BAB 3

Kenapa tidak, aku tidak menerima penolakan." kata An Lian tegas menatap Fenfen. yang ditatap pun merasa takut karena telah membuat An Lian marah, padahal itu cuman pikiran Fenfen saja. An Lian sama sekali tidak marah hanya saja ia tidak suka penolakan.

Akhirnya Fenfen pun langsung duduk dan ikut makan bersama An Lian.

Setelah selesai menyantap makanan mereka, Fenfen pun membersihkan piring piring kotor bekas mereka makan, dan bergegas keluar mengembalikan piring piring kotor tersebut. Meninggalkan An Lian sendiri yang sedang menikmati cemilan dan tehnya.

Tidak selang lama Fenfen keluar, terdengan beberapa langkah kaki beberapa orang dan ketukan pintu kamar An Lian.

Tok

Tok

Tok

"masuk" kata An Lian. An Lian menatap mereka sambil menduga duga jika mereka yang masuk adalah keluarga An Lian yang asli.

"An Lian" ucap ibu An Lian dengan lembut sambil berjalan menuju putri pertamanya itu. Melihat putrinya dengan tatapan bingung ia sangat sedih, ia sudah tau jika putrinya tidak dapat mengingat apa apa.

Tentunya selain Li Mei yang sedih tentunya suami, putra serta putri keduanya juga sedih setelah mengetahui fakta tentang An Lian.

An Lian hanya memandangi mereka dari pertama mereka masuk sampai mereka semua duduk dimeja yang terdapat didalam kamar An Lian.

Tampak Li Mei duduk di sisi kanan An Lian, dan disisi kiri tampak ayah An Lian. Sementara itu, an Qin dan An Ran duduk diantara ayah dan ibunya.

"Tampaknya mereka memang menyayangi An Lian, sayangnya An Lian yang harusnya mereka sayangi sudah tiada." batin An Lian melihat ketulusan dari keluarga barunya yang sebelumnya merupakan keluarga dari An Lian yang asli.

"An Lian, kami semua sudah mendengar dari Fenfen jika kamu tidak mengingat apa apa. Apa benar itu nak? " tanya ayah An Lian untuk memastikan lagi apa yang dia dengan dari pelayan anaknya itu bukan kebohongan.

"Benar" jawab An Lian singkat. Dia tidak berani memanggil ayahnya dengan ayah sebelum dia memastikan jika memang pria yang bertanya itu ayahnya.

"Apa kamu tidak ada yang sakit? Apakah kamu baik baik saja sekarang?" tanya ayahnya lagi, dan dijawab menggeleng oleh An Lian.

"Baiklah nak, aku ini ayahmu dan namaku An Xiang." memperkenalkan dirinya. "Dan yang duduk di sampingmu adalah istriku sekaligus ibumu dan ibu mereka, namanya Le Mei." jelas ayah An Lian sambil memandangi An Qin dan An Ran.

"Dia namanya An Qin anak pertama ayah dan kakakmu" sambil menunjuk An Qin. "Dan anak yang satu itu namanya An Ran anak ketiga ayah dan adik kamu" jelas ayah An Lian.

"Kak Lian" panggil An Ran tertunduk dengan nada rendah tapi masi bisa di dengan semua orang yang ada didalam ruangan itu.

"Kenapa An Ran?" tanya An Lian.

"Maafkan Ran kakak. Jika Ran tidak meminta kakak menemani Ran keluar jalan jalan, dan jika kakak tidak menolong Ran saat Ran jatuh ke kolam kakak tidak akan seperti ini. Hiks hiks hiks ma.. Maafkan Ran" kata An Ran menangis menyalahkan dirinya sendiri.

"Tidak apa apa Ran, kakak sama sekali tidak menyalahkan kamu." kata An Lian menenangkan adiknya An Ran. Dia memang tidak menyalahkan An Ran karena sekarang dia bukan An Lian asli, dan mungkin An Lian asli juga tidak akan menyalahkan An Ran.

"Terimakasih kakak" sambil berdiri dari duduknya dan menuju An Lian berniat memeluk An Lian "Terimakasih karna menolong Ran saat jatuh kak, dan terimakasih karena tidak menyalahkan Ran atas semua ini" kata Ran sambil memeluk erat An Lian.

"hem" jawab An Lian berdehem sambil membalas pelukan An Ran. Karena merasa badannya masi lemah, dia pun meminta istirahat pada keluarganya. "Bolehkah aku istirahat dulu, badanku rasanya masi belum pulih seutuhnya." kata An Lian.

Mendengar itu ibunya pun panik "Apa masi ada yang sakit nak? Apa ibu panggilkan tabib? Apa kamu memerlukan sebuah obat?" tanya ibu An Lian mode khawatir yang biasanya dilakukan emma emma kepada anaknya saat sakit.

"tidak ibu, aku hanya butuh istirahat sebentar. Ibu tidak perlu khawatir berlebihan seperti ini." kata An Lian agar ibunya tidak khawatir lagi, lebih tepatnya agar ibunya tidak menghujaninya dengan pertanyaan pertanyaannya.

"Baiklah, istirahatlah sayang" kata ibunya sambil mencium pucuk kepala anaknya, dan dijawab An Lian dengen berdehem.

"Istirahatlah sayang" kata ayahnya sambil mencium pucuk kepala anaknya seperti yang dilakukan istrinya.

"Selamat istirahat An Lian/Kak Lian" ucap An Qin dan An Ran bersamaan. Mereka pun keluar dari kamar An Lian meninggalkannya sendiri.

An Lian pun merebahkan badannya di atas tempat tidurnya. "hoaam, ngantuknya. Tapi enak juga jadi anak seorang jendral tidak perlu bekerka keras untuk hidup enak, tapi sayangnya tidak bisa berkultivasi di dunia yang dimana semakin besar kekuatanmu maka semakin besar pula kamu dihormati." gumam An Lian.

Sejenak berpikir, lalu mulai memejamjamkan matanya. Tapi baru beberapa detik memejamkan matanya, An Lian bangun bertanya tanya "tunggu.. Tunggu.. Kenapa aku tidak bisa berkultivasi? Apa ayah atau ibu An Lian ada yang tidak bisa berkultivasi? Atau ada nenek atau kakek An Lian yang tidak bisa berkultivasi?" tanya An Lian pada dirinya sendiri sambil begumam.

"Tapi jika mereka semua bisa berkultivasi, bagaimana bisa aku tidak bisa berkultivasi? " lanjutnya bergumam yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

"Ah nanti ajalah aku tanya ke Fenfen, hoam... Mending tidur aku dulu." kata An Lian menutup matanya tertidur.

An Lian pun tidur sampai waktu malam pun tiba. Fenfen yang masuk kekamar nonanya untuk mengangantarkan nampan berisi makan malam untuk An Lian.

Fenfen yang melihat An Lian masi tertidur bergegas membangunkan nonanya. "Nona bangunlah, ini sudah malam saatnya makan malam." kata Fenfen sambil menepuk pelan pipi An Lian untuk membangunkannya.

Merasa ada yang menyentuh pipinya An Lian menggeliat, dan tersadar. "Fenfen apa sudah malam?" tanya An Lian yang masih setengah sadar, dan diangguki oleh Fenfen.

An Lian meregangkan badannya dan bergegas duduk untuk makan. "Fenfen apa kamu sudah makan malam?" tanya An Lian

"Belum nona" jawab Fenfen jujur

"Kalau begitu duduklah, kita makan malam bersama. Ingat, aku tidak menerima penolakan, dan ini perintah." ucap An Lian tegas tak terbantah.

Karena tidak ingin nonanya marah karena penolakannya Fenfen pun duduk dan ikut makan, jadilah mereka makan bersama. Mereka makan tanpa ada suara hanya ada suara alat alat makan saja.

Setelah makan, Fenfen pun mulai membersihkan meja dan membawa piring piring kotor.

.

.

.

.

...~~~~...

...Jika ada salah dalam penulisan author mohon maaf yah🙏. jika ada saran dan kritik bisa ditinggalkan di kolom komentar, tapi jangan pedes" yah. jangan lupa juga like dan tambahkan sebagai favoritnya temen temen yah, jika temen temen suka 😊...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!