Seorang pria mengusap peluh dari dahinya. Sudah setengah jam dia berjalan sambil menuntun motor bututnya yang mogok. Terik matahari siang itu sedikit menyipitkan penglihatannya. Namun rasa lelah sama sekali tak dia hiraukan, terus berjalan sampai akhirnya tiba di depan bengkel. Memasukkan motornya ke sana. Menunggu cukup lama sampai kendaraannya selesai diperbaiki.
Pria itu memperhatikan sang montir saat mengutak-atik motor bututnya. Mengingat-ingat dan mempelajari bagaimana cara mengatasi kendaraannya jika suatu saat mogok lagi. Itulah ilmu, kau bisa mengambilnya dari manapun.
"Sudah selesai, Mas." Ucap montir.
"Terima kasih. Berapa biayanya ?"
"Sekian.....sekian..." menyebutkan nominal ongkos servis.
Si pria tadi merogoh dompetnya yang ada di saku celana. Mengeluarkan beberapa lembar uang lalu menyodorkan kepada montir.
"Terima kasih, Mas. Ini kembaliannya." Memberikan beberapa uang receh.
"Saya ambil. Maaf saya tidak bisa memberi tips, mas." Tersenyum sambil mengambil kembalian. Jika saja dia masih punya uang, maka recehan itu tidak akan diambil.
"Tidak apa-apa mas, semoga perjalanan anda lancar dan...segera dapat jodoh." Montir tertawa kecil. Dia memang tipe orang yang ramah dan suka bercanda.
"Aamiin!" Perkataan adalah doa. Dan doa yang baik harus diaminkan!
Dia menaiki kembali kuda besinya, "Mas, terima kasih banyak. Semoga mas sukses!" Berlalu pergi melanjutkan perjalanan.
Setelah satu jam, dia sampai di depan gerbang sebuah rumah mewah.
"Mau cari siapa Mas?" tanya satpam.
"Saya ingin bertemu dengan Pak Permana. Apa beliau ada di rumah?"
"Maaf, anda siapa?"
"Saya Anas Malik, putra dari bapak Akbar Malik." Jawabnya.
"Ohhhh, silahkan masuk! Tuan sudah menunggu anda." Ucap satpam sambil membuka gerbang.
"Terima kasih, Pak." Tersenyum seraya menggusur motornya. Setelah memarkirkan kendaraan itu, Anas berjalan ke arah pintu utama dan memencet bel.
Tak lama berselang, pintu terbuka. Seorang pelayan menyuruhnya masuk. Pak Permana baru turun dari lantai atas. Dia menghampiri tamu yang ditunggunya tersebut.
"Anas, bapak pikir kamu tidak akan datang. Apa kabar?" memeluk dan menepuk punggung.
"Alhamdulilah, saya baik. Bapak apa kabar?"
"Saya baik. Anas, bagaimana bisnis kulinermu? Mari duduk, biar kita nyaman ngobrolnya !"
Tamu dan pemilik rumah duduk berhadapan.
"Saya tidak punya bisnis, saya cuma penjual nasi kuning di kampung. Tapi Alhamdulillah, saya bisa memenuhi kebutuhan dari sana."
"Itu sama saja bisnis, meskipun kecil-kecilan. Bapak doakan semoga jualanmu lancar dan sukses."
"Aamiin..." tersenyum.
Pelayan datang memberikan minuman dan camilan. Setelah meletakkannya di atas meja, dia pun pergi lagi.
"Silahkan, diminum!" pinta Pak Permana.
"Terima kasih, Pak. Saya memang haus, hehe..." mengambil cangkir dan meminum air, lalu meletakkannya kembali.
"Kamu masih ingat Cantika, anak saya satu-satunya?"
"Ingat, tapi saya hanya pernah satu kali bertemu, saat ulang tahunnya yang ke sepuluh kalau tidak salah. Jadi saya tidak hafal bagaimana wajahnya. Pasti anak Bapak sudah besar saat ini."
"Sudah gadis. Nas, apa kamu sudah punya calon istri?"
Anas tersenyum, "Belum, Pak. Belum ada jodoh mungkin. Lagipula perempuan mana yang mau dengan laki-laki seperti saya?"
Seorang gadis cantik berpakaian serba mini, turun dari tangga dan berjalan melewati mereka.
"Ika, mau kemana kamu?" tanya Pak Permana.
Sang gadis menoleh, "Refreshing otak!" menjawab ketus.
"Duduk dulu sebentar, Papi mau kenalkan kamu pada seseorang! Ini Anas Malik, putra sahabat Papi. Kamu masih ingat Om Akbar yang pernah memberikanmu boneka besar saat kamu kecil?"
