Sehari berlalu, Andre masih terpikirkan soal Yunita. Hati dan pikirannya seperti tidak sinkron kali ini; pikirannya yang lebih logis mengatakan kalau Yunita yang ditemuinya sekarang bukanlah perempuan yang ditemuinya beberapa tahun lalu. Namun, hatinya mempunyai pendapat lain; hatinya seperti berpikir kalau bisa jadi Yunita adalah orang yang sama dengan perempuan yang ditemuinya dulu.
“Hoi,” Dimas mengagetkannya ketika dia sedang tenggelam dalam pergumulan menentukan untuk mengikuti kata hatinya atau pikirannya.
“Bisa tidak lu stop kaya begitu?” untung saja, Andre tidak mengikuti perintah tubuhnya untuk refleks merespons balik dengan memukul Dimas.
“Kenapa lu? Sensi amat? Ngak berjalan dengan baik kemarin?”
Seperti yang dia duga, hal pertama yang dibicarakan oleh temannya satu ini selalu soal cewek. Dan, sudah seperti mendarah daging, dari pertama kali mereka berteman sampai sekarang, Dimas selalu berbicara seperti itu; terutama ketika salah satu dari mereka bertiga sedang dekat atau pdkt dengan seorang cewe, Dimas lah yang pasti akan paling kepo.
“Bacot.” Andre memilih mengacuhkan Dimas,
“Ah, pasti gagal kan,” ucap Dimas yang bahkan sedang nyengir untuk mengejeknya, “Yah sudah gua duga sih, lu kan udah lama menjomblo. Jadi perasaan lu sedikit tumpul,”
Seandainya saja mereka sedang tidak berada di dalam lingkungan kelas, dia sudah pasti akan meninju sahabatnya satu ini yang cerewet minta ampun.
“Eh lu ingat ngak dengan kompetisi kita 1 tahun lalu di Singapura?”
“Hm, yang kita gatot kan?”
“Nah, lu ingat gua pernah cerita soal cewek kan,”
“Ingat. Kenapa? Lu ketemu dia lagi pas lu jalan kemarin?”
Saat mereka sedang membicarakan hal tersebut, Andre melihat dengan jelas mata Dimas yang berseri-seri ketika bertanya; maklumlah ya, playboy kelas kakap.
“Maybe, cewek yang kemarin itu namanya Yunita,”
“WHAT?!!!”, sahut Dimas dengan suara yang nyaring sampai-sampai mengundang perhatian teman sekelas mereka.
Malu dengan tingkah sahabatnya yang konyol tersebut, Andre langsung menutup mulut Dimas dengan rapat-rapat menggunakan tangannya dan pura-pura tertawa,
“Hahaha, lupa minum obat dia, maaf”, ucapnya demi menutupi rasa malunya “Lu bisa diam ngak sih?” ia baru melepas tangannya tangannya dari mulut Dimas setelah teman sekelas mereka mulai sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
“Hehehe, maaf, habisnya gua excited banget dengan kisah lu. Sang jomblo abadi,” tidak terima dengan sebutan itu, spontan, Andre langsung menendang tulang kering Dimas sampai dia meringis kesakitan dan mengelus-ngelus tulang keringnya.
“Ckckck, lu berdua emang dari dulu ngak pernah berubah ya,” ujar Brandon yang baru saja kembali entah dari mana.
Namun dugaannya, Brandon pasti baru kembali dari perpus demi membaca novel; karena Brandon memang sangat menyukai novel, terutama yang bergenre Sci-fi dan Romance. Dan, perpustakaan SMA M sendiri sudah seperti toko buku yang punya koleksi yang lengkap ‘menurut senior mereka’.
“Yah, lu tau sendiri lah bagaimana kawan kita yang satu ini, sangat payah dalam melakukan PDKT,” ujar Dimas.
Dia tidak habis pikir ketika melihat Dimas yang masih mengelus-ngelus kakinya masih saja bisa bergibah. Hal itu kembali membuatnya berpikir untuk sesaat, ‘kenapa gua mau temanan sama orang laknat kaya gini ya?’.
...***...
Demi menjauh dari segala kepenatan yang disebabkan oleh Brandon dan Dimas, Andre akhirnya tidak ikut dengan kedua orang itu saat jam istirahat ke 2 berlangsung—bukan memilih sih, karena seingatnya dia harus sedikit berakting sedang sembelit agar kedua orang itu tidak mengikutinya ke toilet—dan lebih memilih untuk berjalan-jalan di taman sambil mendengarkan musik dari ipodnya.
Melihat kondisi lapangan yang cukup sepi, dia berhenti di bawah sebuah pohon, duduk di situ sambil memejamkan matanya, menikmati hembusan angin yang sedikit mengacak-ngacak rambutnya dan juga menyapu kulitnya. Terhanyut dalam suasana, ia kemudian menyanyi saat kebetulan salah satu lagu favoritnya; “Hotel California – Eagles” sedang diputar.
