Suasana pagi itu yang ternyata tidak terlalu macet, membuat Ayunda sampai lebih cepat tanpa pernah terduga sebelumnya.
"Alhamdulillah sampai juga." Ucapnya melepas helm dan jaket yang dikenakannya.
Jarum jam menunjukkan pukul 06.45 WIB, tetapi hari itu entah mengapa kampus masih saja sepi.
Ayunda pun memutuskan untuk duduk di tempat yang tersedia di area taman kampus. Tempat dimana menjadi area para mahasiswa untuk mendiskusikan isu-isu terupdate serta eraktual, untuk menyelesaikan tugas, atau untuk sekedar kumpul bersama untuk melepas penat.
"Masih sepi aja? Padahal aku kira aku bakal telat." Ayunda bermonolog sendiri. Karena Ayunda tak menyangka kalau dirinya paling awal sampai di kampus pagi itu.
Sesekali Ayunda menengok kesana-kemari. Tak lupa ia mengirim pesan pada Hanum sahabat terdekatnya.
"Hanum kamu sudah sampai mana? Aku tunggu kamu di kursi taman!" Chat terkirim namun masih centang dua abu-abu.
Beberapa menit kemudian ...
Sudah bermenit-menit namun sayangnya masih belum ada balasan dari Hanum. Bahkan notifikasi pesan terkirimnya masih sama seperti diawal yaitu masih centang dua abu-abu.
"Oke, sabar dulu saja Ayunda!" Menarik nafas sambil menenangkan diri, "Hanum pasti lagi nyetir, makanya belum sempat membalas chat kamu."
Dikursi taman yang menghadap ke arah timur, membuat Ayunda sedikit menyipitnya netranya karena terkena silau dari cahaya sang mentari pagi.
Anehnya, bukannya Ayunda berpindah tempat, tetapi Ayunda malah membuka netranya walaupun sedikit sulit karena kesilauan. Ia pun menatap sinar matahari itu dengan mata indahnya di sertai bulu matanya yang lentik.
Ternyata Ayunda, berdecak kagum melihat sinar sang mentari yang pagi itu terlihat begitu indah dan menenangkan dengan kegagahan sinarnya. Seakan-akan mampu menghangatkan jiwa seseorang yang melihatnya dengan sinerginya.
"MasyaAllah, matahari hari ini menampakkan sinarnya dengan begitu gagah!" Ucap Ayunda menyipitkan matanya menatap matahari pagi itu.
Sejenak Ayunda berpaling dari menatap sinar mentari pagi. Menghadapkan dirinya ke langit yang juga cerah pagi itu, menatap alam semesta dan mengingat akan Kebesaran Allah SWT. Dan Ayunda pun berdoa, "Ya Allah bantu hamba untuk bisa menampakkan sinar seperti ia sang mentari yang mampu menampakkan sinarnya dengan begitu gagah lagi menghangatkan, aamiin."
Tak selang beberapa lama, terdengarlah seseorang yang ikut mengaamiinkan do'a Ayunda tersebut.
"Aamiin ya rabbal alamiin." Sahut seseorang yang tak Ayunda kenal sebelumnya. Karena Ayunda kembali fokus menatap ke arah sang mentari lagi setelah ia selesai berdoa.
Merasa begitu tak asing dengan sahutan suara tersebut, Ayunda pun berpaling dari menatap sang mentari. Ayunda mengarahkan wajahnya ke sumber suara tersebut berasal.
Dan alangkah kaget dirinya bahwa yang mengaamiinkan do'anya tersebut adalah dosen killer yang diperbincangkan oleh Ayunda pagi tadi bersama keluarganya.
"Emm ... maaf Pak!" Dengan sedikit bingung dan ragu-ragu Ayunda memulai berbicara dengan pria yang masih anteng berdiri dengan gaya coolnya di samping kursi yang Ayunda duduki.
Saat mengarahkan pandangannya ke sumber suara tersebut, Ayunda begitu terkejut karena ternyata pemilik suara itu merupakan dosen killer yang menjadi topik pembahasan dirumahnya sekitar satu jam yang lalu.
"Loh, kenapa minta maaf?" Tanya Pak Dosen yang berpakaian begitu rapi. Berumur sekitar 28 tahunan.
"Kamu tidak berbuat salah sama saya!" Terangnya lagi dengan gaya yang tetap cool dan penuh wibawa sebagai seorang dosen.
Ayunda yang permintaan maafnya dijawab seperti itu malah merasa serba salah, tetapi ia kembali memberikan alasan kenapa ia meminta maaf, "Tetapi kesannya saya tidak sopan Pak!"
Ayunda meminta maaf karena merasa harus tetap menjaga sopan santunnya.
"Oke, take it easy!" Jawab Pak Dosen killer tersebut menginstruksikan agar Ayunda santai saja.
"Baiklah, terimakasih Pak." Ayunda membalas intruksi dari Pak Dosen itu dan langsung pamit undur diri, "saya permisi dulu Pak!"
Ayunda sudah berbalik hendak melangkah pergi dari tempat itu, namun tiba-tiba saja, "Tunggu dulu!"
"Saya ingat betul bahwa pagi ini saya ada perkuliahan dengan kamu dan teman sekelasmu!"
Dalam hati Ayunda ingin menggerutu dan menjerit sekaligus menjawabi sudah tau kenapa bertanya pak, tapi ia tak mampu untuk mengatakan hal tersebut. Karena itu sangat tidak sopan menurutnya.
Akhirnya Ayunda pun memberikan jawabannya dengan cukup sopan,
"Emm, i--ya Pak, mungkin ada yang bisa saya lakukan?"
"Tidak ... tidak! " sambil mengeser layar handphonenya.
Mendengar jawaban tidak dari Pak Dosen tersebut, Ayunda sudah berganti posisi kembali, kini ia membalikkan badannya. Dan benar-benar hendak pergi meninggalkan tempat itu.
Namun, langkahnya harus kembali terhenti saat Pak Dosen killer itu berucap, "Please wait!" Ucap Pak dosen yang sudah duduk di tempat Ayunda duduk tadi, dengan mengangkat satu tangannya. Sebagai isyarat agar Ayunda menunggu dia selesai berbicara baru Ayunda boleh pergi.
"Tolong kamu intruksikan pada teman-temanmu untuk on time dan harus sudah berada di ruangan sebelum saya!"
"Baa---"
Ayunda hendak menjawab tapi belum sempat Ayunda menjawab apa yang diperintahkan Pak Dosen killer itu padanya, secara tiba-tiba lagi Pak Dosen killer itu memberikan intruksi yang cukup mencengangkan untuk Ayunda.
"Hei, tolong jangan potong pembicaraan saya dulu! Karena saya tidak suka itu dan itu tidaklah sopan!"
"Jadi, jangan lupa juga kamu ingatkan pada presentator hari ini untuk prepare materinya dengan sebaik mungkin!" Inti dari intruksi Pak Dosen killer tersebut.
"Baik Pak dan saya mohon maaf atas ketidaksopanan saya tadi!" Ayunda patuh dan lebih memilih mengalah untuk meminta maaf pada Pak Dosennya yang memang sudah seharusnya ia segani dan hormati.
"Iya, iya sudah saya maafkan." Ucap Pak dosen sekilas menatap Ayunda, kemudian kembali fokus pada layar handphonenya.
Ayunda pun beranjak dari tempat itu.
Ayunda berjalan dan berjalan meninggalkan tempat itu sambil meluapkan rasa kesal yang sedari tadi ia tahan.
Tanpa Ayunda sadari Hanum sudah sampai berada tepat dibelakangnya.
"Ayu--ndaaaaa!" Ucap Hanum dengan sengaja,"kaget nggak?Kaget nggak?Kagetlah masa' enggak sih?"
"Hah, ternyata kamu Hanum?" Ayunda cukup kaget tapi tak menyurutkan kecantikannya.
"Uluh-uluh Bu Nyai! Kenapa pagi-pagi sudah manyun saja? Capek nunggu Hanum ya? Maaf deh, Hanum kan rumahnya jauh Bu Nyai!" Hanum merasa bersalah karena sudah membuat Ayunda menunggu cukup lama.
"Hust, kamu Hamun!" Ayunda mencoba memperingatkan Hamun bahwa Hanum tak perlu memanggilnya dengan panggilan Bu Nyai . Sebab Ayunda merasa bahwa ilmunya yang dimilikinya belum sepantas itu.
"Apaan sih Hanum? Manggil aku gitu? Belum sepantas itu aku Hanum."
"Diaamiinkan saja Ayunda Syaharani!" Kata Hanum melerai Ayunda dengan memberi alasan kenapa ia berkata demikian,"aku kasih tau kamu, kenapa aku bilang gitu. Soalnya nih ya, kamu tuh kalau pakai gamis sama khimar gini tuh..." Hanum memutar-mutarkan tubuh Ayunda. Mengamati dari atas hingga bawah penampilan Ayunda saat itu.
"MasyaAllah, kamu cantik banget Ayunda dan kesannya itu pantes banget jadi Bu Nyai." Hanum mengatakan dengan wajah kagum dan berbinar-binar yang tak dapat disembunyikan.
"Baiklah!" Jawab Ayunda dengan senyuman diringi dengan mengamininya dan mengikuti arahan dari Hanum,"aamiin ya rabbal alamiin."
Hanum pun bahagia melihat Ayunda yang kopeeratif, "Gitu donk! Senyumkan jadi makin cantik dan ada manis-manisnya gitu!"
"Kayak Hanum Setia Ningrum yang manisnya enggak ketulungan sampai banyak semut yang menghampirinya." Ayunda menggoda Hanum.
"Shut! Jangan keras-keras Ayunda! Kalau ada yang denger gawat nanti!" Kata Hanum khawatir dengan kekhawatiran yang dibuat-biat,"kalau semutnya pada pergi gimana?"
"Enggak kuat deh ngebayangin betapa galaunya kamu nanti!"
Terdengarlah suara tawa kedua sahabat itu di lorong-lorong ruangan yang mereka lewati bersama.
𝓑𝓮𝓻𝓼𝓪𝓶𝓫𝓾𝓷𝓰 ...!
Uhhh ... gimana tuh Pak dosennya kayak gitu🧐😌, harus extra sabar dan banyakin khusnudzon. Harus itu! karena, "bukan karena apa dan siapa tapi semua karena Barokah Guru" ~𝓚.𝓗.𝓘𝓱𝔂𝓪' 𝓤𝓵𝓾𝓶𝓲𝓭𝓭𝓲𝓷~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments