Gemerlap lampu dari panggung nan megah itu mewarnai malam yang cerah, ditemani dengan alunan musik rock yang menggema di tengah lapangan daerah pinggir kota menambah keramaian suasana nya. Waktu menunjukkan pukul 00:30 ketika lagu terakhir dibawakan.
Setelah menyelesaikan konsernya, satu per satu personil mulai meninggalkan panggung Dan masuk ke dalam tenda yang telah disiapkan pihak panitia untuk para personil band beristirahat.
"Ya.. Sama-sama, have a nice night ya.." Ucap Nathan seorang gitaris di grup band rock tersebut kepada para fans wanitanya. Dibanding anggota personil yang lain, fans Nathan memang lebih banyak. Alasannya tidak lain adalah karena memang Nathan lah yang paling tampan diantara teman-temannya.
Pria itu memiliki tinggi badan kira-kira 180cm, lahir dari perpaduan ibu ber darah Minang dan ayah yang berasal dari Amerika menjadikan paras nya begitu rupawan. Ia memiliki dua buah mata indah dihiasi bola mata berwarna cokelat terang, hidung mancung yang nyaris sempurna serta bibirnya yang tipis namun amat manis ketika dia tersenyum. Kulit nya putih kemerahan khas orang Amerika. Nathan benar-benar akan menyihir dan membuat jatuh cinta perempuan manapun yang ditemui nya.
"Gak ada habisnya ya.." Cibir Mike, si vokalis ketika melihat para kaum hawa yang selalu tidak tahan untuk minta foto bareng dengan kawannya tersebut. Sementara dia yang di senggol menanggapi nya dengan senyuman sinis
"Sirik aja lo ah.. Nih Nath.. Buat tambah energy," Adly si drummer menyodorkan botol minuman beralkohol kepada Nathan dan diterima dengan senang hati oleh sang gitaris.
"Kemana si Nico,?" tanya Nathan setelah menenggak minuman nya hampir setengah botol.
"Ceweknya dateng."
"Trus?" Ucap Nathan santai.
"Kayak nggak tahu aja lo Nath," Mike menanggapi.
"Bubar.. Bubar.. Jangan suka gosip," Nico tiba-tiba muncul dan bergabung dengan personil yang lain. Wajahnya nampak kusut.
"Kenapa sih cewek lo? Lama-lama lo jadi kayak ATM berjalan-nya aja," Komentar Nathan. Sementara Nico memilih untuk mengabaikannya.
"Udahlah Nath.. Nico nya juga seneng seneng aja tuh," Mike menimbrung.
"Bukan begitu Mike, gue cuma kasihan aja sama Nico, itu cewek kayaknya lagi-lagi nggak bener mau ke dia."
"Bukan urusan lo Nath!," Sambar Nico.
Nico memang terbilang payah dalam urusan cinta, berkali-kali gagal, ceritanya pun hampir sama. Wanita wanita itu hanya menjadikan Nico bak mesin ATM mereka, meminta dibelikan ini itu, setelah puas mereka pergi. Tidak ada yang bertahan lama.
Sebagai teman satu profesi dan sahabat yang cukup dekat, Nathan merasa miris melihatnya. Tak jarang Nathan menasehati, tapi ucapannya seperti sama sekali tidak masuk telinga kanan dan keluar melalui telinga kiri, bahkan masuk ke telinga kanan pun tidak, kata-kata Nathan terbang terbawa angin dan tidak sempat masuk telinganya.
Tapi kendati demikian, Nico seolah tak merasa kapok sekalipun. Dia bahkan juga menyandang gelar sebagai buaya darat yang hobi bergonta-ganti pasangan. Sungguh rumit, pikir kawan-kawannya yang lain.
"Boys.. Gue balik duluan ya.. Rada kurang enak badan" Regy, manager band ber-aliran rock bernama black romance itu memotong obrolan di antara para personil yang tengah bersitegang karena masalah percintaan Nico. Untuk hal ini, Nico sangat berterimakasih pada Regy karena telah menyelamatkannya dari ceramah kawan-kawannya.
"Iya bro.. Duluan aja," Sahut Adly.
"Hati-hati." Tambah Mike, dan disusul lambaian tangan dari Regy yang bergegas meninggalkan mereka.
"Gue juga, pengen istirahat cepet-cepet.." Nathan meraih tas berisi gitar kesayangannya dan segera menghabiskan minumannya. Kemudian dia melakukan high five dengan teman-temannya termasuk dengan Nico, yang malam itu hanya diam tak banyak bicara.
Laki-laki gagah dan tampan itu menghampiri mobil jeep berwarna silver metallic miliknya yang terparkir tak jauh dari panggung. Memposisikan dirinya di belakang kemudi dan lekas pergi menjauh menuju apartment tempat tinggalnya.
...***...
Mobil Jeep itu berhenti dan terparkir di basement sebuah apartment mewah di ibu kota. Apartment itu milik orang tua Nathan, namun karena ibu nya juga memiliki rumah di Bandung, maka pada akhirnya Nathan tinggal seorang diri, dengan dibantu seorang asisten rumah tangga untuk membereskan apartment nya.
Asisten itu pulang pergi karena memang rumah nya tidak jauh dari sana.
Dan juga, terkadang ibunya masih suka menginap di apartment tersebut, untuk sekadar mengetahui kegiatan anak bungsunya.
Nathan berjalan santai keluar dari mobilnya, melewati lobby, kemudian menaiki lift yang berada di gedung yang memiliki dua puluh lantai tersebut. Apartment Nathan berada di lantai lima belas, dan memiliki dua lantai. Terdiri dari ruang tamu juga merangkap jadi ruang keluarga, dua kamar tidur, dua kamar mandi yang salah satunya berada di kamar yang Nathan tempati, satu ruang studio serta dapur yang menyatu dengan ruang makan. Apartment nya sengaja di tata tanpa sekat agar memberi kesan luas.
Sesampainya di depan pintu ia segera menekan password di tombol pintu tersebut, lalu cepat cepat masuk dengan membawa setumpuk rasa lelah di tubuhnya.
Dia baru akan menuju kamarnya yang berada di lantai dua ketika menyadari televisi di ruang keluarga sedang menyala. Matanya tertuju seketika kearah sana, memperhatikan seseorang yang tengah duduk di sofa membelakangi arah nya saat ini.
Beberapa detik kemudian ia pun mengurungkan niat untuk langsung ke kamar. Rasa penasarannya lebih besar dibanding lelah nya sekarang. Pria itu dengan sigap berjalan menuju ruang keluarga yang posisinya tak jauh dari pintu masuk juga tangga menuju lantai dua.
"Baru pulang?," Ucap seseorang yg suaranya sangat tidak asing baginya.
"Bunda?," Tanya Nathan yang merasa terkejut dengan kehadiran bundanya yang tiba-tiba. Karena ketika dia akan pergi, sudah dipastikan apartment nya dalam keadaan kosong. Rupanya bunda datang dari Bandung mendadak, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
"Jam berapa ini nak?," Tanya bunda.
"Mau sampai kapan begini terus? Pulang larut malam, kadang malah tidak pulang," Sambung bunda. Nathan menghampiri sang bunda yang tidak beranjak dari sofa, dan berbicara dengannya tanpa menatap wajahnya. Kemudian ia juga ikut duduk di sofa empuk berwarna abu-abu dan berbentuk letter L tersebut, berhadapan dengan bunda.
"Ini pekerjaanku bun."
"Memang nya tidak ada pekerjaan lain?," Nada bicara bunda mulai ketus.
Sebenarnya, Nathan cukup lelah dengan pertanyaan bunda nya yang selalu di ulang jika sedang bertemu. Dia mengerti bunda tidak suka dengan ke-ikutsertaannya di band rock itu. Karena dari band tersebut Nathan mengenal barang-barang haram, bahkan mentatto kedua tangan dan punggungnya.
Ia juga sempat mendekam di balik jeruji besi karena kasus penyalahgunaan narkoba. Bunda yang saat itu tidak tega, dan begitu terpukul melihat anak yang disayangi nya di penjara pada akhirnya menebus nya dengan memberi sejumlah uang, agar anak nya di bebaskan.
Namun setelah menghirup udara kebebasan, Nathan seperti tidak kapok. Beberapa kali bunda memergoki Nathan masih saja memakai barang haram itu. Dan di pikirnya, itu semua karena Nathan masih berhubungan dengan teman-teman satu grup band nya tersebut, yang mana mereka lah yang mengenalkan Nathan dengan narkoba.
"Mungkin ada, tapi passion ku di musik."
"Sudah berapa kali bunda bilang, kalau ingin bermusik silahkan, tapi tolong cari kawan satu profesi yg baik.. Jika kamu masih saja bergabung dengan anak-anak itu, kamu tidak akan pernah berubah Nath!," Bunda mulai mengomel.
"Entah dengan cara apa lagi bunda membuat kamu menjauh dari mereka," Sambungnya.
"Maaf bunda, aku capek banget. Aku ingin istirahat.. Bunda juga istirahat ya.. Maaf aku tidak bisa menemani bunda sekarang," Ucap Nathan seraya bangkit dari duduk nya dan berjalan meninggalkan bunda yang masih diselimuti emosi.
Bunda memijit-mijit dahinya, ia bagai kehabisan akal untuk membuat anak nya benar-benar bertobat.
Sejurus kemudian, bunda menekan tombol off pada remote untuk meng-switch off televisi yang menyala, saksi bisu yang menyaksikan perdebatan antara ibu dan anak tersebut.
Waktu sudah menunjukkan pukul 01:40, ia lalu memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah tak lagi muda itu. Khawatir diri nya akan drop jika memaksakan untuk terus berfikir mencari jalan keluar agar Nathan mau mengikuti keinginannya.
...***...
Matahari telah bersinar, menandakan pagi telah datang. Sang asisten rumah tangga yang terbiasa membantu Nathan tengah sibuk menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan tuan mudanya. Walau ia tahu, sang tuan muda seringkali baru akan bangun ketika matahari hampir mencapai puncaknya.
Namun karena hari ini ada bunda, ia bergegas menyiapkan sarapan untuk disantap sang nyonya besar terlebih dahulu.
"Pagi bu.." Sapa sang asisten yang biasa di sapa mbak Asih itu kepada bunda yang baru saja memasuki area dapur.
"Pagi mbak.." Bunda menggeser kursi untuk di tempati nya.
"Silahkan bu.." Mbak Asih menyodorkan secangkir teh hangat dan roti panggang untuk majikannya itu.
"Terimakasih.." Jawab bunda seraya tersenyum ramah dan meraih cangkir teh nya terlebih dahulu.
"Hari ini ada jadwal ke pasar mbak?," Tanya bunda.
"Kebetulan ada bu.. Maaf, ada yang ingin ibu titip?."
"Saya ingin ikut, memang ada yang ingin saya beli, tapi maunya cari sendiri," Ucap bunda.
"Baik bu.. Tapi, mohon tunggu sebentar lagi ya bu, karena masih ada beberapa pekerjaan yang harus di selesaikan sekarang," Kata mbak Asih.
"Iya.. Santai saja mbak," Jawab bunda sambil menyeruput teh nya dan men-scrolling ponselnya.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arah dapur. Bunda menolehkan kepala dan mendapati putranya yang sudah rapih mengenakan kaos hitam junkist dan celana jeans, lengkap dengan sepatu jenis boots berwarna hitam yang biasa dikenakannya untuk manggung. Ia juga menghiasi garis matanya dengan pensil alis hitam agar memberi kesan gotik pada diri nya, salah satu hal yang tidak bunda suka dari penampilan anak nya.
"Pagi bun," Sapa Nathan sambil mengusap bahu bundanya, dan menarik kursi di sebelah bunda untuk di dudukinya.
"Pagi nak.. Sudah mau pergi lagi?," Tanya bunda dengan nada interogasi.
"Iya." Jawab Nathan singkat. Bunda diam tanpa merespon.
"Kemarin bunda sampai Jakarta jam berapa? Sendiri atau di antar?," Ucap Nathan membuka obrolan kembali dengan ibu nya yang mulai acuh.
"Bunda sampai Jakarta siang, langsung kesini.. Di antar pak Eko," Jelas bunda. Pak Eko, supir pribadi plus orang kepercayaan bunda, biasa nya akan tidur di mobil jika bunda akan kembali ke Bandung esok harinya. Tapi jika bunda menginap beberapa hari ia akan kembali ke Bandung dan menjemput jika sudah di telepon.
"Ooh.." Nathan beranjak dari kursi nya seraya membuka kulkas yang berada tak jauh dari meja makan untuk mengambil jus jeruk. Lalu ia menuang jus itu ke gelas nya dan kembali duduk menemani bunda.
"Nath.. Lihat deh, kakakmu Keenan, hebat sekali dia ya, sudah berhasil meraih cita-citanya. Sudah jadi dokter, sekarang sedang menempuh pendidikan lagi agar bisa jadi konsultan. Kamu patut bangga dengannya," Ucap bunda sambil menunjukkan ponselnya yang sedang membuka foto Keenan, kakak kandung dari Nathan.
Berbeda dari Nathan, Keenan memang lebih penurut, ia selalu menuruti perkataan bunda. Laki-laki cerdas yang selalu membanggakan orangtua nya sejak dulu.
Nathan mulai tidak mood mendengar perkataan bunda yang akhir-akhir ini mulai sering membandingkan diri nya dengan kakaknya lagi. Tanpa pikir panjang ia segera menghabiskan jus jeruk di gelasnya dan bergegas pergi.
"Bun.. Aku jalan dulu," Ucap Nathan berlalu dari hadapan bundanya. Tak ada jawaban dari bunda yang pusing melihat kelakuan anak nya itu, ia hanya menggelengkan kepala dan menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menyanggahnya di meja.
"Lho.. Mas Nathan sudah bangun toh? Mau sarapan apa mas? Biar saya siapkan," Mbak Asih yang berpapasan dengan Nathan saat pria itu hendak meninggalkan dapur langsung mencecarnya dengan pertanyaan.
"Nggak.. Saya buru-buru." Jawab Nathan tanpa menghentikan langkah nya. Ia membuka pintu depan apartment nya dan langsung pergi secepat kilat. Sedangkan mbak Asih hanya memandangnya keheranan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments