Tak ada bayangan tentang hari ini.
Langkah gagah nan santai dari sepasang kaki panjang, sesaat berubah rusuh. Manakala jutaan liter air menyiram alam secara tiba-tiba.
Ia berlari tanpa melihat arah ... cukup jauh.
Beruntung, sebuah gazebo bambu usang di tepi lahan, masih bisa digunakannya untuk berteduh.
"Sial." Kata umpatan itu cukup keras dilontarkannya.
Kemeja putih yang dikenakannya telah kuyup. Hingga jelas tercetak setiap inci bagian dari tubuhnya, yang katakan saja ... seksi.
Tampilan dada bidang dan perut sixpack itu, seolah terlihat telanjang tanpa busana, karena kain basah yang melekat menyatu dengan kulitnya.
Chinos panjang yang membalut seluruh bagian kakinya telah kotor terciprat genangan air bercampur tanah yang diinjaknya ketika berlari.
Andromeda!
Siapa yang tak kenal dia. Seorang pria tinggi berdarah blasteran. Campuran Melayu, Jepang dan Kanada, membuat wajahnya terkesan lain, dalam arti ... paripurna. Sulit mendefinisikan ketampanan versi Andromeda. Perpaduan oriental, lembut wajah melayu, juga garis rahang tegas kebarat-baratan, membuatnya ... bahkan tak ada bayangan yang bisa mengumpamakannya.
Dia adalah penguasa baru perkebunan kelapa, karet, juga berbagai jenis sayuran dengan beragam teknik penanaman, yang terhampar berhektar-hektar hampir di seluruh bagian wilayah itu.
Ia mencintai alam. Karena itu ia memilih perkebunan sebagai ladang kekayaannya.
Namanya tersohor secepat kilat, sesaat setelah hari di mana pertama kalinya ia menyapa para pekerjanya, juga mencetuskan dirinya sebagai pemilik baru atas lahan tempat para penduduk itu mengais rezeki.
Tak ada wanita yang bisa mengelak dari pesonanya. Bahkan wanita lansia sekali pun. Mereka mungkin akan kejang atau bahkah jantungan, hanya dengan mendengar deru nafasnya saja.
Itu tidak berlebihan untuk seorang Andromeda.
Tujuannya hari ini hanyalah memantau perkebunan kelapa, yang hari esok akan dikirim pihaknya ke beberapa perusahaan di kota B.
Namun apa hendak dikata ... sial menampar, terpaksa diri menerima. Bahkan ponsel sialan miliknya pun mendadak mati kehabisan baterai.
Sungguh ironi!
Hujan semakin lama semakin deras. Adromeda mulai merasakan dingin telah menjalar ke seluruh celah pori-porinya, hingga menghasilkan gemetar yang cukup kuat atas tubuhnya. Kedua tangannya terlipat rapat memeluk dirinya sendiri. Sedangkan sore akan berakhir sesaat lagi. Terlihat dari redup yang mulai menguasai seluruh pelataran langit saat ini.
Tak ada siapa pun. Seluruh pekerja telah pulang ke peraduannya masing-masing. Bahkan Sean, asisten pribadi yang sedari tadi menemaninya di tempat itu, belum kunjung kembali setelah meminta izin untuk menunaikan hajatnya yang tak tertahankan.
Sekarang ia harus apa?
Bukan karena takut menerobos derasnya hujan, namun ketololan atas tubuhnya yang tak bisa menerima deraan air itu terlalu lama, membuatnya terpaksa bertahan di tempat itu. Terlalu miris untuk seorang yang memiliki fisik tegap seperti dirinya.
Udara semakin tak bersahabat. Badan pohon-pohon kelapa itu bahkan meliuk-liuk seolah akan tumbang karena tiupan angin kencang. Andromeda semakin gusar.
Tak ada tanda-tanda guyuran air langit itu akan berhenti. Malah nampaknya semakin deras, diperburuk dengan cambukan petir yang sesekali menyambar.
Akan sampai kapan ia bertahan?
Sepertinya tak ada pilihan lain, Andromeda merasa dirinya harus bergerak, sebelum gelap benar-benar menyelimuti alam sekitarnya.
Meskipun jelas sia-sia dan terlihat bodoh, pria itu tetap memayungi kepalanya menggunakan kesepuluh jari tangannya yang dibuat merapat.
Berlari sekonyong-konyong melewati jejeran pohon kelapa yang menjulang puluhan kaki darinya.
Walaupun ia tahu, setelah ini tubuhnya akan menggigil dan melemah. Lalu memakan sekejapnya tiga hari untuk memulihkan kembali kesehatannya.
Setelah memaksakan diri berlari, akhirnya sampai sudah Andromeda di tempat di mana Sean memarkirkan mobilnya tadi. Dan yang didapatinya hanya jalanan kosong tanpa ada apa pun di sana.
Namun di detik itu ....
"Seaaaannn!!!" teriaknya keras, saat sepasang matanya menangkap ekor mobil itu bergerak semakin menjauh, lalu hilang terkikis jarak. "Aarrggghh!! Setelah ini akan kupecat kau!!"
