Khay kembali ke rumah sakit untuk menemui Amara. Ia memandangi ibunya yang masih terjaga dengan menggenggam tangan Khania.
Ada rasa iri yang menggelitik hati Khay kala melihat ibunya begitu cemas dengan kondisi kakaknya. Khay ingat saat dirinya terluka karena sabetan benda tajam yang dilakukan seorang tersangka di bagian perut sebelah kirinya. Ibunya memang khawatir, namun tak secemas seperti ini. Padahal luka yang dialami Khay juga cukup parah dan hampir saja mengenai bagian jantungnya.
Khay hanya menghela nafas kasar jika mengingat tentang hal itu. Ray menghampiri Khay yang masih terdiam dan enggan masuk ke dalam kamar rawat Khania.
"Khay, kita makan malam dulu saja. Sedari tadi kau belum makan apapun." ajak Ray. "Sekalian kita bungkuskan makanan untuk ibumu. Dia juga belum makan sejak siang tadi."
Khay hanya mengangguk pasrah. Dan mengikuti langkah kaki Ray. Ray tahu jika suasana hati Khay sedang buruk saat ini. Ia tak mau banyak bicara lagi. Jiwa dan raganya juga ikut lelah untuk membantu Khay, sahabatnya.
Mereka menuju warung makan tenda dekat rumah sakit. Untungnya Khay bukanlah tipe pemilih makanan. Hidupnya yang terbiasa mandiri tidak membiarkannya bermanja-manja pada orang tuanya atau orang lain. Benar-benar tipe wanita tangguh yang disukai Ray. Sayangnya hubungan pertemanan mereka yang sudah berjalan tujuh tahun itu, akan tetap menjadi pertemanan saja tanpa harus di embel-embeli cinta.
Ya meski kadang Ray ingin sesuatu yang lebih dengan hubungan mereka, tapi melihat sikap Khay yang cuek, tidak memungkinkan dirinya untuk melangkah lebih jauh dari ini.
"Khay, makanlah dulu! Jangan memikirkan hal lain! Jika kau ingin kasus ini menemui titik terang, kau harus punya tenaga agar otakmu bekerja dengan baik."
"Ck, kau ini! Iya, baiklah. Kapan aku bisa menolakmu, huh! Aku harus mencari tahu apa yang terjadi dengan Kak Khania. Pak Ahmad bilang dia menemukan kakakku dalam keadaan terluka di tepi jalan yang jauh dari pemukiman penduduk. Apa menurutmu..." Khay sengaja menggantung kalimatnya agar dilanjutkan oleh Ray.
"Sudah, kita makan dulu! Otakku tidak bisa bekerja dengan baik jika perutku belum terisi penuh." Ucap Ray santai sambil tersenyum.
"Cih, jangan sok tampan!"
"Aku memang tampan, Khay. Kau saja yang tidak pernah tahu!"
Khay mengerucutkan bibirnya.
.
.
.
Usai makan malam, Khay kembali ke kamar Khania dan memberikan sebungkus makanan untuk ibunya.
"Ibu, makanlah dulu. Sedari siang ibu belum makan apapun." bujuk Khay.
"Ibu tidak lapar." jawab Amara lirih.
"Ibu! Apa ibu pikir kakak akan senang melihat ibu seperti ini? Kakak akan sedih, bu. Tolong dengarkan Khay sekali ini saja!" Suara Khay mulai meninggi.
Amara akhirnya menuruti perintah Khay. Khay mendekati ranjang Khania dan menatap kakaknya yang tak sadarkan diri itu. Dokter bilang Khania dalam keadaan koma. Namun rangsangan sedikit apapun pasti bisa di rasakannya.
Khay duduk di samping ranjang Khania dan mulai membisikkan sesuatu di telinga kakaknya.
"Kak... Ini aku, Khay. Kakak bisa mendengarku 'kan? Cepatlah bangun! Atau aku akan marah padamu. Kau tahu 'kan bagaimana jika aku sudah marah. Hanya kau saja yang bisa menenangkanku. Kak... Kau bilang saat pulang nanti kau akan mengajakku bermain di taman hiburan. Kita akan menaiki wahana yang sekarang sedang tren dikalangan anak muda. Tapi kenapa... kau pulang dalam keadaan seperti ini? Kau sangat menyebalkan!" Tak terasa buliran bening meluncur di pipi mulus Khay. Ia tak sanggup lagi berkata-kata dan berlari keluar dari kamar Khania.
Ray yang melihat Khay berlari pun mengikutinya. Ia ingin memeluk sahabatnya itu dan mengelus punggungnya. Namun apalah daya, ia tak bisa melakukan itu. Ia takut Khay akan marah.
Tapi tak ada salahnya 'kan jika bersimpati sebagai teman? Ray memberanikan diri mendekati Khay dan meraih tubuh Khay dalam pelukannya. Sebuah pelukan seorang sahabat untuk sahabatnya yang sedang bersedih.
Khay menerima pelukan Ray dan menangis di dada bidang Ray.
Satu kata. Hangat. Khay merasakan kehangatan yang sudah lama tak dia dapatkan. Sejak ayahnya meninggal, tak ada lagi tempat untuknya bersandar. Khay lebih dekat dengan ayahnya. Sedang Khania lebih dekat dengan Amara.
"Keluarkan semua kesedihanmu, Khay. Aku ada disini. Selalu ada kapanpun kau membutuhkanku..."
"Terima kasih, Ray. Kau sahabat yang baik." balas Khay setelah melepas pelukannya. "Sebaiknya sekarang kita menemui ibu. Untuk malam ini aku akan berjaga disini, kau antarkan ibu pulang ya."
Ray mengangguk. Mereka pun berjalan kembali ke kamar Khania.
"Ibu? Kenapa duduk diluar?" tanya Khay yang melihat Amara duduk di bangku depan kamar.
"Khay... Ada yang ingin ibu katakan padamu..." ujar Amara dengan menatap Khay.
Khay menghampiri ibunya dan duduk disampingnya. "Ada apa, bu?"
"Sebenarnya..." Amara menggantung kalimatnya.
Khay menggenggam tangan ibunya.
"Sebenarnya kakakmu... Dia... Memiliki seorang kekasih..."
"Apa?!?" Khay membulatkan mata, begitu juga dengan Ray.
"Mereka sudah berhubungan selama dua tahun." lanjut Amara.
Khay menutup mulutnya tak percaya.
"Siapa nama lelaki itu, bu?" tanya Khay.
"Namanya Rakha. Dia pemilik yayasan tempat Khania bekerja."
Khay merasa hatinya tersentak.
"Baiklah. Terima kasih karena ibu sudah mau menceritakannya padaku. Ibu tenang saja! Apapun yang terjadi aku akan mencari tahu siapa dalang dibalik kemalangan kak Khania."
"Terima kasih, nak. Maaf selama ini ibu tidak memberitahumu."
Khay mengusap punggung ibunya pelan. "Iya, bu tidak apa. Sebaiknya ibu pulang ya. Biar Khay yang jaga disini."
Khay memberi kode pada Ray untuk mengantar ibunya.
"Kalau ada apa-apa aku akan langsung menghubungi ibu." lanjut Khay.
Amara mengangguk. Lalu pergi bersama Ray.
"Mari, Bu. Khay, aku pulang dulu. Hubungi aku jika terjadi sesuatu." pamit Ray.
Khay mengangguk, lalu masuk ke dalam kamar Khania. Dilihatnya kakak yang selalu tersenyum itu kini sedang berjuang diantara hidup dan mati.
Entah kapan senyum indahnya bisa Khay lihat lagi.
"Kak... Aku akan mencari siapa yang sudah melakukan ini padamu. Aku janji!" gumam Khay dengan tekad bulat dan tangan mengepal.
#Bersambung...
Yang mampir jangan lupa tinggalkan jejak yaa👣👣
Terima kasih 🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Patrish
😢😢😢❤❤❤❤
2021-10-04
1
𝑽𝒆𝒂𝒏 𝑽𝒆𝒓𝒐𝒏𝒊𝒌𝒂
sedih jika jd anak yg tersisih,, saat orang tua pilih kasih pada salah satu anaknya,, bahkan rasa pilih kasih itu juga diberikan pada cucunya,, anak dari anak tersayangnya
maaf jd curhat 🙂🙂
2021-09-10
5
Aysel
Kembar ahmadddd
2021-08-21
1