Sepeda tua milik Kakek Panca itu, dikayuh Liz Nadiah dengan semangat, pagi ini. Sisa hujan deras kemarin sore, meninggalkan lembab di seantero desa. Daun-daun bahkan masih menjatuhkan sisa basahan air hujan di bagian ujungnya yang melambai dan meruncing.
Berbagai pemandangan dilaluinya dengan senyuman. Mula dari sawah dengan padi-padi menguning dan hijaunya, perkebunan jagung, tomat juga lainnya. Di ujung sebelah barat, pohon-pohon karet terlihat jelas memenuhi sehamparan luas lahan. Dan ratusan pohon kelapa di ujung lainnya.
Liz Nadiah akan pergi ke pasar. Menunaikan niatnya yang tertunda hari kemarin. Juga ada tujuan lain yang memang sudah mendasar dalam hatinya, semenjak ... sebelum ia pergi ke kota sepuluh tahun lalu, sesuai amanat sang ibu.
Selain membeli beberapa kebutuhan rumah, gadis itu juga akan memesan beberapa bahan bangunan untuk berbagai kepentingan di rumahnya, juga ....
Ia telah memutuskan, setelah rumah rapuh peninggalan kedua orang tuanya itu selesai direnovasi nanti, ia akan merealisasikan cita-cita ibunya. Membangun sebuah klinik kecil untuk warga desa di depan halaman rumahnya itu.
Ia tahu, sampai saat ini ... meskipun terlihat jauh lebih berkecukupan, warga desa masih kesulitan untuk sekedar berobat karena meriang, flu dan penyakit ringan lainnya.
Mereka harus menempuh perjalanan setidaknya kurang lebih lima kilometer, untuk sampai di rumah sakit pemerintah.
Dan itu tak mudah. Ditambah tak semua warga memiliki kendaraan.
Benar, Liz Nadiah adalah seorang dokter.
Namun berbeda dengan Kenan Lingga yang mengkhususkan ilmu kedokterannya dalam dunia forensik, gadis itu lebih memilih menempatkan dirinya dalam barisan Dokter Umum.
....
Kembali pada perjalanannya.
Di tengah jalan yang bahkan masih sangat jauh dari tujuannya, gerak kayuh kaki Liz Nadiah tiba-tiba terhenti, saat mata bulat miliknya menangkap sebuah pemandangan indah lainnya ... sungai. Ia sangat menyukai sungai.
Sepeda tua dengan keranjang besi usang di belakangnya itu, ia parkirkan di bawah sebuah pohon akasia.
Dari jarak beberapa meter darinya, seorang pria paruh baya tengah sibuk menyabit rumput seraya bersenandung kecil dengan nyanyian khas daerahnya ... mungkin. Rumput-rumput itu lalu dimasukannya ke dalam keranjang bambu besar yang tergolek di sampingnya. Mungkin untuk pakan kambing, begitu Liz Nadiah menangkap.
"Nona mau kemana?!" Si Bapak bertanya setengah berteriak.
"Aku mau ke sungai, Pak."
"Mau apa? Airnya masih deras."
"Hanya ingin liat-liat saja, Pak. Hanya di tepinya saja. Sudah lama aku tidak melihat sungai seperti ini."
"Ya, sudah. Kalau begitu berhati-hatilah, Nona."
"Iya, Pak," ucap Liz Nadiah diiring senyum manisnya. "Maaf, aku titip sepedaku sebentar."
Si Bapak mengangguk membalas senyum.
Setelah itu, tanpa berbalik, gadis hijab itu mulai melangkah menuruni jalanan berbatu yang mengarah pada bibir sungai.
Melangkah hati-hati menginjak batu-batu kecil bercampur pasir, yang nyaris memenuhi seluruh tepian. Liz Nadiah tak henti menyunggingkan senyuman. Ia berjongkok seraya memainkan air yang masih nampak deras dan sedikit keruh itu. Tak ada bayangannya yang tertangkap. Hujan kemarin cukup merubah kecantikan alam ini rupanya.
Namun ada yang aneh. Sepertinya pemandangan itu mulai menyeret ingatnya pada selaksa kenangan di kota sana.
"Kenan." Dalam sekejap, wajah pria itu telah memenuhi seluruh bagian pikirnya. Seirama dengan hatinya yang juga turut berdesir. Kenan Lingga sering membawanya pergi ke kawasan arung jeram, saat jadwal aktifitas mereka di Rumah Sakit sedang kosong. Dan keadaan saat ini ... cukup membuat Liz Nadiah merindukan pria itu.
Ia menggeleng, mencoba menepis. Apa pun tentang Kenan Lingga, baginya kini hanyalah kenangan. "Tidak, tidak. Aku tidak boleh mengingatnya lagi."
Ia lalu menengadah. Mengedar pandangnya menyapu bagian atas. Suara-suara burung yang berkicau di sekitarnya membuat pikirannya teralih pada ... katakan saja legenda. Antara fakta dan juga mitos yang saling terhubung. Legenda tentang penduduk yang hilang. "Apa yang terjadi pada mereka sebenarnya ... juga ibu?"
Larut dalam kerasnya pemikiran tentang sesuatu yang janggal menurutnya itu, sebuah suara aneh cukup membuatnya terusik. Ia tak bisa menyimpulkan, apakah itu sebentuk rintihan ... atau geraman?
"Suara apa itu tadi?" Liz Nadiah bangkit berdiri. Lalu mulai memutar tubuhnya mencari.
Dalam beberapa menit ... lenyap. Selain suara deru air sungai dan kicau burung yang saling bersahutan di sekitaran pepohonan. "Sepertinya aku salah dengar."
Lalu dalam beberapa saat setelahnya, suara itu kembali tertangkap pendengaran Liz Nadiah. Kakinya yang semula hendak menaiki jalan berundak itu, terhenti. Wajahnya kembali mengedar mengamati sekitar. Untuk ke sekian kalinya, suara itu terasa semakin kuat.
Tidak! Aku tidak salah dengar.
Ia membalik tubuh, kembali turun mendekati bibir sungai. Seolah mengikuti angin yang melintas, suara itu terdengar samar, namun terasa jelas di telinganya. Dan itu bukan hanya sekedar suara angin, ia meyakini.
Tanpa banyak lagi berpikir, Liz Nadiah menuntun langkahnya mencari dari apa asal suara tersebut. Tak jelas dari arah mana, namun ia memilih hulu sungai, mengikuti insting juga keyakinannya.
Sungai itu membentuk belokan, yang berjarak sekitar tujuh meter di bagian depan. Dan tepat ketika belokan itu ditapaki Liz Nadiah ....
"Ya, Allah, ya Rabb!" Ia memekik terkejut bukan kepalang. Sedikit di bagian tengah sungai, di atas sebuah batu besar, matanya menangkap sosok itu, sosok yang meringkuk dengan tubuh menggigil bergetar hebat.
Tak serta merta, tak peduli dengan bajunya yang harus basah, juga keruhnya air sungai, Liz Nadiah turun menerobos air yang cukup deras itu dengan langkah limbung. Batu-batu di dasarnya cukup licin. Namun ia tak peduli dan terus berusaha mencapai yang ditujunya.
Hingga tak lama, batu besar itu kini sudah menyentuh bagian perutnya.
Sosok itu seorang pria ... yang tak lain adalah Andromeda. Namun tentu saja Liz Nadiah tak mengenalnya.
Dengan hati-hati, gadis itu naik ke bagian atas batu, lalu bertekuk lutut di samping pria yang masih meringkuk gemetaran itu.
"Tuan, Anda bisa mendengarku?!"
Tentu saja! Pendengaran Andromeda masih berfungsi dengan sangat baik. Ia merintih, "Dingiiinn ...."
"Alhamdulillah dia masih sadar." Dengan kaku, Liz Nadiah memberanikan diri menyentuh kening Andromeda. "Ya, Allah, tubuhnya panas sekali. Bagaimana ini?" Tak ada cara lain, selain .... "Toloooonnggg ...!!" Dan teriakan itu ia ulang hingga empat kali banyaknya.
Beruntung, belasan meter di hulu sungai, seorang pria paruh baya yang tengah asyik memancing, berhasil menangkap teriakannya. "Ada apa, Nona?!" tanyanya dengan langkah tergopoh menghampiri Liz Nadiah dan Andromeda. Suara kecepak air yang dilaluinya cepat terdengar keras.
"Tolong aku, Pak. Orang ini sakit!"
"Siapa kalian? Dan kenapa lelaki ini meringkuk di batu seperti ini?" Wajah orang itu jelas terheran.
"Aku baru datang dari kota. Dan orang ini ... aku tidak tau. Aku menemukannya sudah seperti ini," jelas Liz Nadiah masih dengan wajah cemas.
"Dari kota?" Pria itu mengernyit.
"Iya, ak--"
"Ada apa, Nona?! Kenapa berteriak?!" Dan itu adalah suara si bapak tua pencari rumput. Yang turun karena mendengar teriakan Liz Nadiah.
Gadis itu menjawab persis seperti yang ia katakan pada si pria tukang mancing.
"Bukankah ini ...." Terlihat wajah bapak tua pencari rumput itu, terperanjat, saat telapak tangannya membalik wajah Andromeda ke atas. "Dia Tuan Andromeda! Pemilik baru perkebunan!"
"Benarkah?" Si Tukang Mancing terkejut. "Aku belum pernah melihatnya."
"Iya, ini dia. Aku pernah melihatnya saat mengontrol perkebunan karet."
Siapa pun pria naas itu, Liz Nadiah sama sekali tak peduli. Yang terpenting .... "Tolong bantu angkat dia. Aku harus segera mengobatinya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Najwa Aini
Kok aku jadi senang banget ya, Andromeda ditemukan oleh Liz..
Diksinya..manis banget kak..suka sekali bacanya
2022-06-10
1
Alexza Sri
saya mencium bau" cinta segitiga nihhhh....
kak Magisna aku tim oleng ke Second lead....mohon yang jadi sad boy di harap ganteng biar aku yg tampung😁😁😁
2021-07-03
0
Seul Ye
Alhamdulillah andromed seksi selamet. Besok2 olahraga ya bang, sama banyak ngebolang. Mungkin pengalaman olahraga+ngebolangnya bisa didapetin di hutan amajon 🤣
2021-06-24
0