Anderson mengernyit, tiba-tiba ia diam membeku di sana saat mendengar Melia melontarkan pertanyaan itu.
"Sampo?" Tanya Anderson lagi.
"Iya. Sampo apa yang anda gunakan?"
Anderson seperti mati kutu dibuatnya. Tapi hanya butuh sepuluh detik, Anderson mengubah ekspresinya saat ini.
"Kamu pikir, hanya kamu yang mempunyai sampo seperti ini? Kulit kepalaku sensitif juga dan oh ... apa memang kebetulan sampo kita sama?"
Melia mengernyit. Ia masih merasa ada sesuatu yang janggal di sini.
"Tapi?"
"Besok kita akan ke Bali, Melia."
"Apa?!" Pekik Melia keras-keras. Dan Anderson tersenyum melihat kekagetan Melia. Sepertinya, Anderson telah berhasil mengalihkan pembicaraan.
"Ya. Besok kita ada meeting di sana dan kamu wajib mempersiapkan semuanya."
"Tunggu. Maaf, tapi kenapa tiba-tiba?"
"Klienku baru datang dan menghubungiku secara pribadi. Kenapa? Apa ada masalah? Kamu sekretarisku dan sudah sewajarnya kamu mempersiapkan semuanya."
"Ya, tapi ..."
"Aku akan mengirimkan draftnya dan bisa kah kamu mempersiapkan laporan kerja sama di antara kita?"
Melia tertegun. Sial! Sepertinya Anderson akan mengerjainya lagi.
"Aku sudah pesan dua tiket dan besok kita berangkat. Jika kamu menolak, kamu bisa saja keluar dari perusahaan ini dan aku akan menuntut uang ganti rugi sebesar seratus juta."
Skak match.
Dan lagi-lagi Melia tidak bisa berkutik lagi.
***
Melia keluar dari ruangan Anderson dengan muka yang merah padam. Laki-laki itu, kenapa dia menjadi orang yang sangat menyebalkan?!
Melia kemudian berjalan sambil melewati beberapa bodyguard yang selalu saja berada di pintu ruangan Anderson. Dan saat Melia tanpa sengaja melihat Bram, yaitu supir sekaligus pengawal dari Anderson, cepat-cepat Melia menghentikan langkah.
"Hei," sapa Melia.
Bram mengernyit dan memasang wajah datar.
"Ada apa nona Melia?"
"Kenapa kamu selalu ketus padaku? Apa kamu tidak tahu kalau kita seumuran?"
"Maaf, saya dilarang oleh Tuan Anderson."
"Ya, ya ya. Kamu selalu patuh terhadap bosmu itu."
Bram diam tanpa kata. Ia berdiri kaku tepat di depan pintu Anderson.
"Bisa kah aku bertanya sesuatu hal padamu?"
"Apa itu?"
"Kamu selalu mengantarkan bosmu ke mana saja yang dia mau bukan?"
"..."
"Bisa kah aku bertanya? Ke mana dia semalam ini?"
Bram tertegun. Ia terlihat menahan napas terlihat gugup. Sedetik tapi mampu terbaca oleh Melia. Membuat Melia segera tahu, bahwa ada sesuatu yang sebenarnya dia sembunyikan.
"Ke mana?"
Tiba-tiba saja Bram terbatuk-batuk.
"Kenapa tiba-tiba kamu salah tingkah?"
"Tidak, nona. Tuan Anderson semalam ada meeting dengan kliennya di sebuah hotel dan saya sendiri yang mengantarkannya."
Melia ikut tertegun. Ia menelan salivanya pasrah. Saat ia mendengar itu semua kenapa Melia tidak bisa percaya?
"Maaf, saya permisi dulu nona."
"T-tapi."
Terlambat. Sosok Bram sudah pergi.
***
Melia menarik napas panjang saat ia kembali ke tempat duduknya sendiri. Sungguh. Saat ini ia tidak bisa berkonsentrasi lagi.
Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk hingga membuat otak Melia blank. Sampai-sampai suara ketukan pintu tidak terdengar oleh Melia.
"Melia?"
Melia terkaget-kaget saat melihat Boby sesama rekan karyawan di perusahaan ini mengangetkannya. Boby dengan rambut cepak serta kaca mata yang melingkar di wajahnya tersenyum saat melihat ke arah Melia.
"Astaga, Boby. Maaf tadi aku sedang banyak pikiran."
"Emm, ya. Tidak apa-apa. Memangnya ada apa, Boby?"
Tiba-tiba saja, Boby sudah mengangkat setangkai bunga mawar ke arah Melia. Boby tersenyum, ia tertunduk tampak malu-malu di hadapan Melia.
"Emm, Bob. Maaf apa ini?" Tanya Melia sungkan.
"Sebenarnya aku jatuh hati padamu, Melia. Dan aku ... aku ingin mengutarakan perasaan ini padamu."
Sungguh. Ucapan Boby benar-benar membuat Melia terbelalak kaget. Ia membungkam mulutnya sendiri saat Boby tengah memberikan sebuah kotakan kecil berwarna merah muda ke arah Melia.
"Aku ingin melamarmu."
"B-Boby?"
"Maaf, tapi sejak pertama kali aku melihatmu di perusahaan ini ... aku sudah jatuh cinta padamu."
Dan ucapannya berhasil membuat mata Melia terbelalak kaget. Apa lagi saat ini Boby sudah berlutut tepat di hadapan Melia.
***
Mereka tidak sadar, bahwa ada sepasang mata yang tampak marah ketika melihat sebuah rekaman cctv yang terpasang jelas di depannya kali ini.
Sebuah monitor berisikan hal yang sangat menjijikkan sedang Anderson lihat, di mana ada seorang laki-laki yang tidak tahu diri melamar Melia saat ini.
Tangan Anderson mengepal kuat. Ia melempar gelas kaca yang ia pegang dan segera keluar dari ruangannya.
Brak!
Pintu menggebrak pintu itu dengan sangat keras.
Anderson melewati ruang demi ruang dan kini berada tepat di depan ruangan Melia. Ya, tentu saja masih dengan laki-laki kurang ajar itu.
Sedangkan di sana, Melia tampak kaget saat ia melihat ke arah sudut pintu yang tembus pandang. Pintu ruangan milik Melia hanya sebatas kaca sehingga ia dapat melihat Anderson sedang berdiri di sana.
Dengan mata yang merah padam. Tangan yang mengepal kuat dan wajahnya tampak mengerikan saat ia menggebrak pintu ruangan milik Melia.
"Melia! Bisa kah kamu ke ruanganku lagi?!"
Tidak Melia dan tidak Boby, mereka sama-sama kaget. Bahkan Boby yang ada di dalam ruangan hanya mati kutu melihat bosnya itu di dalam ruangan.
"Apa kamu ingin dipecat?! Ini perusahaan, bukan tempat ajang jodoh?!"
Kata-kata itu sangat kasar dan langsung membuat Boby ketakutan. Sepertinya nyalinya ciut jika harus berurusan dengan sosok Anderson.
"Maafkan saya, Tuan."
Secepat kilat Boby langsung keluar dari ruangan. Ia benar-benar ketakutan. Menyisakan Melia yang kini seorang diri bersama dengan Anderson.
"Pak Anderson?" Kerutan yang ada di dahi Melia sangat ketara. Tapi segera saja Anderson langsung menarik tangan Melia dengan paksa.
"Ingat! Sekali kamu milikku kamu tetap milikku! Aku akan menyingkirkan siapa pun orang yang berniat menggangguku!"
Mata Melia melebar.
"Pak, kenapa anda seperti ini kepada saya?" Melia celingukan. Ia ketakutan jika ada orang yang melihat Anderson melakukan hal seperti ini kepada dirinya.
Tapi hanya butuh sepuluh detik. Anderson hanya membenarkan jasnya dan langsung melengang pergi saat selesai memberikan peringatan itu.
"P-Pak?"
Astaga ...
Benar kata semua orang, Anderson benar-benar sangat menakutkan.
***
Tepat pukul sepuluh malam dan Melia baru pulang setelah dia mengurus semua laporan yang ia gunakan untuk besok pagi.
Melia berada di dalam lift untuk turun ke bawah, seluruh tubuhnya pegal dan ia ingin segera pulang dan beristirahat.
Tapi tiba-tiba ponselnya berdering, nama Rosa muncul di atas layar hingga membuat Melia tercekat.
"Hey, Ros. Ada apa?"
"Kamu sudah mendengar berita belum kalau Boby kecelakaan? Dia koma di rumah sakit dan besok kita sedevisi berencana untuk menjenguknya."
"Apa?!" Mata Melia terbelalak kaget.
Kekagetan Melia seirama dengan bunyi 'ding' pertanda pintu lift yang terbuka. Melia masih berdiri kaku di dalam lift saat ia tidak sengaja melihat Anderson yang berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini.
"Bagus. Bereskan segala hal yang merecokiku! Oh, apa? Kenapa kamu tidak bunuh saja dia?"
Deg.
Jantung Melia berdegup kencang saat mendengar semua hal yang baru saja dikatakan oleh Anderson yang saat ini tengah sibuk melenefon seseorang.
Astaga ...
Mungkin kah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
Anderson deketin Melia baik" dgn kelembutan dong...pasti cewe nyerah lama" jg klo cara yg sweet😊
2022-12-28
0
Titin Titin
berapa umur tua Darson turrr
2022-07-25
0
Wiji Rusmiyati
sadis pisan euy si anderson..🙄🤔
2022-07-23
0