Tubuhnya berputar mengedar sekeliling. Tak ada siapa pun. Andromeda mulai frustasi. Pasalnya, tempat itu cukup jauh dari pemukiman warga. Tak ada yang bisa ia mintai bantuan.
Akhirnya, dengan gontai Andromeda memapah kembali langkahnya. Berharap akan ada seseorang yang mungkin bisa membantunya selama ia berjalan. Tak peduli semak belukar, tak peduli apa pun, semua diterobosnya.
Semoga di depan sana ada cahaya lampu yang memberikannya harapan.
Akhirnya, gelap mulai menyelimuti penglihatannya.
Andromeda masih berjalan ... semakin jauh, juga semakin melemah tenaga yang dimilikinya. Tubuhnya semakin menggigil bahkan nyaris membeku. Entah akan kemana, ia bahkan tak hafal tempat yang dipijaknya itu. Hingga tanpa disadarinya ....
KROSAK
"Arrrggghhh ...!!"
BYURRRRR
Andromeda terperosok ke dalam jurang, yang mengalir dibawahnya sungai dengan kondisi air keruh dan meluap akibat hujan deras sepanjang sore hingga saat ini.
Kepalanya timbul tenggelam, mulutnya terkatup lalu terbuka, melawan air yang terus memaksa masuk ke tenggorokannya. Kembang-kempis paru-parunya lebih cepat dari seharusnya. Ia terseret semakin jauh dibawa arus.
Kenyataan bahwa ia pandai berenang, tak lagi berguna. Air sungai terlalu deras untuk bisa membuatnya bergerak layaknya perenang. Ditambah keadaan tubuhnya yang semakin melemah.
Jika ini ajalku ... ampuni segala dosaku, Tuhan.
Setidaknya do'a itu dipanjatkannya saat ia masih bernafas seperti saat ini, meskipun semakin sesak. Lain halnya ketika nanti ruh dan raganya benar-benar terpisah, tak akan ada do'a apa pun yang berguna. Bayangan kematian semakin memenuhi pelupuk mata Andromeda. Apakah setelah ini ia akan berada di suatu tempat, yang berjejer di sekelilingnya para malaikat yang siap memberinya penghakiman?
Tidak!
Ia bahkan masih ingin hidup.
Masih banyak hal yang belum diselesaikan juga diraihnya. Ia belum mengabulkan keinginan ibunya untuk segera menikah. Juga bisnis perkebunan yang baru saja dijejakinya.
Apakah semua itu benar-benar akan berakhir hari ini juga, hanya karena hujan?
Dan mungkin iya.
Mom ... Dad ... maafkan aku ....
Bayangan wajah kedua orang tuanya kini bergeser silih berganti di pelupuk matanya, seperti sebuah perputaran film.
Sampai ia merasakan tubuhnya terbentur sesuatu yang keras. Wajahnya meringis kental menahan sakit akibat benturan tersebut.
Sebuah batu besar, yang tak seluruh bagiannya terendam air sungai.
Apakah ini mukzizat?
Apakah dia masih memiliki kesempatan untuk hidup?
Perlahan, telapak tangan Andromeda mulai bergerak menyentuh batu besar itu, lalu merangkak berusaha naik ke atasnya walaupun nyaris tak ada lagi tenaga yang tersisa.
Dan berhasil.
Dengan nafas memburu juga terengah, tubuh lemahnya sudah berada di atas batu besar itu dalam posisi meringkuk. Menggerakan sedikit kepalanya untuk menatap langit yang masih menurunkan sisa airnya itu. "Tolong aku, Tuhan. Biarkan aku hidup lebih lama lagi," ucapnya dengan suara lirih.
Tubuhnya semakin menggigil kedinginan. Matanya telah terkatup lelah. Namun masih jelas terdengar suara deru air sungai yang mengelilinginya.
Meskipun telah selamat dari seretan air sungai yang deras itu, hati Andromeda masih merasa gamang ... tentang sebuah kesempatan. Ditengah keadaan terpuruknya saat ini, yang bahkan ia tak yakin, mungkinkah akan ada orang yang datang menolongnya.
Apakah besok, ia masih bisa menyaksikan matahari pagi? Atau ... nama depannya akan bertambah dengan julukan ... Almarhum?
Kuserahkan segalanya pada-Mu, Tuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Alexza Sri
kak Magisna kejam...masak pacar aku di ceburin jurang mana pas banjir pulak.....🤣🤣🤣
semoga karakter ini akan jadi karakter yang kuat, kokoh dan tak tertandingi kayak iklan semen gue😁
2021-07-03
1
Seul Ye
Seul udah jingkrak2 nemu cem2an baru yg seksi, sispek, blasteran, eh taunya letoy. Tapi coba seul liat dulu visualnya. Kalo tjakep bisa didiskusiin kok 🤣
2021-06-21
3
Gerhana
Tampan, mapan, blasteran, sempurna, sekarat
2021-06-19
1