Khania tersipu malu mendengar kalimat Rakha. Ia tidak tahu jika Rakha adalah pemilik yayasan tempatnya bekerja.
"Boleh saya berkenalan dengan ibu guru?" tanya Rakha sopan. Ya, pria ini memang terkenal dengan kesopanan dan kebaikan hatinya.
Mimpi apa aku semalam? Kenapa tiba-tiba ada pria yang datang padaku?
"Saya Khania, Tuan. Kalau boleh saya tahu..."
"Rakha. Rakha Wicaksana." Rakha mengulurkan tangannya.
Khania menyambut uluran tangan Rakha.
Sepertinya namanya tidak asing. Pernah dengar dimana ya?
"Jangan panggil 'tuan'. Panggil saja Rakha." ucap Rakha.
"Ah, iya. Tapi Tuan, Eh Rakha ada keperluan apa?"
"Tidak ada. Saya hanya... ingin mengenalmu lebih jauh..." ucap Rakha to the point.
Wajah Khania bersemu merah. Entah ini suatu keberuntungan atau bukan, Khania masih belum tahu.
Penampilan Rakha yang rapi dengan setelan jas nya, menunjukkan jika dia bukan dari kalangan biasa seperti Khania.
"Apa boleh saya mengantarmu pulang?" tanya Rakha.
"Hah?" Khania terkejut.
"Jangan takut, saya hanya ingin tahu tempat tinggalmu."
"Umm, saya tinggal di apartemen dekat sini." jawab Khania kembali menunduk.
Khania memang tidak ahli menghadapi pria. Ia sangat gugup jika berhadapan dengan pria.
"Maaf kalau saya membuatmu tidak nyaman. Tapi jika kau tidak keberatan, apa saya boleh menemuimu lagi setelah ini?"
Khania mengangguk. Rakha tersenyum manis ke arah Khania. Senyum yang bisa membuat hati wanita bertekuk lutut di depan Rakha.
.
.
.
Beberapa bulan telah berlalu, hubungan Rakha dan Khania semakin dekat saja. Khania bahkan rela tidak pulang ke kota halamannya karena ia ingin terus bersama Rakha. Sejauh ini Khania belum menceritakan hubungannya dengan Rakha pada ibu atau saudara kembarnya.
Hingga akhirnya Khania setuju menerima perasaan Rakha, dan mereka mulai berpacaran. Rakha masih menyembunyikan identitasnya sebagai pemilik yayasan tempat Khania bekerja. Rakha tahu dengan sifat Khania yang sederhana, pasti ia tidak akan mau menerima Rakha yang seorang pria kaya.
Namun, setelah hubungan mereka dirasa sudah cukup untuk saling mengenalkan keluarga, akhirnya di hari jadi mereka ke 6 bulan, Rakha membawa Khania ke rumahnya dan bertemu dengan keluarganya.
Rakha tinggal dengan ibunya dan dua adiknya. Ibu Rakha bernama, Liana. Richie Wicaksana, adik lelaki Rakha, dan Ghaniya Wicaksana, si adik bungsu.
Tak ada keanehan dalam keluarga itu. Khania merasa di terima sebagai tamu di rumah itu, meski ia bukan dari kalangan orang kaya seperti mereka.
.
.
.
Khay mengelap keringat yang mengalir di pelipisnya. Ia mencoba menghubungi nomor ponsel kakaknya kembali. Dan hasilnya masih sama.
"Kakak... Kenapa perasaanku tidak enak? Apakah terjadi sesuatu denganmu di Kota M, atau ini hanya perasaanku saja?" gumam Khay.
"Ah, sudahlah. Mungkin hanya perasaanku saja. Sebaiknya aku tidur saja. Kalau terlambat nanti pasti si Ray akan marah lagi padaku." Khay pun memejamkan matanya dan menuju ke alam mimpi.
Keesokan paginya, seperti biasa Ray menggedor pintu kamar Khay karena Khay tak juga menjawab panggilan darinya.
"Khay!!! Kau sudah bangun?" ucap Ray dengan menggedor pintu kamar Khay.
Khay yang baru saja terbangun merasa terganggu dengan suara Ray yang berteriak. Ia pun akhirnya beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu.
"Ya ampun, Ray! Ini masih pagi dan kau sudah berisik!!" sungut Khay dengan menggaruk kepalanya.
"Astaga, Khay! Kau ini anak perawan tapi kau sangat jorok! Dan ini sudah tidak pagi lagi. Apa kau tidak punya jam di kamarmu?" sungut Ray tak kalah sengit.
"Hmm, sorry sorry. Aku tidak bisa tidur semalam, jadi...akhirnya aku terlambat bangun. Ya sudah, aku akan mandi dulu."
Khay kembali masuk dan tak lama ia keluar dengan outfit andalannya, kaos lengan pendek dan celana jeans.
Khay mengajak Ray untuk sarapan lebih dulu meski sudah bukan waktunya sarapan pagi.
"Ada apa dengan jam tidurmu? Apa kau terlalu banyak pikiran hingga tak bisa tidur?"
"Entahlah. Aku hanya merasa ada yang tidak baik tentang Kak Khania. Kau tahu 'kan jika perasaan kami sangatlah peka. Jika terjadi sesuatu dengan salah satu diantara kami, pasti yang lain juga merasakannya."
"Hmm, jadi karena itu. Kau sudah menghubunginya?"
"Sudah, tapi ponselnya tidak aktif. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya." Khay mulai menunjukkan wajah cemas.
"Sudahlah, mungkin ponsel Khania mati dan dia lupa mengisi daya nya." ucap Ray berusaha menenangkan Khay.
"Hmmm, semoga saja begitu. Bagaimana dengan kasus pembunuhan kemarin, apa sudah ada titik terang?"
"Belum. Kita ambil kasus yang lain saja. Aku tidak mau ambil resiko. Apalagi jika polisi sampai mengancam kita."
"Ah, kau sangat tidak asyik. Baru di gertak segitu saja kau menyerah." Khay mengerucutkan bibirnya.
"Terserah kau saja! Yang jelas aku tidak mau ambil resiko!"
Saat masih berdebat, tiba-tiba ponsel Khay berdering. Sebuah panggilan dari ibunya.
"Ibu?" Khay mengernyitkan dahinya.
"Hei, kenapa tidak kau angkat?" tanya Ray melihat Khay hanya memandangi ponselnya.
"Ibuku? Aku tidak percaya jika dia masih ingat denganku..."
"Ck, kau ini. Angkat saja dulu! Siapa tahu ada hal penting."
Dengan malas Khay menjawab panggilan dari ibunya.
Wajah Khay berubah serius dan sedikit menakutkan, menurut Ray.
"Ada apa ini? Pasti ada hal yang penting 'kan." Gumam Ray menatap wajah serius Khay.
Khay mengakhiri panggilan dengan ibunya. Ia mencoba mengatur nafasnya. Masih tak percaya tentang hal yang dikatakan oleh ibunya.
"Khay... Are you okay?" tanya Ray dengan melambaikan tangannya di depan wajah Khay.
"Seperti dugaanku, Ray. Terjadi sesuatu dengan Kak Khania."
"Heh?! Kau serius?!"
Khay mengangguk pelan dengan ekspresi wajah yang sangat sulit diartikan oleh Ray.
#Bersambung...
berikan dukungan untuk karya baru Mamak ini yaa...
Meski baru bab2 awal, semoga kalian sukak dengan ceritanya yg agak berbau2 misteri 😬😬😬
terima kasih 🙏🙏😊😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Patrish
waktunya menunjukkan kemampuanmu pada Ibu...c'mon...
2021-10-04
3
Aysel
Jan panggil tuan. panggil aja sayang gitu ka 🤭🤭🤭
2021-08-21
2
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
wah khania kenapa?
2021-08-14
2