Aroma kopi yang berasal dari dalam ruangan berdesain modern minimalis itu tercium saat pintu terbuka, menyeruak pada setiap sisi ruang yang lebih dominan pada etalase kaca dengan kue-kue yang berjejer rapi di dalamnya, menggugah selera pecinta rasa manis dan pahitnya kopi.
Usaha yang menguntungkan, dengan posisi tempat yang berpusat di Ibu Kota serta sasaran pemasaran pada kaum muda hingga tua yang menjadi penggemar setiap menu yang tertulis huruf capital dalam kertas tebal dengan tulisan yang tercetak timbul identitas Kafe berwarna kuning coklat Sunflower.
“Tunggu lah disini!, mama mau ke toilet sebentar” ucap Jenny kepada Rea
“Aku masih butuh tangan mu, Ma, aku akan diam disini” jawab Rea dengan pandangan lurus kedepan
Jenny tersenyum lirih “Mama tidak akan lama”
Rea diam tak menimpali hingga tapak kaki sang Ibu terdengar menjauh dari tempat dia duduk, dia menghela nafas keras meremas tangannya yang diletakkan diatas paha, kecamuk bayangan siang yang amat dirindukannya berlari diatas kepala. Lamunanannya terpecah saat suara wanita menyapa meletakkan potongan cake bertopping bubuk kopi serta dua gelas vanilla latte pesanan Ibunya.
“Terima kasih” balasnya
Melepaskan genggaman tangannya pada dress, dia berusaha mengambil sendok yang terletak dipinggiran piring cake namun malah menyenggol tongkat yang berada disisi meja. Dia mengumpat dalam hati
“bisakah kau mempemudah aktifitas ku hari ini” Rea menggigit bibirnya gemas
Ingin rasanya dia memaki nasibnya sekarang, meminta untuk dilenyapkan ditempat yang pasti orang-orang yang berada di dalam ruangan itu akan menatapnya dengan rasa ibah, seorang wanita muda yang sudah bergantung hidup dari tongkat yang bisa diatur panjang pendeknya untuk jangkauan didepannya. Tentu dia benci saat pandangan itu terarah padanya, dia tak suka dikasihani, bukan demikian yang dia harapkan tapi takdir telah mempermainkannya.
Rea menggeser kursi untuk memberikan ruang untuknya berjongkok meraba lantai mencari pengarah jalannya “Sejauh mana kamu terjatuh tongkat sakti?” tanyanya entah pada siapa
Sepertinya pertanyaan itu didengar oleh tongkat hingga ujungnya menyentuh punggung tangan Rea
“Tante sakit yah?” salah, bukan tongkatnya yang mendengar dan bersenang hati untuk berjalan mendekatinya, tapi bocah ini yang membantunya
Rea tertegun mengulas senyum sebelum berkata, “Tante tidak apa-apa, terima kasih” menumpukan tangannya pada paha untuk berdiri
“Ji di bawah sini Tante” ucap Zee yang menarik ujung dress selutut Rea saat tatapannya salah mengira tempat Zee berdiri
“Ah, maaf—maaf, Tante tidak melihat mu” ucapnya sembari membungkuk mensejajari tubuhnya dengan Zee “Tante boleh pegang wajah mu tidak?” tanyanya
Bocah berpipi gembul itu mengangguk, “Boleh” katanya seraya meraih tangan Rea.
Tersenyum, Rea meraba wajah Zee dari pipi, mata dan hidung. Gelenyar aneh terasa di dadanya sesak tetiba datang dan matanya seakan memaksa mengkristal, Tuhan, Rea merasa nyaman menyentuh wajah anak ini. Sedikit melamun hingga suara Jenny terdengar
“Re, kamu nggak apa-apa?” Jenny memegang pundak Rea saat menyadari anaknya sedang menahan tangis
Zee mendongak menatap Rea bingung “Tante cantik nangis?, emang Ji jelek yah, kok tante nangis?" Memeriksa wajahnya sendiri
Jenny dan Rea tertawa, tingkah Zee yang begitu lucu tanpa sadar membawa tawa Rea mengudara untuk yang pertama kalinya setelah kejadian itu.
Tawa lepas dari Rea tak lepas dari pandangan Jenny sebagai seorang Ibu dia begitu merindukan anaknya yang dulu, gadis yang ceria, dan tak sadar matanya pun berkaca-kaca. Sedangkan Zee yang berada didepannya masih saja memeriksa wajahnya dengan tangan mungilnya serta ekspresi bingung, benarkah wajahnya sejelek itu? Fikirnya
“Zee?” suara bariton menginterupsi tawa dari kedua wanita yang berbeda usia itu
Lelaki yang memanggil Zee itu mendekat mengerutkan dahi melihat dua orang wanita yang menjadi pelanggan di Kafenya tertawa hingga salah satunya bertanya, “Apakah dia anak mu?” tunjuk Jenny kepada Zee yang sebelumnya menghapus air mata yang sempat mengenang diujung ekor matanya.
Varest tersenyum mengangguk setelahnya menggendong Zee yang sedikit merengek karena tiba-tiba diangkat.
“Maafkan anak saya kalau sudah membuat kalian tidak nyaman” Varest berucap sambil mengelus kepala Zee.
Merasa tak membuat masalah Zee menatap sang Papa dengan bibir yang sudah mengerucut “Ji, tidak nakal-nakal, tadi Tante cantik jatuh, ji bantu tante, iya kan?” jelasnya sekaligus meminta dukungan kepada Rea yang dibalas anggukan serta senyum hangat
“Anak mu lucu, sangat pintar” puji Jenny yang membuat bocah yang dimaksud itu mengangkat kepalanya bangga, “Sepertinya anakku tadi tidak sengaja jatuhin tongkatnya” jelasnya saat melihat tongkat yang berbeda posisi dari pertama dia tinggalkan.
Diam sekian detik, Varest memperhatikan mata gadis yang berada disamping Jenny, seakan tak percaya gadis cantik dengan mata coklat itu memiliki kekurangan demikian.
“Ma..” Rea memegang tangan Jenny memberi isyarat untuk menyudahi obrolan
Sungguh dia mengetahui ekspresi apa yang sekarang dipasang oleh lelaki ini, dia tidak menyalahkan akan hal itu akan tetapi itu sedikit meyakitkan untuknya saat dipandang dengan rasa kasihan oleh orang sekitar, memang apa salahnya jika seseorang buta?
“Papa jangan liatin Tante cantik begitu” Rengek Zee tidak suka melihat sang Papa memandang Rea lekat
Varest mengerjabkan matanya berganti melihat bocah yang memberontak di dekapannya, “Memang kenapa?”
"Nanti Papa suka sama Tante cantik" ujarnya lucu
Varest tertawa "kalau tantenya yang suka Papa kayak apa dong?" godanya
Zee menggelengkan kepalanya tak terima "Tante cantik tidak suka olang jelek Pa"
Rea yang sempat merasa tak nyaman akhirnya kembali tertawa, perdebatan Papa dan anak yang saat ini didengarnya cukup menghibur, dan ternyata tawanya pun menjadi perhatian dari Varest sendiri.
"Perkenalkan saya Varest pemilik Kafe ini" mengulurkan tangan kedepan Jenny dan Rea yang masih menyisakan tawa pada suaranya
"Ah maaf, Saya Jenny" jedanya menjabat tangan Varest "Dan ini anak saya Rea" lanjutnya dengan tangan yang mengelus pundak Rea
Varest tersenyum "senang bisa bertemu dengan mu Re" ucapnya yang dibalas senyuman pula oleh Rea
"Pa, ji tidak dikenalin sama Tante cantik sama Nenek cantik?" buntalan menggemaskan itu menginterupsi merasa tak dianggap
"Papa lupa" berusa menahan tawa melihat sang anak yang semakin menggemaskan "Dan ini anak saya namanya Zee"
"Namaku Ji Tante, Nenek" memperkenalkan diri dengan bangganya
"Zee bukan Ji" goda Varest yang berhasil membuat sang anak memanyunkan bibirnya
"Zee, senang bertemu dengan mu" Rea mengulum senyum
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Kalis Gomes
nyimak dulu
2022-02-11
0