Mita
Jam 8 pagi aku sudah siap-siap untuk berangkat ke Bogor, setelah Senin kemarin aku datang ke bank untuk membuat rekening. Tak lama kemudian Ibu transfer uang untuk kebutuhanku mulai dari uang untuk pendaftaran ulang, DP untuk kosan, bahkan untuk membeli baju, sepatu, tas dan peralatan tulis untuk kuliahku.
Rasanya tidak sabar aku menunggu jadwal pendaftaran ulang. Aku membayangan, akan bertemu teman-teman kuliahku. Sayang sekali dari SMA ku, hanya aku satu-satunya siswa yang lulus IPB. Kebanyakan temanku melanjutkan kuliah di Bandung, ada beberapa yang melanjutkan ke Jakarta, Jawa, dan kampus lokal di daerahku.
Setelah sarapan aku meminta izin kepada Bapak untuk mencari kosan, namun yang membuatku ragu haruskah aku bilang bahwa Rama menemaniku?
Nyatanya aku tak punya nyali untuk bilang kepada Bapak bahwa Rama akan menemani mencari kosan. Biarlah Bapak hanya tahu aku ke Bogor sendiri. Memang sendiri bukan?
Jam 8 pagi aku berangkat, seharusnya sampai Bogor membutuhkan waktu sekitar 3 jam, jadi aku punya spare waktu 1jam sebelum bertemu Rama yang katanya selesai jam12 siang.
Ternyata jalanan di Rabu ini sangat lenggang, sehingga Cianjur - Bogor via tol hanya butuh 2jam lebih saja.
''Kak, aku sudah di terminal. Baiknya aku menunggu dimana ya?''
..............................................................................
Rama
Kulihat jam menunjukan pukul 10.40 saat Mita mengirimkan pesan untukku. Ternyata dia sudah di terminal, dia bertanya dimana sebaiknya menunggu. Gadis ini, aku selalu suka setiap pilihan kata yang dia ucapkan untuk aku dengar, bahkan dalam pesan singkat yang ia kirimkan. Aku selalu suka.
Kuputuskan untuk menelponnya saja. Akupun izin kepada client untuk melakukan panggilan telepon lima menit.
''Halo Mita. Kamu masih di terminal? dimana nya?''
''Aku masih meeting di restoran sama client, kamu tunggu disana jangan kemana-mana. Biar aku order taxi online untuk jemput kamu kesini ya. Nanti kamu cari tempat duduk yang nggak terlalu jauh dari aku ya.'' terdengar penolakan darinya, anak ini selalu merasa tidak enak. Padahal aku membuatnya menunggu.
''Nggak gitu, kalau kamu kesini sendiri malah takut nyasar . Dan nggak baik perempuan nunggu di terminal. Kamu sabar ya tunggu driver nya jemput.''
Ku putuskan sambungan telepon dengannya, lalu membuka aplikasi berwarna hijau dan memesan taxi untuknya. Ini lucu sekali, baru pertama kali aku seperti ini. Rasanya seperti anak SMA jatuh cinta. Ya Tuhan.
..............................................................................
Mita
Terlihat nama nya terpampang nyata di HP ku.
''Iya kak.'' Orang ini, begitu lancar memerintahku untuk mengikuti intruksi nya. Mentang-mentang konsultan, dia jadi terbiasa berpikir cepat dan solutif, no debat.
Sepuluh menit menggu taxi online itu tiba di hadapanku.
''Mbak Mita ya? Silahkan Mbak.'' begitu supir taxi itu menyapa ku.
''Kita mau kemana Pak?'' tadi Rama hanya memberi tahuku dia meeting di restoran, tidak memberi tahu tempatnya.
''Lho tadi Mbak yang pesan kok Mbak yang nanya?'' tanya nya bingung. Pertanyaan macam apa yang aku ucapkan tadi. Malas kali aku jelasinnya.
''Tadi yang pesan saudara saya, tadi lupa nanya dia lagi dimana.'' Ternyata Rama meeting di Shabu Hachi. Namanya saja terasa asing bagiku, terdengar seperti nama Jepang atau Korea. Semoga cocok dengan lidah Cianjuranku ini. Ternyata jarak terminal ke restoran tidak terlalu jauh, mungkin sepuluh menit di jalanan dengan arus normal.
''Berapa Pak?'' Sesaat sebelum aku turun dari mobil.
''Sudah dibayar Mbak dengan saldo oleh pemesan tadi.''
Rama benar-benar sosok sempurna, dengannya aku merasa istimewa. Jangan membuatku jatuh terlalu dalam Rama. Baru beberapa hari mengenal sudah seperti ini.
Dengan ragu aku masuk ke dalam disambut senyuman pegawai restoran itu. Lekas ku cari Rama yang ternyata sedang berbincang-bincang dengan seorang wanita lengkap dengan berkas di atas meja. Nampaknya mereka sedang ngobrol serius dengan Rama yang tampak sesekali mengetik sesuatu di HP nya. Sepertinya Rama tidak menyadari kedatangannya.
Terasa ada getaran yang berasal dari dalam tas nya. Rupanya pesan dari Rama.
''Kamu pesan minum dulu, aku sebentar lagi selesai. Tunggu.'' Dia tersenyum ke arahku lalu ku balas senyumannya, ternyata dia sadar kedatanganku. Padahal aku belum memesan minuman. Ahh jadi apa ini, terasa manis sekali.
Kurang dari 30 menit sudah aku menunggu nya sambil berselencar di media sosialku, yang sudah mulai berisi update-an status dan foto persiapan kuliah teman-teman SMA ku. Menyenangkan sekali.
''Bosen nggak nunggu aku?'' aku dikagetkan dengan suara laki-laki yang ternyata Rama. Bagaimana mungkin aku bosan menunggu laki-laki tampan yang sedang meeting dengan klient. Di mata ku dia sangat keren. Meleleh adek Bang.
''Kak Rama, udah beres meeting nya?'' tanyaku kikuk.
''Kalau lagi berdua gini dipanggil Kakak aku jadi ngerasa kakak-kakak yang ngobrol sama adek-adek nggak sih. Rama juga cukup, kita kaya seumuran juga.'' apa aku nggak salah denger dia minta panggil nama aja?
''Maksudnya aku yang keliatan lebih tua gitu?'' Rama tertawa mendengar responku atas permintaannya.
''Kamu sensian, kamu ngga ngeliat aku yang masih kaya anak kuliahan gini? masih pantes ngga aku jadi mahasiswa?'' Rama berdiri sambil bergaya memasukan tangannya ke saku celana.
''Pantes, mahasiswa abadi.'' kami pun tertawa.
Sebelum keliling mencari kosan, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Kami pun memilih paket makan yang tersedia disana, ada shabu-shabu dan yakiniku. Rama memilih paket shabu dan grill agar aku bisa mencicipi semuanya. Dia pasti tahu kalau aku belum pernah mencoba nya. Apakah ada laki-laki sesempurna ini?
''Kamu mulai kuliah kapan?'' tanya nya di tengah makan siang kami.
''Dua minggu lagi Kak.'' aku baru tahu shabu-shabu itu irisan daging sapi dan bakso sejenis olahan ikan yang dimasukan ke dalam kuah panas. Lumayan enak menurutku. Beda dengan sabu yang selama ini ku kenal. Sabu di Mang Udeng alias sarapan bubur, hihihi ngakak abiieezz.
''Berarti hari ini kita cari kosan dulu, Minggu kita cari kebutuhan untuk kuliah kamu seperti baju untuk kuliah dan lain-lain. Kalau kita cari hari ini semua nggak akan keburu. Jadi Minggu barang-barang yang kamu beli bisa langsung kamu simpen di kosan, jadi dari Cianjur kamu bawa barang-barang seperlunya aja. Kita beli semuanya hari Minggu.'' Daebak, apa karena dia konsultan jadi se-detail ini?
''Kak, eh maksudku Rama.'' dia tersenyum mendengar panggilanku.