Tiba-tiba, Andre merasakan seperti ada sesuatu yang menyentuhnya. Awalnya, dia mengira kalau itu hanyalah sebuah ranting pohon yang jatuh. Namun, ketika hendak akan menyingkirkan yang dikiranya adalah ranting pohon, dirinya terperanjat ketika merasakan sesuatu yang hangat di tangannya.
Karena terkejut, dia langsung berbalik, sampai-sampai terjatuh ke tanah karena kakinya yang terasa lemas. Namun alangkah kagetnya dirinya ketika melihat kalau orang yang menjahilinya tadi adalah Yunita, yang sekarang terlihat menggulung bibirnya ke dalam seolah seperti sedang menahan tawa.
“Ka.. kamu ngapain...” Andre langsung berhenti berbicara dan menutup mulutnya ketika menyadari suaranya menjadi agak melengking seperti suara bencong di lampu merah malam.
Yunita yang dari tadi menahan tawa, tiba-tiba langsung tertawa melepas menertawakan suara Andre,
“Ah sialan, kenapa pas ada dia coba?” Andre bergumam dalam hatinya sambil menahan malu. Sementara Yunita masih tertawa sepuasnya, dia bangkit berdiri, mengepak-ngepakkan pakaiannya.
Melihat Yunita yang masih tertawa, Andre melangkah maju mendekatinya dengan perlahan, “Lucu ya?” ucapnya saat berada di depan Yunita.
“Menurut.. O My...” kali ini giliran dirinya yang membuat Yunita yang terkejut sampai hampir terjatuh; namun berkat refleks yang cukup cepat, Andre langsung meraih salah satu tangan Yunita dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya meraih pinggulnya dan menahan Yunita agar tidak terjatuh.
Dia lalu menarik Yunita. Namun, tak sengaja menariknya sedikit keras, mereka akhirnya berdiri terlalu dekat. Saking dekatnya sampai wajah mereka hanya berjarak 2 jengkal.
Untuk sesaat, mereka terdiam kaku ketika mata mereka saling bertatapan.
Kalau diperhatikan lagi, Yunita memang sangat cantik, wajahnya yang tipikal wajah oriental; matanya yang tidak terlalu sipit-sipit amat; garis wajah yang tirus; dan kulit putih yang mulus membuat Yunita sangat match dengan kriteria idealnya. Harus ia akui kalo memang dirinya sangat suka dengan beberapa gadis cina, korea, atau jepang yang menurutnya mempunyai kecantikan di atas rata-rata.
Jantungnya perlahan-lahan berdetak makin cepat, apalagi ketika melihat wajah Yunita yang sedikit memerah di area pipi. Dengan cepat, melepaskan tangannya dari pinggang dan tangan Yunita lalu mundur sedikit, “A.. Ada urusan apa?” dia mencoba mengalihkan topik untuk mencairkan suasana.
“Ah," Yunita yang wajahnya masih memerah, tersadar, "Ini gue kembaliin,” lanjutnya sembari menyodorkan sebuah kantongan berukuran sedang berwarna putih.
Andre menerima kantongan tersebut dengan sedikit rasa curiga, dan memeriksa isinya. “Ini kan..” dia sedikit terkejut saat mengetahui isinya adalah sweeter yang dia beli untuk Yunita kemarin.
“Yap, itu baju yang lo beliin kemarin,”
“But why?”
“Nothing, hanya saja gue merasa ngak enak setelah berpikir-pikir kalau kemarin itu emang pure kesalahan gue juga. Jadi, gue memutuskan untuk mengembalikan itu. Itu saja,” jelas Yunita.
“Jadi lo nyadar juga ternyata,” Andre bergumam dalam hati kecilnya.
DIa hanya tersenyum, lalu mengembalikan kantongan tersebut kembali ke Yunita dengan agak sedikit memaksa.
“Lah, kok?” Yunita terlihat bingung,
“Ngak apa-apa, lagian juga emang gua juga ngak ada keberatan sama sekali pas bayarnya,” ujarnya, yang sebenarnya itu adalah bohong besar.
DIa masih ingat bagaimana tadi Pagi, saat akan berangkat sekolah., Ibunya sampai mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan. Dan dengan terpaksa juga ia harus berbohong dengan mengatakan kalau itu karena dia kalah taruhan dengan Dimas.
“Tapi,” dia lalu berjalan mendekati Yunita kembali, menunduk sedikit dan menatapnya cukup dekat, “Lain kali jangan diulangi ya.”
Saat dalam posisi menunduk seperti ini, dan melihat wajah Yunita dari dekat untuk yang ke dua kalinya, ingatan soal perempuan di lomba waktu itu langsung terlintas di kepalanya. Dan yang teringat pertama kalinya adalah, bibir wanita tersebut yang sedang tersenyum.
Entah itu adalah deja vu atau bukan, namun sekilas, bibir wanita di lomba waktu itu terlihat agak mirip dengan bibir Yunita jika dilihat dari dekat.
Ketika bel tanda jam istirahat usai, dia baru menyadari kalo tanpa sadar, wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Yunita seperti orang hendak berciuman akibat rasa penasarannya tadi. Dengan cepat, dia langsung menegakkan badannya, dan berjalan dengan cepat meninggalkan Yunita sendirian tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments