Qameella bangkit berdiri dari kursinya setelah mendengar bel istirahat berdentang nyaring. Dengan membawa buku catatan dan kotak pensil, gadis itu bergegas bergerak menuju perpustakaan. Senyumnya mengembang di sudut bibirnya. Seakan ingin menemui sesuatu yang dapat menyenangkan hatinya. Karena saking senangnya sampai dia tidak melihat sosok Tari yang sudah menunggunya di depan kelasnya. Melewatinya begitu saja.
“Elo mau kemana sih Meel, buru-buru amat?” tegur Tari berusaha menyusul teman semasa kecilnya. Dia berlari kecil agar bisa menyamai langkahnya.
“Kemana gue … kayaknya enggak perlu gue jawab deh. Kan elo udah tahu kalo gue kayak gini berarti mau …”
“Iya, iya, gue tahu.” Sahut Tari cepat.
“Bagus deh, berarti gue enggak perlu ngomong banyak sama elo.”
“Meel, emangnya elo enggak tertarik apa sama kegiatan yang lain, selain pergi ke perpustakaan yang super ngebosenin?” Tari berusaha memprovokasi.
“Ehmm. Kayaknya enggak tuh!” Meella tidak peduli.
“Elo tuh!” Tari menghela nafas berat. “oke. Meel, elo mau gak kita entar malam keluar?” Tari mengalihkan pembicaraan.
“Ogah! Entar elo tinggalin gue kayak waktu itu.” Meella masih trauma peristiwa nonton balapan liar setahun yang lalu. Pasalnya setelah kejadian itu dia tidak pernah pergi keluar malam lagi.
“Gue kan udah minta maaf ribuan kali ke elo tentang masalah itu. Tapi kali ini gue janji, plis ya …”
Meella menghentikan langkah kakinya tiba-tiba. Tari pun ikut berhenti dengan tampang memelas. Rona wajah Meella tampak tidak bersahabat. Namun Tari tidak menghiraukannya. Karena tanpa Meella bersamanya orang tuanya tidak akan mengizinkannya keluar rumah. Sementara dia harus pergi menemui Dimas di sana.
“Tar, sori ya. Kalo elo ngajakin gue ngayap-ngayap enggak jelas, elo datang ke orang yang salah. Mending elo minta si Mitha, si tukang keluyuran sama enggak jelasnya kayak elo.” Meella sejak dulu tidak suka keramaian. Dia lebih suka berada di rumah dengan suasana tenang. Tetapi gara-gara Tari sesekali dia mendatangi tempat keramaian.
“Yah, elo. Mana bisa gue jalan sama si Mitha. Gue kan akrabnya sama elo. Dan lagi, cewek basket super sibuk kayak dia mana ada waktu buat sekedar jalan sama gue. Yang ada cuma buang waktu dia doang?"
Mitha adalah saudara kembar Meella yang hobi basket. Sering keluar rumah tanpa mengenal waktu. Gadis itu cukup tebal kuping, walaupun sering diomelin oleh kedua orang tuanya tidak pernah mengurungkan niatnya kabur dari rumah. Sedangkan Meella yang tidak tertarik pergi keluar rumah. Cenderung menyendiri di dalam kamarnya.
"Nah, itu elo udah sadar. Apa yang elo kerjain itu emang enggak ada gunanya, cuma buang waktu doang."
"Tapi Meel, buat kali ini ... gue mohon banget elo mau bantui gue." Tari mengatupkan kedua tangannya memohon belas kasihan. Dia tahu inilah kelemahan Qameella. Gadis itu tidak akan sanggup melihatnya sedih. Tari tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. "gue janji, tempatnya aman. Lagian pasar malamnya enggak jauh kok. Plis ..."
Meella menghela nafas. "Gue pikir-pikir dulu aja." bergerak pergi meninggal Tari.
"Asyik!" Tari melonjak kegirangan.
"Jangan senang dulu. Gue belum bilang iya, ya?" pekik Meella tanpa menoleh.
"Gak papa. Tapi ada kemungkinan elo setuju kan?" Tari langsung celingak-celinguk setelah Meella tidak lagi ada dalam pandangannya. "cepat banget udah hilang aja." gumamnya heran.
*
Qarmitha bergerak pergi meninggalkan kelasnya bersama Yasmin, Sarah, dan Amel. Mereka berempat menuju kantin sekolah. Mendadak Amel mengingat tugas sekolahnya yang belum diselesaikan. Dia tampak sangat gelisah. Biasanya gadis berkacamata minus itu selalu rajin menyelesaikan semua tugas sekolahnya dengan baik. Dia adalah satu-satunya tumpuan tempat menyontek ketiga sahabatnya.
"Guys, tugas Sosiologi yang dikasih Pak Haris minggu lalu udah pada kelar belum?" tegur Amel membuka pembicaraan.
"Belum." Yasmin dan Sarah menggelengkan kepala kompak.
"Nah, kalo elo gimana, Tha?"
Qarmitha tampak anteng dan santai. Di dalam geng yang terdiri atas empat orang gadis cantik dan aktif, hanya Mitha satu-satunya yang tidak pernah peduli dengan pelajaran yang diampunya di sekolah. Di dalam otaknya hanya ada ruang untuk menyusun strategi permainan basket agar dapat membawa timnya menuju kemenangan. Dengan polosnya gadis itu menyeringai lebar. Mencebik bibir seraya mengangkat alis dan bahunya.
"Yah, elo gimana sih, Mel? Si Mitha ditanya pr minggu lalu. Mana ada waktu dia belajar. Hidupnya cuma disibukin sama basket, keluyuran, basket lagi." sahut Yasmin sinis. Meletakkan lengannya di atas bahu Sarah.
"Kenapa lo, Mel? Tumben tanya-tanyain pr segala. Biasanya elo paling nyantai." sambung Sarah heran. "karena dari kita berempat elo doang yang bisa jadi tumpuan kita-kita, ya nggak sih guys?" merangkul bahu Qarmitha.
"Yoi!" jawab Qarmitha dan Yasmin kompak.
"Itu masalahnya." raut wajah Amel terlihat cemas.
"Maksud lo?" kening Sarah mengerut meminta penjelasan.
"Gue ketiduran semalam, jadi gue lupa buat ngerjain pr." Amel terlihat ragu-ragu lalu tersenyum konyol.
"Yah, elo ... "
"Aduuuhh! Gimana ini? Gue enggak mau diblack list sama Pak Haris," suara Amel terdengar lirih.
"Caelah ... drama queen banget sih, Mel. Kalo soal itu elo tenang aja, kan ada gue." Qarmitha berlagak sok pahlawan.
"Cih! Model kayak si Mitha belajar, terus ngerjain pr? Turun hujan petir!" Yasmin berdecih.
Qarmitha menyeringai. "Elo semua gak percaya kalo gue udah kelar?"
"Benar kata Yasmin tadi. Siapa juga yang percaya elo udah kelar, Tha? Biasanya juga elo sibuk cari contekan ke kita-kita."
Yasmin dan Sarah duduk bersebelahan ketika mereka sudah berada di dalam kantin. Sementara Qarmitha dan Amel duduk berhadapan dengan mereka.
"Kalo kalian semua nggak percaya, cek aja buku catatan Sosiologi gue di tas." lanjut Qarmitha ringan.
"Yakin lo, Tha?" Yasmin terperanjat kaget.
"Iya. Elo enggak lagi ngigo kan Tha?" sanggah Sarah
"Kurang asem lo!"
"Kesambet setan mana lo, Tha? Tumben banget elo belajar." celoteh Amel girang.
"Siapa bialang gue belajar. Orang yang ngerjain pr gue si Meella." Qarmitha terkekeh kecil.
"Ah! Yang benar lo, Tha?" sontak mereka kompak.
"Benarlah. Kapan gue bohongin kalian sih?" Qarmitha tersenyum puas mengingat kejadian semalam yang telah berhasil membujuk Qameella turun tangan mengerjakan tugas sekolahnya.
Ketiga sahabatnya tersenyum lega. Mereka pun sepakat setelah selesai makan akan mengerjakan pr bersama di kelas.
Qarmitha tahu saudari kembarnya itu tidak akan mau mengikuti perintahnya. Maka dia menggunakan peristiwa tahun lalu sebagai andalan untuk menakutinya. Pasalnya Qameella tidak pernah terlibat dengan apa pun yang berhubungan peraturan di rumah. Tidak seperti dirinya yang selalu membangkang.
*
Qameella tampak bersusah payah dengan berjinjit di depan rak buku untuk meraih buku yang diinginkan. Terlalu tinggi letak buku itu hingga menyulitkannya untuk menjangkaunya. Tiba-tiba ada tangan yang terlihat bukan milik seorang gadis, dengan mudahnya menggapai buku tersebut.
Kontan Qameella terkesiap dengan cepat memutar kepalanya mengikuti arah buku itu bergerak. Alangkah terkejutnya dia melihat orang yang berhasil mengambil buku itu, hingga tanpa sadar matanya terbelalak.
"Rega." bisiknya dalam hati. Buru-buru matanya di tundukkan ke bawah. Merasai desiran halus tengah bergejolak di antara dua rongga dadanya.
"Nih, bukunya!" Rega langsung menyodorkan buku itu pada Qameella tulus.
Qameella menerimanya dengan senang hati.
"Makasih." ujarnya pelan. Wajahnya bersemu merah.
"Kamu bilang apa barusan? Aku kok nggak dengar ya?" keluh Rega seakan sedang menggoda.
Qameella tersipu malu. Menatap sekilas lalu menurunkan pandangannya ke bawah. Bibirnya yang mungil mengulum. Dengan keberanian yang hanya 20% dia berusaha mengucapkan kembali. Tentu saja sedikit menaikkan volume suaranya.
"Tadi gue cuma bilang ... makasih karena udah menolongin ambilin buku ini."
"Oh! Sama-sama." Rega tersenyum melihat sikap Qameella yang terlihat malu-malu di hadapannya.
Setelah itu berjalan mundur sambil terus menatap wajah manis gadis itu dan tersenyum. Meskipun kecantikannya terhalang oleh kacamata minus yang membingkai di wajahnya, pesonanya terlihat masih memancar. Setelah beberapa langkah membalikkan tubuh bergerak meninggalkan gadis itu di tempat semula.
Tiba-tiba Qameella teringat peristiwa setahun lalu. Dia belum mengucapkan rasa terima kasihnya karena cowok tampan itu telah menolongnya dari kejaran polisi dan gangguan tiga bajingan tengik. Kemudian dia mengangkat wajahnya dan berkata,
"Oya, Ga. Makasih juga udah no ... long gue ..." terpaksa tidak dia tidak melanjutkan ucapannya setelah menyadari dirinya hanya seorang diri di situ. Menoleh kanan-kiri mencari jejak Rega.
Setelah itu dia melihat cowok itu sedang duduk bersama Ryan di meja baca paling pojok. Diam-diam Qameella melihatnya dari celah buku yang tersusun di rak. Senyumnya terlihat semringah. Di dalam hatinya berharap suatu hari nanti bisa berbicara dan bercanda bersama Rega. Entah sebagi teman, sahabat, atau bahkan pacar. Dia tidak bisa berhayal terlalu tinggi tentang Rega. Karena dia sadar, Rega bukan cowok biasa. Tetapi dia adalah cowok paling populer di sekolah. Selain karena prestasi akademiknya. Cowok itu pun beberapa kali mengharumkan nama sekolah dalam turnamen basket antar sekolah sekota Bekasi mewakili sekolahnya.
Qameella membalikkan tubuhnya ketika Rega seakan menyadari ada yang sedang memperhatikannya dari kejauhan. Dia menghela nafas panjang. Memeluk buku yang tadi diambilkan Rega sambil tersenyum lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 197 Episodes
Comments
Tiara septiani Tiara septiani
aku mampir thor
2021-08-08
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
baca sampai bab 2 dulu.
lanjuttt..
2021-04-22
0