''Sopan nggak sih aku manggil Rama.'' lanjutnya
''Kalau kita lagi berdua gini, sopan-sopan aja. Kecuali ada Mama kali ya.'' Ucapnya tersenyum
''Kita nggak apa-apa sedeket ini? Aku nggak enak sama Ibu kalau tahu kita sedeket ini.'' kataku sambil menunduk
''Selama nggak ngeganggu kuliah kamu, seharusnya nggak masalah. Makanya kamu jangan pacaran. Apalagi sama cowok lain.'' Rama menasehati sambil menikmati daging yakiniku nya yang ternyata rasanya cenderung gurih manis. Cowok lain maksudnya?
''Kalau sama aku boleh.'' lanjutnya tanpa melihat ke arahku.
Aku tersedak, pacaran sama Rama? What? Gila kali si Rama.
''Kata Mang Ujang, anak asuh Ibu itu banyak, kamu gini juga ke anak asuh Ibu yang lain?'' sejujurnya aku sangat penasaran tentang hal ini.
''Gini gimana?''
''Ya gini, nganterin cari kosan, makan bareng.''
''Aku nggak kenal sama yang lain.''
Jadi cuma aku doang dia kaya gini?
..............................................................................
Rama
Gadis ini punya daya tarik tersendiri untukku. Aku yang tidak pernah merasa seperti ini dibuat pusing olehnya. Bagaimana tidak, hanya dengan berbalas pesan dengannya hatiku begitu melayang.
Pernah aku membalas pesannya ketika akan berangkat ke kantor. Saat itu aku sedang bercermin sambil mengetik pesan. Ku lihat pantulan wajahku di cermin seperti orang bodoh yang senyum-senyum sendiri.
Seperti Andri teman kantorku yang sedang bucin dengan anak marketing, seringkali senyum-senyum menatap ponsel nya. Apa aku juga sedang terkena sindrom bucin? Lucunya anak kuliahan seumuran adikku pula. Sekaligus anak asuh Mama. Ya Tuhan...
Apa ini terlalu jauh? No, semuanya masih di dalam kendali.
Aku tidak pernah masalah dengan status sosial seseorang. Semua manusia sama, itu adalah mutlak. Jika memang aku bucin kepada Mita, semestinya Mama tidak masalah. Iya kan? Terlebih orangtua ku yang mengajarkan itu semua. Cinta hak semua makhluk bukan?
Ponsel ku bergetar, pesan dari Sena.
''Kak dimana? Pulang kantor langsung pulang, ntar malem anterin aku ke Senopati.''
Ide iseng terbesit di kepalaku. Ku foto Mita dihapanku yang sedang minum tanpa sepengetahuannya.
''Lagi makan.'' tak lupa foto Mita turut aku kirim.
''Wah gila, sama siapa itu Kak? Jangan PHP in cewek terus Kak. Dosa lho'' aku tersenyum
''Anak asuh Mama yang kuliah di Bogor.''
Sena melakukan panggilan video, rupa nya dia terkejut. Saat Mita ke rumah kemarin, Sena nggak sempat bertemu Mita karena sedang asik nonton maraton drama korea.
''Kak, jangan macem-macem. Mana aku mau lihat.'' aku arahkan kamera depanku ke arah Rima yang terkejut melihat perempuan sedang video call Rama.
''Hai, aku Sena adiknya Rama.''
''Halo, aku Mita.'' Mita terlihat gugup.
''Kalau kakakku macem-macem lapor Mama aja. Biar dia dikirim ke US.''
''Enak aja, adek ngga ada akhlak. Dua tahun lagi lah aku S2 nya. Udah ah ganggu aja, awas lapor Mama ngga aku anter.'' terlihat Rama mengakhiri panggilan video.
Sejujurnya aku bingung harus bersikap dan bicara apa. Memusingkan.
*****
By the way anyway busway, kalau tidak merepotkan aku tunggu komen, like, dan support kalian ya karena aku penulis pemula disini 🌺🌺
Bisa juga berteman di dunia per-instagram an dengan follow Instagram aku @shintaanadrika dm aku biar aku follow back 🤗🤗
Semoga kita bisa berkawan rapat 🌺🌺🌺🌺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
Nucha
gooddd jobbbb thorrrr
2021-09-14
0
irish gia
oh Sena tuh Ade nya Rama yaaa
2021-09-11
0