Di sebuah resto yang terselip di antara bangunan-bangunan megah di pusat sebuah kota besar, seorang lelaki berusia 29 tahun, duduk mengisi selingkar kursi rotan, dengan tiga kursi lainnya ... nampak kosong melompong.
"Kamu kemana, Nad?" Ia bergumam muram, seraya terus mengocek segelas jangkung jus alpukat yang sama sekali belum dicicipinya. "Kenapa pergi tanpa memberitahuku? Aku rindu, Nad ... sangat rindu kamu."
Masih dalam mode suara pelan, bibir lelaki itu terus menggumamkan kesenduannya. Ia baru saja kehilangan. Kehilangan yang dirasakannya entah sebagai apa dan siapa.
Kakak yang kehilangan adiknya?
Seorang sahabat?
Atau seorang pria atas wanita yang dicintainya?
Entahlah!
Ia bahkan tak bisa menelaah perasaannya sendiri. Satu kata yang jelas dalam hatinya yang kini terasa kosong ... kehilangan!
Kenan Lingga!
Seorang Ahli Patologi Forensik. Pekerjaannya selalu berkaitan dengan orang mati dan juga hukum. Sederhananya ... dia adalah seorang 'dokter bedah mayat'. Ia bertugas di sebuah rumah sakit besar, tak jauh dari posisinya saat ini.
....
Tiga hari sudah pencariannya atas Liz Nadiah. Wanita ceria yang hampir tak pernah absen menemani kesehariannya selama berada di kota itu.
Liz Nadiah menghilang dari pandangan Kenan Lingga dari empat hari yang lalu, tanpa kabar dan berita. Rumah kontrakan yang ditempati gadis itu sebelumnya, telah kosong. Lengkap dengan barang-barangnya yang juga turut bersih tak bersisa. Tidak ada aktifitas media sosial, bahkan nomor ponsel yang biasa digunakannya pun, kini tak lagi aktif.
Wajah frustasi Kenan Lingga semakin kentara. Rambut gondrong yang biasa disisirnya rapi, kini nampak berantakan. Lingkaran hitam di sekitar matanya, juga ikut mensponsori.
Liz Nadiah adalah satu-satunya wanita yang paling dekat dengannya. Sosok ceria yang selalu berdiri di sampingnya memberi semangat.
"Harus kemana lagi aku mencari kamu, Nad?" Seraya menengadah, kedua telapak tangannya kini beralih menyapu kasar rambut yang panjangnya masih melewati pundaknya.
Sampai sebuah suara mengusik tatanan sendunya itu. "Kenan!"
Kenan Lingga mengerjap, lantas menegakkan tubuhnya usai dilihatnya, si mpunya suara. "Lea."
"Dokter Glen mencari kamu dari tadi." Malea Lupi memberitahu, sembari bertekuk tubuh mengisi kursi kosong di samping Kenan Lingga. Jas putih kebanggan berpadu span hitam masih nampak melekat di tubuh jenjangnya. Ia jelas cantik.
"Untuk apa dia mencariku?"
Malea menggedik bahu. "Aku tidak tahu. Mungkin mengajakmu makan siang."
"Oh, hanya itu." Terdengar hembusan kasar dari nafas Kenan Lingga, lantas kembali mengacak minuman kental miliknya itu dengan sedotan hitam yang mungkin telah lelah karena tak juga digunakan seharusnya. Sepertinya kehadiran wanita itu sama sekali tak membuat perhatiannya teralih.
"Masih tak ada kabar dari Nadiah?" Malea Lupi bertanya coba-coba. Tak sesaat pun matanya beranjak dari wajah pria itu.
Kini paras tegas Kenan Lingga bergeser menatap wanita yang duduk di sampingnya itu. Hanya menatap. Semburat muram terhubung resah, mulai kembali melukis kental di wajahnya. Lalu menyusul sebuah gelengan yang berarti; "Tidak ada. Nadiah benar-benar telah menghilang, Lea. Aku tidak tau harus kemana lagi mencarinya."
Ada sekilat getir yang menyusup ke dalam rongga hati Malea Lupi. Pasalnya, gadis itu dengan besarnya memendam cinta pada Kenan Lingga. Namun terhalang perhatian penuh pria itu pada gadis lainnya ... Liz Nadiah. Seorang wanita yang bahkan hanya ... katakan saja orang baru di hidup Kenan Lingga.
