Aliya berjalan gontai keluar dari kelasnya setelah bel pulang beberapa menit yang lalu berdering. Di depannya Rara, sang sahabat tampak menunggunya dengan bibir maju.
"Buruan ngapa Al, lama amat dah".
"Bentaran lah, perut gue mules tau". Aliya mengomel, paska kejadian dramatis di kantin tadi, gadis itu merasakan perutnya melilit.
"Makanya, jangan sok-sok an deh, makan sambel segitu banyaknya, gue aja yang liat doang ngeri".
"Jangan ngomelin gue, tambah merana ni gue".
Rara memutar bola matanya malas, sebenarnya, ia kurang setuju jika sahabatnya itu menyukai Radit. Radit terlampau cuek pada Aliya dan itu membuat Rara dongkol. Tapi hanya itu hiburan hati Aliya yang selalu galau akibat ulah orang tuanya.
Aliya menghentikan langkahnya sesaat setelah sampai di parkiran, mobil yang selalu menjemputnya tak ada di tempatnya, sementara Rara, ia lebih dulu pulang karena jemputannya telah datang.
Helaan nafas panjang entah sudah ke berapa kalinya keluar dari bibir mungil gadis itu, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin itulah ungkapan yang cocok untuk keadaannya saat ini. Sudah patah hati harus berpanas-panasan pula menunggu sang sopir yang tak kunjung datang.
Di tengah kekesalannya karena kepanasan akan paparan sinar matahari, gadis itu tersentak saat suara klakson sebuah motor sport berbunyi tepat di sebelahnya.
"Kak Radit??".
"Butuh tumpangan gak??".
Aliya sejenak terdiam, rasa kesalnya pada pemuda itu masih tersisa, meski hatinya meronta ingin meng iya kan namun ia memutuskan untuk menolak tawaran menggiurkan itu. "Gak usah kak, makasih".
Radit mengangkat sebelah alisnya, tidak biasanya gadis itu menolak dan terlihat lebih kalem. Kemana keberisikkannya?? Apa Aliya marah tentang satu kata yang tadi Radit ucapkan??
"Yakin? Panas loh, entar item".
"Biarin aja aku item, aku putih aja kakak gak suka kan??". Ingin rasanya ia mengatakan hal itu, namun nyatanya kata-kata itu hanya terucap dalam hatinya saja.
"Malah bengong, yaudah kalo gak mau". Radit bersiap kembali menyalakan motor sport nya, ia kembali bertanya memastikan. "Yakin?".
Astaga, Aliya hampir saja di buat oleng dan terjungkal saat pemuda itu mengedipkan sebelah matanya di sela pertanyaan yang ia lontarkan. Aliya pun luluh...
"Ada yang marah gak kalo aku ikut sama kakak??".
Radit mengulum senyumnya, Radit tau itu sindiran halus untuknya. Namun pemuda itu memilih tak menanggapinya.
"Mau gak? Kalo mau ayok, panas". Ucap Radit, tangannya menyodorkan helm pada Aliya, sementara matanya menatap Aliya dengan tatapan tak terbaca.
Aliya menerima helm itu dengan ragu, ia kembali berasumsi sendiri, bahwa helm itu tentulah helm yang telah Radit persiapkan untuk Nadin, gadis yang menjadi primadona dan incaran para siswa.
"Niat banget bawa helm dua, buat kak Nadin yah??".
Radit kembali memilih mengabaikan ocehan gadis itu, ia menyalakan mesin motornya setelah Aliya duduk aman di belakang sana.
"Udah siap?".
"Bentar kak, helm nya susah ini". Aliya terlihat mengutak-atik helm yang ia gunakan, dengan dahi mengernyit akibat cuaca panas justru membuat gadis itu terlihat lucu dan menggemaskan.
Radit sedikit menoleh, menahan beratnya motor besar itu dengan ke dua kalinya, kemudian tangannya terulur untuk membantu Aliya memasangkan helmnya.
Radit tak menyadari, jika apa yang kini ia lakukan membuat Aliya menahan nafasnya, dadanya terasa berdesir, jantungnya berdetak kencang, Aliya kembali di buat meleleh dengan perlakuan sederhana yang pemuda itu lakukan.
Aliya tersadar saat mesin motor besar itu kembali menyala, entah sejak kapan pemuda itu selesai dan kembali pada posisinya semula.
"Pegangan". Ucapnya
Aliya tergagap, mana berani ia memeluk pinggang pemuda itu, barang kali itu bisa membuatnya pingsan. Dan akhirnya Aliya hanya berpegangan pada ujung jaket yang Radit kenakan.
Radit sedikit menoleh, "Pegangan aku bilang".
"Ini udah pegangan kok".
Radit melirik area pinggangnya, ia tersenyum lucu saat melihat tangan mungil Aliya hanya berpegangan pada ujung jaketnya, tanpa aba-aba, Radit menarik tangan Aliya dan melingkarkannya di perutnya.
Aliya nyaris pingsan, tubuhnya lemas bagai seluruh tulang terlepas dari raganya. Wangi aroma parfum pemuda itu bahkan tercium karena Aliya menempel di punggungnya.
Aliya yang merasa tak nyaman hendak menarik kembali tangannya, namun Radit menahannya. Pemuda itu sedikit menoleh, kemudian kembali berkata. "Pegangan, kalo jatuh aku yang harus tanggung jawab".
Oh astaga, Aliya terlalu GR, rupanya itu alasannya, gak lebih. Tentu saja seperti itu, keselamatan Aliya merupakan tanggung jawab Radit saat ini, karena Aliya menumpang pulang pada pemuda itu. Dan gadis itu pun mencelos kecewa, sedikit melonggarkan pegangannya agar tak terlalu dekat dengan punggung Radit.
Sepanjang perjalanan, hanya angin yang terdengar bergemuruh karena mereka lewati. Tak ada perbincangan, perdebatan atau sekedar pembicaraan basa basi lainnya. Aliya memilih bungkam.
Sampai ketika Radit bertanya di mana alamat rumah Aliya, saat itulah gadis itu bersuara. "Di depan belok kanan kak".
Radit mengangguk, mempercepat laju motornya agar gadis itu kembali berpegangan. Tapi ternyata tidak, Aliya hanya tampak memejamkan matanya saat laju motor kencang itu menimbulkan angin kencang menghempas permukaan wajahnya.
"Yang mana rumahnya?". Radit kembali bertanya.
"Itu di depan, cat warna putih".
Radit menghentikan motornya di depan gerbang tinggi berwarna hitam, rumah yang tak kalah mewahnya dengan rumahnya sendiri.
"Makasih ya kak, kakak mau mampir dulu?".
Radit menoleh pada sang satpam yang tampak memperhatikan mereka, kemudian Radit menggeleng. "Lain kali aja".
Aliya mengangguk, kemudian berbalik dan melangkah menuju pagar tinggi yang kini telah terbuka. Namun seruan Radit membuatnya kembali menoleh.
"Aliya".
"Iya? Katanya gak mau mampir?". Dengan percaya dirinya Aliya berucap demikian.
"Helm aku mau kamu bawa? kalo mau pinjem boleh".
"Eh??"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Berdo'a saja
haduuuhhhh 🤦🤦🤦🤦🤦
2023-07-27
0
Moonlight
sabar..al.. sabar . ujian
2021-10-02
0
Nur Hidayat
malu
2021-10-01
0