"Aku tahu"
Sontak atensi Varest ter-arah penuh pada Rea, dua kata yang terucap dari wanita disampingnya itu tiba-tiba membuat pemikiran baru muncul dari otaknya, apakah Rea sudah bisa melihat? sungguh dia tidak bisa membayangkan malunya saat ketahuan dari tadi dia diam-diam mengamati wajah cantik Rea.
Tidak ada kalimat atau sekedar kata yang terucap dari mulut Varest, hingga tawa ringan terdengar dari bibir ber-lipstik nude itu “Aku hanya pernah beberapa kali kesini sebelum aku kehilangan penglihatanku” jelasnya
Menghembuskan nafas lega namun bisa didengar jelas oleh Rea “kenapa?” tanyanya
Varest menggeleng “Tidak apa-apa”
“Kamu suka sunflower ?”
“Aku tidak menyukai bunga itu” Rea menjawab seraya menatap lurus tanpa ekspresi
"Kamu tau salah satu filosofi tentang sunflower?" tanyanya
Varest mengernyitkan dahi berusaha mengingat "Lambang kebahagiaan dan keceriaan, bukan?" ucapnya kurang yakin
"Bagaimana bisa sebuah tanaman dijadikan lambang akan hal itu?, lantas bagaimana jika akibat bunga itu kebahagiaan seseorang hilang? bisakah aku menyebutnya penghancur?”
Wanita yang bernama Edrea Leteshia itu menutup matanya menghalau cairan bening yang seakan dengan suka rela untuk keluar dari persembunyiannya. "Aku benci bunga itu karena aku menyukainya, dan aku membenci diriku sendiri"
Varest terdiam mengamati lekat fitur wajah Rea, ada perasaan sakit yang tertangkap dari mata wanita itu, mata yang merah dan mengkristal menandakan beban berat yang sepertinya dialami oleh Rea namun Varest tak bisa menebak asal akan hal itu, dia baru mengenal Rea dan bukan haknya untuk bertanya lebih jauh.
Varest berdehem sekilas menetralkan tenggorokan untuk memulai kembali percakapan ringan berharap situasi canggung tadi segera menghilang.
“apa kamu kesini sendiri?” tanyanya
Rea terkekeh mengedipkan matanya dua kali sebelum menjawab “aku nggak memiliki kemampuan melihat jalanan dengan mata batin Rest, aku datang bersama Mama ku”
Memang Varest tidak jago mencairkan suasana, pertanyaan apa itu? Bukannya kembali kepercakapan
santai dia malah memperkeruh, takut jika Rea tersinggung akhir dengan hati-hati berucap.
“Maaf Re, aku nggak bermaksud bu—“
“Santai Res, aku tidak apa-apa” ucap Rea, “Mama ku ada di ruangan Dokter yang menanganiku jadi aku meminta perawat untuk mengantarku kesini”
“Ah” Varest mengangguk paham “Oh iya, aku sampai melupakan sesuatu” tiba-tiba teringat dengan sang anak yang dititip di ruangan dokter kandungan.
Rea menukikkan alisnya bingung
“Sepertinya kamu dan Zee berjodoh, tadi pagi saat sarapan dia tiba-tiba bilang merindukan mu”
“Benarkah?” tanyanya antusias, “jadi dimana Zee sekarang?, aku juga mau mendengar ocehannya” lanjutnya seraya berusaha menangkap suara lucu itu
“Aku titip dia sama sepupu ku kebetulan dia adalah salah satu Dokter Obigyn disini” jelasnya meraih ponsel yang berada di saku jaketnya, “sebentar aku akan menghubunginya untuk membawa Zee kesini, dia pasti senang ketemu kamu”
Sekitar sepuluh menit berlalu Varest sudah menghubungi sepupunya untuk membawa Zee ke taman dimana dia berada namun sepertinya pemeriksaan diruangannya masih belum kelar hingga menit kelima belas baru suara lucu itu terdengar memanggil dirinya.
“Papa, kenapa lama syekali beli minumnya?” tanya anak itu sesampainya disamping Varest
Ah, dia melupakan bahwa tadi dia menitipakan sang anak untuk kekantin membelikan minuman untuknya tapi malah melihat Rea yang duduk sendirian di taman hingga menemaninya sampai sekarang.
Menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “maaf Zee Papa lupa”
Zee mengembungkan pipinya lucu “Ji syampai hampil mati kehausyan Pa, untung ada Doktel cantik” omelnya mendramatisir
Mendengar ocehan Zee yang lucu seketika membuat tawa Varest, Rea dan Fani (read sepupu Varest) mengudara, sungguh anak ini terlalu berlebihan tidak minum selama beberapa menit tidak mungkin membuat orang langsung mati apalagi sebelumnya sudah sempat minum.
“Eh, itu syapa Pa?” tanya Zee saat menyadari bahwa ada orang lain yang berada di samping sang Papa
“Hai, Zee” Rea menelengkan kepalanya mengahadap asal suara sambil melambaikan tangan
“Tante cantik? Ji tidak syalah liat kan?” tanyanya dengan kedua tangan yang ditempelkan di kedua pipi gembulnya
“Dasar drama” cibir Fani yang sudah hafal dengan tingkah lucu keponakannya, membuat Rea dan Varest terkekeh pelan
“Ji kangen syama Tante cantik” ucapnya berlari kehadapan Rea
Meraba wajah Zee dan mengelus pipi gembul itu seraya berucap, “benarkah?” tante juga kangen Zi”
Varest memperhatikan interaksi keduanya dengan Zee yang mengoceh panjang lebar menceritakan bagaimana dia dengan beraninya berusaha menahan takut saat Dokter mencabut giginya hanya untuk terlihat tampan dan pintar saat bertemu dengan Rea yang dipanggilnya tante cantik itu, hingga tepukan ringan mendarat pada bahunya dari Fani yang pamit untuk kembali keruangannya.
Varest menoleh dan mengangguk setelahnya perhatinnya kembali pada Rea dan Zee. Jika orang lain melihat kebersamaan mereka yang terlihat bahagia dengan ocehan sang anak yang berada ditengah ibu dan ayah mereka akan berfikir ketiganya adalah keluarga yang sangat bahagia, dilihat dari tatapan Varest yang terasa tulus menatap kedua orang di depannya Rea yang tak hentinya tertawa mendengar ocehan Zee.
“Giginya Zee sudah tidak sakit yah?” tanya Varest ditengah ocehan sang anak
“Memang tidak syakit kok” jawabnya mengelak
“Jadi yang tadi nangis pas giginya selesai dicabut siapa yah?” Varest menyentuh dagunya dengan telunjuk mendongak keatas seperti orang berfikir yang sesekali mengintip untuk melihat ekspresi anaknya
Zee menyengir menggoyangkan badannya lucu, “Hehe, itu cuma dlama” elaknya meniru kata yang sering diucapkan oleh tantenya untuknya padahal dia belum terlalu paham arti kata itu
Varest dan Rea tertawa sampai tak sadar jika air mata Rea menggenang di ujuk ekor matanya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments