Ch 2. Secercah Memori Dari Masa Lalu

Dalam perjalanan menuju mal, Pak Budi terus-terus saja tersenyum ke arahnya dari balik kaca spion mobil, membuatnya agak risih. Walaupun berulang kali ia tegur dengan pura-pura batuk beberapa kali, tetap saja tidak digubris.

“Maaf pak, ada yang salah dengan penampilan saya ya? Dari tadi saya liat bapak senyum-senyum terus.”, pertanyaan perempuan tersebut memecah keheningan dalam mobil.

“Ah. Ngak ada masalah, cuma saya agak jarang aja liat ponakan saya bawa tamu dalam mobilnya terkhususnya perempuan.”, jawab Pak Budi yang melemparkan senyuman jahil saat mengatakan kata ‘terkhususnya’ seolah ingin menekankan sesuatu.

“Duh, Om. Please, fokus nyetir ajalah. Ngak usah bahas yang lain.”, perintah Andre sambil tetap fokus, memainkan game online di ipadnya. Sesekali ia melihat ke luar jendela agar kepalanya tidak pusing.

“Maaf ya dek, ponakan saya memang agak kaku. Kalo boleh tau namanya siapa ya? Pasti kalian belum saling kenal kan?”, tanya Pak Budi.

Andre ingin memotong dan membantah kalau dia bukan kaku, melainkan tidak ingin berurusan dengan perempuan yang ada di sampingnya. Namun, dia mengurungkan tekadnya.

“Yunita pak.” Jawab perempuan di sampingnya ini,

Mendengar kata ‘Yunita’, Andre langsung teringat dengan momen beberapa tahun lalu saat dia mengikuti salah satu lomba robotika saat SMP. Waktu itu, dia sempat berkenalan singkat dengan seorang gadis yang bernama Yunita juga di kompetisi tersebut.

Walaupun pada akhirnya ia harus menerima kekalahan dan pulang tanpa hasil karena beberapa permasalahan pribadi yang dialaminya. Pada momen itu juga dia pertama kalinya takjub kepada seorang wanita, karena jarang sekali ia melihat wanita yang juga hebat soal robotika.

Sayang sekali waktu itu dia hanya mengingat senyumannya saja karena masih berpacaran dengan orang yang namanya tidak mau dia sebut lagi.

Seandainya, hanya seandainya, dia mengamati dengan baik wajah perempuan tersebut, atau mungkin no.telpon cewek tersebut, mungkin kisahnya menjadi beda sekarang, apalagi mereka berdua punya ketertarikan yang sama di bidang robotika. Siapa tau kan? mungkin saja, mereka akan lebih akur dan cocok satu sama lain.

“Oi," sahut Pak Budi,  "ngelamunin apa kamu. Orang lagi kenalan malah bengong.”, lanjut Pak Budi, menyadarkan Andre yang tanpa sadar terlalu terhanyut dalam kenangan masa lalunya tadi karena mendengar nama ‘Yunita’.

“Apaan sih, orang lagi mikir soal tugas.”, jawab Andre sambil meliat keluar jendela,

Berusaha mengelak kalo dia melamun tadi, dalam pikirannya ia bertanya-tanya apakah Yunita yang ada di sampingnya sekarang adalah Yunita yang dulu ia temui atau bukan.

“Banyak alasan aja kamu. Nama kamu tuh sebutin dulu. Dari tadi di tanyain, kalo orang lagi ngomong ya fokus lah.”, kata Pak Budi yang makin lama membuat dirinya kesal karena Pak Budi terlalu larut dalam perannya.

“Andre.”, jawabnya singkat, di spion tengah ia dapat melihat dengan jelas kalo sekarang, Pak Budi sedang tersenyum lebar.

Melihat Yunita yang tidak merespons banyak, dan hanya tersenyum ramah, membuatnya berpikir mungkin saja dia bukan Yunita yang ia maksud atau mungkin hanya kebetulan namanya saja yang sama. Dalam hatinya ia ingin bertanya, apakah dia pernah mengikuti robotika, namun rasa gengsi dalam dirinya kali ini menang, dan ia memilih diam, fokus kembali ke tabletnya sampai mereka tiba di suatu mall.

Karena parkiran yang cukup penuh, mereka akhirnya diturunkan di drop zone sementara Pak Budi mencari parkiran. Tidak tahan dengan udara panas yang dirasakannya setelah keluar dari dalam mobil, ia langsung mengajak Yunita masuk duluan.

Saat mereka berjalan cukup lama, Andre baru menyadari beberapa mata laki-laki yang menatapi Yunita yang pakaian seragam yang cukup ketat; apalagi ia sendiri perawakannya agak tinggi, kepala Yunita saja bahkan hanya sampai bahunya.

Dan juga, dia memakai sweter yang membuatnya tidak terlalu kentara kalo anak SMA; jika orang tidak memperhatikan celananya. Tidak mau menjadi pusat perhatian, begitu melihat toko pakaian yang berjarak beberapa langkah di depan mereka, ia langsung memegang lengan Yunita, dan mengajaknya masuk ke dalam toko pakaian tersebut.

“Ngapain sih,” protes Yunita dengan wajah yang terlihat kesal,

“Ngak sadar apa kalau lu di perhatikan orang-orang dari tadi?” jelas Andre,

“Ada yang bisa saya bantu?” sapa salah satu pegawai toko yang menghampirinya tak lama setelah mereka masuk.

“Ah, saya mau sweeter yang cukup cocok di badannya (menunjuk Yunita), kalo bisa jangan yang terlalu ketat,” ucap Andre, dan pegawai toko tersebut menatap Yunita sesaat lalu segera pergi meninggalkan mereka.

Namun, setelah masuk ke dalam toko tersebut, ada sedikit rasa penyesalan di hatinya ketika matanya tak sengaja melihat beberapa nama brand terkenal dengan harga yang juga sanggup membuat dompet menangis, tergantung di dinding dalam toko itu.

Akan tetapi, ego dan rasa gengsinya yang lebih tinggi menghalangi pemikiran rasionalnya yang menyuruhnya untuk keluar dari situ.

“Memang apa urusannya sama lu?” ucap Yunita, dengan intonasi orang marah namun dengan volume suara yang agak diturunkan, bahkan hampir mirip dengan berbisik jika lebih pelan lagi.

“Gua ngak suka aja kalo jadi pusat perhatian, puas?” Andre membalas, matanya sekarang tertuju pada salah satu baju kemeja pria yang ada di etalase, yang terlihat agak menarik baginya untuk sesaat.

“Bagaimana kalo yang ini?” ujar pelayan yang tadi menghampiri mereka sembari membawa 4 sweeter berbeda warna,

Tanpa banyak bicara, Yunita kemudian tersenyum yang seperti agak dipaksakan, dan pergi meninggalkannya bersama dengan pelayan toko untuk mencoba sweeternya.

“Enjoy your time,” ucapnya sembari tersenyum dan melambai, berpura-pura untuk menciptakan kesan pasangan yang sedang berbelanja; dalam hatinya ia sangat berharap semoga saja tidak mahal dan ada diskon.

Sekitar hampir setengah jam menunggu, Yunita akhirnya kembali. “Bagaimana?”

“Duh, lama banget sih, lu tuh ganti baju atau...” kata-katanya terhenti saat berbalik melihat Yunita.

Untuk sesaat, ia sempat melamun saat melihat Yunita yang terlihat trendi dan malah tampak bak model dengan tubuhnya yang ramping tersebut. “Sudahkan, itu aja?” dengan cepat ia menguasai dirinya, menyembunyikan ekspresinya tadi dengan mengalihkan pandangan ke tempat lain dan berjalan menuju meja kasir.

Untung saja, harga pakaian tersebut tidak mahal. Dan, melihat orang yang memakainya terlihat bagus, ia juga tidak merasa terlalu rugi-rugi amat—walaupun sebenarnya pikirannya sudah berpikir keras alasan apa yang dia gunakan untuk menjelaskan tagihan CC yang sekarang pasti sudah masuk ke handphone Ibunya; karena CC tersebut memang masih atas nama ibunya.

...***...

Ketika sedang memilih handphone, Yunita terlihat kebingungan. Andre kemudian mendekati Yunita dan salah satu karyawan toko tersebut yang bersamanya. Secara kebetulan, handphone yang sama dengan punyanya dipajang tepat di samping mereka.

Dia akhirnya pura-pura bertanya tentang handphone tersebut. Melihat raut wajah Yunita yang sepertinya terlihat menyukai handphone tersebut saat dijelaskan, dia langsung memberitahu petugas yang tadi kalo ia akan mengambil handphone yang tadi.

“Udah ngak usah, biar gue aja yang bayar,” Di kasir, ketika ia akan membayar, secara mengejutkan Yunita menahan tangannya yang sudah mengeluarkan kartu creditnya yang tadi.

“Hah, kenapa? Kan gua udah bilang bakal gua ganti,” Andre agak heran, sebenarnya dia agak skeptis dan bertanya apakah wanita ini tau harga barang yang akan dibayarnya tersebut.

“Pake ini aja mbak,” ujar Yunita sembari menyerahkan sebuah kartu berwarna hitam.

Andre terkejut ketika menyadari kalo itu adalah Black Card salah satu bak swasta di Indonesia yang cukup terkenal. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sekarang, ia malah penasaran dan bertanya-tanya siapa sebenarnya wanita di depannya ini.

***

Dalam perjalanan pulang mengantar Yunita, lingkungan tempat tinggal Yunita membuat Andre bergitu penasaran. Apalagi setelah melihat ‘Black Card’ tadi yang tidak semua orang bisa memilikinya.

“Kamu tinggal disini sama siapa?”, tanya Andre dengan sok cool.

Dia berusaha untuk menyembunyikan rasa ingin tahunya ketika mereka memasuki kompleks perumahan yang bisa dibilang cukup mewah.

Semuanya bisa terlihat dari rumah-rumah yang berada dalam kompleks tersebut yang bergaya minimalis modern dengan ukuran yang cukup besar.

“Sama orang tua dan kakakku”, jawab Yunita dengan singkat,

Sampai di depan rumah Yunita, hal pertama yang terlintas di pikiran Andre saat melihat rumah di belakang Yunita tersebut adalah ‘daebak’.

Jika dilihat sekilas, memang tidak ada yang spesial dari rumah tersebut. Tembok tinggi yang mengelilingi rumah tersebut, pagar coklat terbuat dari kayu yang menjadi penghalang jalan masuk utama satu-satunya lalu desain eksterior yang terlihat sederhana tanpa banyak permainan dekorasi.

Akan tetapi jika diperhatikan baik-baik, baru akan tersadar kalo rumah tersebut mempunyai 3 lantai paling kurang. Di tambah lagi di bagian paling atas rumah terdapat tempat yang menurutnya adalah rooftop/tempat BBQ, terlihat jelas dari dekorasinya yang terbuka dengan hiasan lampu dan atap kanopi.

“Ngak mau masuk dulu sekalian pak?”, tanya Yunita saat sesudah turun dari mobil.

“Lain kali aja dek. Orang tuanya sudah nelpon dari tadi.” Jawab Pak Budi, menggerakkan kepalanya menunjuk ke arah Andre.

Selesai berpamitan, Pak Budi kemudian memutar mobil dan kembali menyusuri jalan yang mereka lewati. Untungnya jalannya agak sederhana dan terdapat petunjuk arah sehingga mereka tidak berputar-putar seperti orang ling-lung, tidak seperti saat mengunjungi rumah Dimas yang jalanannya terlalu rumit untuk dihafal.

Dalam perjalanan menuju rumahnya. Andre masih memikirkan tentang identitas Yunita yang sebenarnya. Meskipun menaruh curiga, dalam otak kecilnya malah timbul rasa ingin membuat dia menjadi temannya. Mungkin terdengar hal yang mustahil mengingat ia dan Yunita sudah mempunyai first impression yang cukup buruk.

Namun, bukan tidak mungkin hal itu bisa terwujud. Layaknya pepatah ‘sekeras-kerasnya batu, jika ditetesi air terus menerus pasti akan bolong juga’. Kata-kata inilah yang selalu menjadi andalannya saat bersosialisasi dengan siapa pun itu.

Sementara memikirkan semua hal itu. Dalam hatinya, Andre bergumam, “jikalau memang Yunita orang baik, buatlah dia menjadi temannya namun jika tidak maka biarlah semua urusan mereka selesai sampai hari ini saja.”

Episodes
1 Prolog
2 CH 1. Awal Yang Buruk
3 Ch 2. Secercah Memori Dari Masa Lalu
4 Ch 3. Ingin Lebih Mengenalmu
5 Ch 4. Pernyataan Cinta (1)
6 Ch 5. Pernytaan Cinta (2)
7 Ch 6. Ruang BP
8 Ch 7. Gosip
9 Ch 8. Pengalaman Pertama
10 Ch 9. Pengalaman Pertama (2)
11 Ch 10. Pengalaman Pertama (3)
12 Ch 11. Old Enemy
13 Ch 12. Pertemuan Yang Terlupakan (1)
14 Ch 13. Pertemuan Yang Terlupakan (2)
15 Ch 14. Awal Karir
16 Ch 15. Freedom
17 Ch 16. Time To Make A Decision
18 Ch 17. New Path
19 Ch 18. Perasaan Curiga
20 Ch 19. Masa Lalu (2)
21 Ch 20. Masa Lalu (3)
22 Ch 21. Pilih Salah Satu (1)
23 Ch 22. Pilih Salah Satu (2)
24 Ch 23. Pilih Salah Satu (3)
25 Ch 24. Pilih Salah Satu (4)
26 Arc II (Every Decision Have Impact) : Chapter I
27 Arc II : Chapter II
28 Arc II : Chapter III
29 ARC II : CHAPTER IV
30 ARC II : CHAPTER V
31 ARC II : CHAPTER VI
32 ARC II : CHAPTER VII
33 ARC II : CHAPTER VIII
34 ARC II : CHAPTER IX
35 ARC II : CHAPTER X
36 ARC II : CHAPTER XI
37 ARC II : CHAPTER XII
38 ARC II : CHAPTER XIII
39 ARC II : CHAPTER XIV
40 ARC II : CHAPTER XV
41 ARC II : EPILOG
42 ARC III : CHAPTER I
43 ARC III : CHAPTER II
44 ARC III : CHAPTER III
45 ARC III : CHAPTER IV
46 ARC III : CHAPTER V
47 ARC III : CHAPTER VI
48 ARC III : CHAPTER VII
49 ARC III : CHAPTER VIII
50 ARC III : CHAPTER IX
51 ARC III : CHAPTER X
52 CH 51
53 CH. 52
54 CH 53
55 Ch. 54
56 Ch. 55
57 Ch. 56
Episodes

Updated 57 Episodes

1
Prolog
2
CH 1. Awal Yang Buruk
3
Ch 2. Secercah Memori Dari Masa Lalu
4
Ch 3. Ingin Lebih Mengenalmu
5
Ch 4. Pernyataan Cinta (1)
6
Ch 5. Pernytaan Cinta (2)
7
Ch 6. Ruang BP
8
Ch 7. Gosip
9
Ch 8. Pengalaman Pertama
10
Ch 9. Pengalaman Pertama (2)
11
Ch 10. Pengalaman Pertama (3)
12
Ch 11. Old Enemy
13
Ch 12. Pertemuan Yang Terlupakan (1)
14
Ch 13. Pertemuan Yang Terlupakan (2)
15
Ch 14. Awal Karir
16
Ch 15. Freedom
17
Ch 16. Time To Make A Decision
18
Ch 17. New Path
19
Ch 18. Perasaan Curiga
20
Ch 19. Masa Lalu (2)
21
Ch 20. Masa Lalu (3)
22
Ch 21. Pilih Salah Satu (1)
23
Ch 22. Pilih Salah Satu (2)
24
Ch 23. Pilih Salah Satu (3)
25
Ch 24. Pilih Salah Satu (4)
26
Arc II (Every Decision Have Impact) : Chapter I
27
Arc II : Chapter II
28
Arc II : Chapter III
29
ARC II : CHAPTER IV
30
ARC II : CHAPTER V
31
ARC II : CHAPTER VI
32
ARC II : CHAPTER VII
33
ARC II : CHAPTER VIII
34
ARC II : CHAPTER IX
35
ARC II : CHAPTER X
36
ARC II : CHAPTER XI
37
ARC II : CHAPTER XII
38
ARC II : CHAPTER XIII
39
ARC II : CHAPTER XIV
40
ARC II : CHAPTER XV
41
ARC II : EPILOG
42
ARC III : CHAPTER I
43
ARC III : CHAPTER II
44
ARC III : CHAPTER III
45
ARC III : CHAPTER IV
46
ARC III : CHAPTER V
47
ARC III : CHAPTER VI
48
ARC III : CHAPTER VII
49
ARC III : CHAPTER VIII
50
ARC III : CHAPTER IX
51
ARC III : CHAPTER X
52
CH 51
53
CH. 52
54
CH 53
55
Ch. 54
56
Ch. 55
57
Ch. 56

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!