Awalnya Malea Lupi senang dan merasa menang, karena tak lagi ada duri di antara cintanya. Namun telak, tak akan mudah untuk menggeser sebuah posisi di mana ada ketangguhan yang bahkan ia pun tak bisa menyentuh apalagi menghancurkannya. Kenan Lingga, separuh jiwanya ... adalah milik seorang Liz Nadiah. Gadis sederhana yang bahkan tak lebih cantik darinya.
Namun ada satu hal yang membuatnya terheran.
Mengapa Kenan Lingga dan Liz Nadiah tak pernah mengesahkan kedekatan mereka dalam sebentuk pertalian yang lebih intim?
Menjadi sepasang kekasih--setidaknya seperti itu.
Karena jelas, chemistry pekat antar kedua manusia itu, sangat mencolok. Tak dipungkir oleh pandangan atau pun waktu.
Sedangkan antara Kenan Lingga dan dirinya ... mungkin hanya sebatas roman sepihak, yang tentu saja Malea Lupi sendiri yang mengisi singgasana cinta itu, tanpa balasan dari sang dinanti.
Nyaris sampai detik ini, perasaannya masih kuat tersembunyi di balik kepura-puraannya.
Getir telak ditelan, hanya harap yang terkais dalam sebaris angan di sisa penantian.
Tapi tidak untuk kali ini!
Ia harus mencobanya. Mencoba berperang menghantam ketidakberdayaannya sendiri, yang sudah jelas tak akan menjadi apa pun, kecuali luka, luka dan luka.
"Kenan." Memecah kesunyian di antaranya, Malea Lupi memulai sesuatu yang tak pernah ia mulai sebelumnya. Ada ketegangan di sekitar dirinya yang berusaha ia bungkus dalam paras biasa saja.
Hanya sekilas Kenan Lingga menatapnya, lalu kembali acuh dan memusat pada minuman yang sedari tadi hanya dijadikannya mainan. "Ada apa?"
Nada datar itu sedikit membuat nyali Malea Lupi mengecil. "Umm ..." Kesepuluh jari tangannya saling meremas, hingga berkeringat.
Teruskan atau tidak?
Begitu kira-kira yang ada dalam pikirnya.
Memejamkan sejenak matanya untuk sekedar menepis ragu. Menarik napas dalam diam, berusaha agar pria itu tak menyadarinya. "Apa sebegitu besarnya kamu menyukai Nadiah?" Akhirnya, pertanyaan itu lolos dari tenggorokannya yang tercekat. Menerobos beban, menanti jawaban dalam harap dan juga cemas--Malea Lupi.
Dan sejurus pertanyaan itu berhasil mengusik kediaman Kenan Lingga. Wajahnya kembali bergeser menatap wanita itu. "Maksudmu?" Ia bertanya dengan kening berkerut dalam. Cukup terdengar janggal di telinganya.
Menundukan kepalanya, menatap kedua tangan yang semakin basah oleh keringat di atas lahunannya, cukup tegang Malea Lupi menghadapi situasi tak biasa yang baru saja diciptakannya itu. "Kulihat kamu begitu frustasi." Kini wajahnya mulai terangkat meskipun tak tegak. "Semenjak Nadiah menghilang, banyak waktu penting yang kamu abaikan hanya untuk mencari Nadiah."
Pertanyaan dan pernyataan itu cukup menghentak perasaan Kenan Lingga. Kini perhatiannya tak lagi pada pada gelas jus, yang isinya mungkin telah hambar, seiring es batu yang mulai mencair. Tubuhnya telah tegak menghadap Malea Lupi. Tatapannya jelas tak lagi bersahabat.
"Sebanyak waktu yang aku miliki, sebanyak itu pula Nadiah menjadi isi di dalamnya," ucap Kenan Lingga tegas dan menekankan.
Ia bengkit berdiri. Merogoh isi dompetnya, lalu diletakannya selembar uang yang nominalnya jauh berkali lipat melebihi harga minuman yang bahkan tak sedikit pun disesapnya. "Aku permisi."
Ada pukulan luar biasa menghantam ulu hati Malea Lupi. Jelas lebih dari sekedar sakit. Niat hati menjolkan diri mengganti peran utama, apa daya ... figuran pun telak tak lagi punya tempat.
Kaca-kaca bening di bola matanya, telah pecah. Ditatapnya punggung tegap Kenan Lingga yang kini mulai menjauh dari pandangannya. "Aku benar-benar tak akan pernah punya kesempatan."
...••••...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Najwa Aini
kerennn...narasinya elok niann
2022-06-10
0
Vhie Adjhaa
baru mampir 😊😊
2021-09-15
1
Mommy Gyo
3 like hadir thor mampir di karyaku cantik tapi berbahaya
2021-07-11
0