Jam istirahat ke dua Firli memutuskan membekali diri di perpustakaan. Ia malas terus-terusan diomeli Mrs. Charlotte karena nilainya yang buruk - sebenarnya tak seburuk itu karena dominan angkanya 75. Hanya saja Mrs. Charlotte terlalu berlebihan tentang nilai. Toh, seperti apapun nilai Firli dia akan berakhir seperti Bunda Anita yang hanya bertugas mendampingi Ayah Abellard.
"Ini gak akan ada badai?" Nana tiba-tiba muncul di depan wajah Firli ketika sedang mencari buku referensi untuk pelajaran sastra Indonesia. Untung saja Firli tidak memukulnya dengan buku tebal yang ada di rak.
"Emang sebegitu langkanya ya gue di sini?!" Firli melotot karena pernyataan Nana yang terlalu meremehkan dirinya.
"Memang kapan lo ada di perpus sekolah terakhir kali?" tanya Nana mencoba menyadarkan Firli atas kenyataan yang ada.
Firli berpikir sejenak. Benar juga, saking lamanya ia tidak ke perpus sampai lupa kapan terakhir kali ia datang. "Ah, sial! Omongan lo pake bener lagi!" Firli menghentakkan kaki kanannya ke lantai sementara Nana tersenyum. Bahu kiri Nana bersandar ke rak buku dengan kaki panjangnya yang bersilang. Rambut pendek sebahu Nana menyentuh buku-buku di sampingnya.
"Gue liat lo sama Rai tambah akrab. Apakah ini pertanda?" goda Nana.
Firli menggeleng. "Tentu tidak, lo tahu gue sama Rai itu gak mungkin," ralat Firli.
Nana mengangkat sebelah alisnya. "Gak mungkin gimana? Walaupun lo gak cantik, tapi gue yakin Rai cowok yang gak mandang fisik. Buktinya dia baik banget sama lo."
"Sebagai teman," ralat Firli lagi.
Nana memutar bola matanya. "Kalau dia beneran suka gimana?"
Firli mengambil buku kumpulan pantun di rak. Ia berjalan menuju meja baca dan Nana mengikutinya. "Tetap gak bisa. Bunda gak akan biarin," ucap Firli sedih.
Nana menepuk pundak Firli sembari duduk di sebelah kursi tempat Firli akhirnya duduk. "Back street aja, Bunda lo gak mungkin tahu," ide Nana.
Firli menggeleng. "Takut gue, kalau ketahuan bisa diusir gue dari rumah."
"Gak mungkin lah, mana ada orangtua ngusir anaknya sendiri," bantah Nana.
"Karena Bunda bukan orangtua gue," gumam Firli dalam hati. Ingin sekali saja ia mengatakan itu secara langsung di depan teman-temannya, tapi firli terlalu takut dan malu. Alasan ia diterima oleh anak-anak di sekolah ini karena mereka tahu Firli anak keluarga Freiz. Lain halnya jika mereka tahu Firli anak yatim-piatu miskin yang menjadi menantu keluarga Freiz, Firli akan ditinggalkan. Bahkan hanya karena wajahnya tidak terlalu cantik saja, Firli masih sulit bergaul di sekolah ini. Apalagi jika asal usulnya diketahui.
Ponsel Nana tiba-tiba berdering. Telpon dari Elsa dan sepertinya penting. Lekas Nana mengangkatnya. Beberapa saat kemudian setelah ia berbicara dengan Elsa, ia menutup telpon dan menarik tangan Firli. "Ghea berantem sama Arlitha," ucapnya. Tak menunggu lama baik Firli ataupun Nana langsung berlari menuju tempat yang diberitahukan Elsa.
Mereka berhenti di kantin dengan nafas yang tersenggal-senggal akibat terlalu cepat berlari. Benar, ada pertarungan di sana tapi sangat tak seimbang karena yang menghadapi Ghea bukan lagi Arlitha melainkan Putra.
"Kenapa sih lo cari masalah terus sama cewek gue? Lo masih gak terima gue ninggalin lo buat Arlitha?" maki putra.
Ghea tertawa sinis. "Lo pikir siapa lo sampai merasa gue gak terima. Jangankan lo pergi sama cewek centil itu, lo mati aja gue gak masalah," balas Ghea.
Firli menangkap hal yang kurang baik apalagi melihat wajah Putra yang memerah dan dadanya yang kembang kempis. Ucapan Ghea semakin membuat emosinya bertambah.