Cantika menatap sinis tamu itu, "Aku gak kenal sama Om itu juga anaknya. Dan aku gak peduli, aku sudah terlambat Papi !" gemas dan kesal.
Anas tak dapat berkedip saat melihat sosok indah yang berdiri di depannya.
"Duduk sebentar saja!" Pak Permana memohon.
Cantika duduk di sebelah ayahnya. Gadis itu menatap tajam dan sebal pada pria di depannya. "Heyyy, ngapain lo liatin gue ampe segitunya? Baru liat cewek sexy, ya?!" menyilangkan tangan di dadanya.
Anas menundukkan kepalanya. Astaghfirullah....apa yang aku lakukan?
"Ika, bicara yang sopan !" berusaha tidak marah.
Gadis itu berdiri, "Bosen, gak penting banget! Aku pergi sekarang temen-temenku pasti udah pada nunggu." Berjalan cepat, tanpa peduli dengan panggilan ayahnya yang berulang kali.
"Anas, saya harap kamu memaafkan Cantika. Anak itu sekarang memang jadi susah diatur."
"Tidak apa-apa, Pak. Saya tahu jika Cantika sebenarnya adalah anak yang baik."
"Itu dulu. Tapi setelah ibunya meninggal dunia, dia jadi berubah. Apalagi setelah saya menikah lagi, sikapnya tambah parah. Lebih nakal dan pembangkang. Sama sekali tidak bersikap sopan dan menghargai orang tua. Sekolahnya pun berantakan. Beberapa hari yang lalu, dia bahkan di-DO dari kampus. Kadang saya pikir, mungkin semua ini salah saya. Harusnya saya tidak usah menikah lagi."
"Pak, saya rasa Anda tidak bersalah. Mungkin putri Bapak hanya salah paham saja. Dia belum menyadari apa yang sebenarnya anda rasakan."
"Anas, apa kamu bersedia membantu saya? Tolong buatlah putriku kembali menjadi baik. Nikahilah dia!" menatap lekat.
"Apa yang anda katakan?" masih bingung.
"Saya yakin kamu mampu membimbing Cantika agar menjadi lebih baik. Saya ingin kamu menikahinya."
Anas menundukkan kepalanya. Dia tidak tahu harus bicara apa. Sama sekali tidak menyangka jika Pak Permana menyuruhnya datang adalah untuk menikahi putrinya.
"Saya tahu, laki-laki baik sepertimu tidak akan mungkin bersedia menikahi gadis nakal seperti putriku." Pesimis, menundukkan kepala.
Anas mendongak, "Bukan seperti itu, Pak. Menikah adalah perkara yang sakral. Saya harus memikirkannya lebih dulu. Dan, anda juga harus meminta persetujuan dari Cantika. Jangan sampai pernikahan ini malah membuatnya tersiksa."
"Baiklah, saya akan bicara padanya. Tolong pikirkan rencana saya ini dengan baik! Saya percaya jika kamu adalah laki-laki yang bijak."
Anas kembali tertunduk. Entah langkah seperti apa yang akan dia tempuh? Belum terpikirkan olehnya. Rencana ini benar-benar mendadak.
Setelah banyak lagi obrolan mengenai Cantika dan keluarganya, Pak Permana mengajak tamunya untuk makan.
"Tidak usah, Pak. Saya harus segera pulang, terima kasih!" membungkuk sopan.
"Saya tidak mau ada penolakan."
Anas akhirnya memenuhi permintaan pria itu. Usai makan dan berbincang sedikit, dia pamit.
"Anas, tolong pikirkan baik-baik tentang permintaan saya tadi!" Ucap Pak Permana.
"Inshaa Allah, Pak. Nanti saya kabari jika saya sudah mengambil keputusan."
"Baiklah, nak. Maaf, cuma saya yang menyambutmu di rumah ini. Istri saya dan anaknya sedang pergi ke rumah mertua. Dan Cantika, kamu tahu sendiri dia bagaimana."
"Tidak apa-apa. Saya pamit, Pak. Assalamualaikum." Mencium punggung tangan Pak Permana.
"Waalaikumussalam."
Dia menatap kepergian Anas dengan penuh harap. Semoga saja rencananya bisa berjalan lancar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments
Kheny Elfrimeitha
bpknya aja gak bisa didik anak malah nyuruh org buat ngedidik
2021-09-26
2
vie na Ai
tpi cantika kelakuannya emng kelewatan
2021-09-10
1
Susi Andriani
lanjut
2021-08-14
1