itu duduk di pinggir tempat tidurnya sambil membaca pesan yang ia terima dari Bundanya.
Anakku Bunda pergi ke Vienna untuk mendampingi Ayah. Bunda harap Lady bersikap baik pada Mrs Charlotte.
Firli melempar ponselnya ke meja rias. Akhirnya ia ditinggalkan lagi. Baru dua hari lalu Bunda tiba dari New York dan sekarang mereka pergi ke Vienna. Firli menutup wajah dengan kedua tangannya. Air matanya mengalir membasahi telapak tangan.
"Apa ini alasan mengapa aku di bawa ke sini? Hanya untuk ditinggalkan sendirian," keluh Firli. Ia menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. "Setidaknya biarkan aku pulang ke rumah walau hanya sementara."
Kali ini bantal menjadi sasaran amukannya hingga ia lempar tepat ke dalam keranjang sampah. Nafasnya naik turun sangat cepat. Sejenak Firli ingat ucapan teman satu sekolahnya. Mereka bilang Firli sangat beruntung karena memiliki Bunda dan Ayah yang sangat kaya, dijemput dengan mobil mewah dan bertemu orang-orang penting. Mereka mengatakan itu karena tidak tahu apa-apa. Mereka hanya melihat dari aquarium kaca tanpa menyelam di dalamnya.
Ponsel Firli berbunyi. Ia raih ponsel dengan kedua tangannya. Ada pesan di grup chat pertemananya dengan Elsa, Ghea dan Nana. Ghea mengirimkan fotonya tengah berlatih taekwondo sementara Nana dan Elsa yang sedang belanja bersama. Mereka berjanji untuk bertemu dan makan bersama di salah satu cafe.
E**lsa : Fir, gak ikut**?
**Firli : Gak, Sa. Bunda gak akan izinin. Ada acara makan malam juga sama rekan bisnis Ayah.
Ghea : Anak orang kaya memang beda ya. Mainnya makan malam sama rekan bisnis.
Nana : Iya, pengen gue kayak Firli**.
Lain dengan teman-temannya, justru Firli merasa sedih. Ia yang merasa iri dengan kedua temannya yang bisa bergaul dengan begitu mudah. Lain dengan Firli yang tinggal di dalam sangkar emas. Ia tak bisa keluar tanpa izin Ayah juga Bunda. Ia juga tak bisa dengan bebas berbelanja, makan di cafe juga jalan-jalan di ruang publik sembarangan. Gadis itu melempar kembali ponselnya ke atas nakas.
Apa yang bisa dibanggakan? Tak ada satupun barang di rumah ini yang benar-benar milik Firli. Mobil-mobil mewah itu milik keluarga Freiz, orang-orang penting itu rekan bisnis keluarga freiz dan Ayah serta Bunda bukan orangtua kandung Firli. Mereka hanya memiliki satu anak laki-laki yang menikahi Firli enam tahun lalu, Andrean Peter Freiz.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Ali Madura
BKN hny d kisah nyata,tp dnovelpun da pernikahan d bwh umur.
2022-09-09
0
Mylla
😭😭😭😭
2022-07-11
0
Sukhana Lestari
kasihan bngt kamu Firli.. masih kecil udah di nikahkan... hidupnya tersiksa walau tinggal di istana tapi kayak hewan piaraan.. semua di atur.. dan banyak larangannya... remaja yg lain sedeng seneng meng export kemampuan/ bakat jalan" dari mall ke mall bareng temen-temen nya Firli malah harus ngikutin banyak aturan.. 😭
2022-02-19
0