Aliya masih saja mengerucutkan bibirnya, hukuman selama empat puluh menit itu nyatanya membuat kakinya terasa pegal menimbulkan riak-riak di pahanya.
"Makanya Al, kalo lagi belajar tuh fokus, ini malah Meleng liatin cowok". Rara sok menasihati.
"Apa Ra? Coba ngomong lagi!! Lo lupa yah? kalo yang ngasih tau ke gue ada kak Radit di luar itu siapa?".
Rara cengengesan, menampilkan deretan giginya yang rapih. Gadis itu tak mampu lagi berucap.
Sampai di depan pintu kantin, Aliya menghentikan langkahnya, pemandangan di depannya mampu membuatnya loyo. Radit tengah berbincang dengan seorang gadis, gadis cantik, sangat cantik. Gadis itu teman sekelas Radit, Nadin namanya, Nadin adalah salah satu primadona di sekolah itu. Terkenal dengan kecantikannya juga kelembutannya, jangan lupakan jika dia juga salah satu murid berprestasi di sana.
"Yaaaah kacau". Rara bergumam, melihat bahu sang sahabat turun, ia tau jika sahabatnya itu tengah merana.
Aliya tak pantang mundur, gadis itu justru dengan sengaja memilih meja yang sedikit dekat dengan meja yang Radit dan Nadin duduki, dan perbincangan mereka pun samar-samar terdengar.
Radit menoleh saat meja di depannya di tempati seseorang, Aliya tampak santai di sana. Sesaat mata mereka bertemu pandang, ada rasa tak nyaman di hati Radit saat menangkap sorot mata Aliya yang terlihat berbeda, namun ia acuhkan.
Rara yang merasakan suasana panas di sekitarnya melenggang pergi, berinisiatif memesankan makanan untuk sang sahabat yang sepertinya tengah menahan sesuatu.
"Kamu punya nomor aku kan?".
Samar Aliya mendengar suara lembut Nadin.
"Iya nanti aku hubungi".
Terdengar suara berat Radit setelahnya.
Aliya memejamkan matanya sejenak, apakah harapannya untuk mendapatkan Radit akan sirna? Karena setiap kali Aliya mengirim pesan chat pada pemuda itu pun tak pernah Radit balas, sekalinya membalas hanya kata 'Y/TIDAK'. Miris bukan??
Rara menghampiri, membuyarkan lamunan galaunya, semangkuk bakso yang masih mengepul mengeluarkan uap kini terpampang di hadapannya. Rara memang sahabat terbaiknya, tau apapun yang Aliya butuhkan saat tengah merana seperti ini.
Kebiasaan Aliya adalah, ketika tengah merasa sedih di rundung masalah, masalah apapun itu, maka gadis itu akan memesan bakso yang nantinya akan ia beri sambal hingga kuahnya berwarna merah. Seolah kemarahan dan kesedihan melebur dengan rasa pedas yang ia rasakan Aliya akan merasa plong setelahnya.
Tak menunggu lama, Aliya menarik mangkuk bakso di depannya agar lebih dekat, menyendokan sambal dari mangkuk yang lain yang sudah di sediakan di masing-masing meja.
"Al, cukup, udah sepuluh sendok loh". Rara mencegah, meraih sendok sambal yang masih Aliya pegang, namun Aliya menepisnya. Aliya kembali menambahkan lima sendok sambal ke mangkuknya baru kemudian ia bersiap untuk menyantap kuah merah menyala itu. Dari tampilan kuahnya saja, sudah dapat di pastikan rasa pedasnya mencapai level berapa.
"Al, itu kebanyakan sambal loh, biasanya juga cuma nyampe sepuluh sendok".
Aliya seolah tuli dengan peringatan yang di ucapkan sang sahabat, gadis itu mulai menyendokan satu suapan demi suapan ke dalam mulutnya. Reaksinya mulai terlihat.
Wajah memerah, dan mata yang mulai berair menandakan gadis itu sudah merasakan rasa pedasnya.
Rara hanya terdiam, menatap sang sahabat yang mulai mengucurkan keringat juga air matanya. Entah air mata karena rasa kuah sambal itu, atau air mata sebagai bentuk kekesalan dan kekecewaan yang selalu ia rasakan di dalam hidupnya. Semuanya melebur menjadi satu.
"Al cukup Al". Rara mulai cemas, gadis itu menatap Radit yang duduk di belakang Aliya.
Dan Radit menghela nafas kasar seraya berdecak, pemuda itu pun bangkit menghampiri meja mereka, di ikuti oleh Nadin.
Tanpa berkata apapun, Radit mengambil mangkuk dan sendok yang tengah Aliya ajak berperang, gadis itu terdiam dengan air mata yang terus mengalir.
"Bocah". Radit berlalu, meninggalkan Aliya yang terdiam mematung mendengar satu kata yang Radit ucapkan.
"Bocah??". Batinnya, jadi Radit cuma menganggapnya bocah? Untuk itu tidak mungkin pemuda itu menyukainya.
"Ra, dia bilang gue bocah??". Aliya tersenyum miris, setelah kecewa dengan kondisi keluarganya, hanya satu pelipur lara bagi Aliya, Radit. Namun pemuda itu juga menganggapnya hanya bocah ingusan.
"Al udahlah, Lo masih punya gue. Jangan ngejar-ngejar lagi cowok kaya Radit. Dia malah tambah nyakitin Lo".
"Tapi gue suka sama dia Ra".
"Gue tau, tapi buat apa kalo rasa suka Lo cuma tambah bikin Lo sakit hati? Gue gak suka Lo di anggap sepele sama dia".
Aliya masih terdiam, mendengar kalimat yang di utarakan sang sahabat membuatnya tersadar satu hal, hidupnya tak berarti untuk siapa pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Berdo'a saja
sudah Aliya semakin dikejar Radit semakin jauh
2023-07-27
0
Kenzi Kenzi
pergi jzuh2 dri jangkauan radit neng
2021-10-16
1
Moonlight
kok nyeri ya sat ....
2021-10-02
0