"Lo gak pantes lawan Arlitha. Dia itu cewek gak kayak lo!" hina Putra. Ia menunjuk celana seragam yang dikenakan Ghea. Teman Firli itu memang mendapat izin dari sekolah untuk mengenakan celana seragam akibat sering mengeluarkan surat protes menuntuk HAM di forum sekolah.
Ghea mendorong tubuh Putra. "Ouh, jadi gue bukan cewek? Tapi akhirnya pernah lo pacarin juga, kan!" balas Ghea. Firli tak mau pertarungan ini bertambah buruk, ia harus membawa Ghea pergi.
"Gue ngerasa sial pernah pacaran sama lo!" Putra semakin menjadi. Kali ini giliran dia yang mendorong tubuh Ghea. Tadinya gadis tomboy itu akan melawan tapi Nana dan Firli bergegas menariknya menjauh.
"Pengecut lo, Putra! Gue yang lebih sial pacaran sama banci kayak lo!" Ghea tak mau kalah. Kali ini Putra benar-benar emosi, ia berusaha menarik Ghea dan menghempaskannya tapi malah Firli yang terjungkal hingga menabrak beberapa kursi meninggalkan rasa sakit di tangan kanannya. Nana dan Elsa menjerit sementara Firli menangis kesakitan.
Buk! Putra merasakan tinjuan keras di pipinya. "Dia gak salah, lo memang banci! Beraninya lawan cewek!" Firli mendongak dan menemukan Rai yang memberi Putra tinjuan hangat.
"Ngapain lo ikut campur!" bentak Putra sambil memegangi pipinya. Bukannya menolong Arlitha hanya diam melihat Putra menghadapi Rai.
"Emang siapa lo ngatur gue?" balas Rai memancing tawa diantara siswa-siswi yang menonton pertarungan itu. Rai masih dalam mode siaga, siap mempertahankan diri jika Putra menyerang dan membalas balik.
"Put, mendingan lo pergi sana, sebelum gue bawa masalah ini sama bokap lo," ancam Misyel yang baru saja datang seperti pahlawan kesiangan. Melihat Misyel Putra menurut saja, ia langsung pergi diikuti Arlitha.
Rai membantu Firli berdiri. Sementara Misyel menepuk pundak Ghea agar gadis itu tenang. "Telat lo!" ledek Ghea.
" Segitu juga cowok gue belain datang, Ghe!" protes Elsa yang cowoknya di ledek Ghea.
"Kok Putra nurut sama lo, sih?" tanya Firli penasaran.
Misyel tersenyum jahil. "Biasa kuasa orang kaya, lagian lo anak keluarga Freiz malah tiada daya dan upaya. Padahal tinggal lo angkat itu jari si Putra bisa tunduk langsung."
Elsa, Nana, Ghea dan Nana menatap Firli. Mereka tahu keluarga Freiz memang kaya tapi mereka tak pernah membayangkan sekaya apa hingga Misyel bilang Firli bisa membuat Putra tunduk.
"Monsieur Abellard Freiz investor terbesar perusahaan tempat Papa gue dan Papanya Putra kerja," jelas Misyel. Nana bertepuk tangan. Artinya jika Ayah menarik investasinya di perusahaan itu, mereka akan kehilangan modal kerja dan kemungkinan hancur secara perlahan. Walau Firli tahu itu tak mungkin terjadi karena akan memberikan akibat yang sama pada keuangan Ayah. Menarik investasi itu tak semudah dalam novel ferguso, karena itu sama saja harus membayar biaya pembatalan kesepakatan serta proses persidangan yang lama.
"Kalau tahu lo sekaya itu, sudah gue minta traktir tiap hari, Fir," canda Rai. Firli mencubit lengannya hingga Rai nyeringis kesakitan.
"Duh, makin serasi aja lo berdua," goda Nana. Kali ini giliran Firli yang mencubit lengan gadis berkaca mata itu. "Sampai Firli dibelain segala," Nana malah semakin menjadi.
"Teman gue yang langka cuman dia, kalau dia ngilang gak punya lagi gue!" canda Rai memancing tawa diantara mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Asih Thea
suka
2022-03-16
0
Sukhana Lestari
Makin tersiksa aja batin Firli.. mereka gk tau kedudukan dia di dlm keluarga mertuanya.. yg mereka tau kalau Firli anak orang kaya.. gk tau cerita yg sebenarnya..
2022-02-19
0
Susi Susilawati
ngga mungkin lah Firli ngadu ke ayah dan bunda, mereka hanya mertua nya. dan Firli sadar diri kalo dia ngga punya kekuatan apapun, orang hidup nya aja serba di atur.
2021-09-03
0