Bab 3: Takdir Yang Dilukis Oleh Langit

Terik matahari bersinar di pertengahan langit yang cerah dengan awan-awan tipis, seseorang membuka matanya. Netra merah darahnya terbuka sedikit demi sedikit, terlihat kosong tapi hidup. Matanya yang buram mengerjap beberapa kali, memastikan agar dia dapat melihat dengan lebih jelas. Dia Wei Yun Rui, Pangeran Kedua Kerajaan Wei sekaligus putra tertua Permaisuri Wei. Adalah tuan muda yang membantu Shao Ling Mei dari para pembunuh bayaran yang ingin membunuhnya. Matanya membulat terkejut menyadari dia berada di ruangan yang asing. Menolehkan kepalanya ke sekitar, dia tak menemukan siapa pun selain dirinya di tempat itu.

Mengingat kejadian semalam, Wei Yun Rui bangkit dengan panik. Dia terlihat khawatir dengan kondisi putri keempat yang diburu para pembunuh bayaran. Apa dia baik-baik saja? Atau terluka karena dia yang gagal melindunginya? Mengusap wajahnya kasar, Yun Rui menggerakkan tubuhnya yang terasa sakit hanya untuk memastikan hal itu. Beberapa langkah berjalan dari ranjang, tiba-tiba pintu terbuka dengan keras, seorang gadis yang tentu dia kenal berjalan menuju ke arahnya dengan seorang pria muda di belakangnya yang terus mengomel.

"Yang Mulia, bukankah sebaiknya kita melihatnya nanti saja? Akan baik jika kita membiarkannya beristirahat lebih lama."

Wu Jin menghela napas, dia telah berkali-kali berusaha menghentikan Ling Mei yang bersikeras melihat keadaan Wei Yun Rui.

"Aku tidak mau! Aku ingin melihatnya! Wu Jin kamu jahat! Aku hanya ingin memberikannya bunga cantik ini." Ling Mei menatap Wu Jin dengan cemberut, dengan kedua tangan yang memegang seikat bunga plum berwarna putih.

Wu Jin menggelengkan kepalanya, seakan Ling Mei adalah orang yang paling keras kepala di seluruh kekaisaran. "Tapi, Yang Mulia...."

"Aku tidak peduli! Aku akan memberikannya bunga ini ... oh!" dengan senyuman bodohnya, Ling Mei berjalan menuju Yun Rui yang menatap bingung mereka berdua.

"Gege, ini untukmu!"

(Gege: kakak laki-laki).

Yun Rui menerimanya, seikat bunga plum putih yang cantik. Dia tersenyum, mengucapkan terima kasih dengan sopan pada gadis yang dia ketahui adalah Putri Keempat Kekaisaran Shao.

"Gege, kamu sangat indah. Matamu seperti permata, sangat cantik." Ling Mei tersenyum malu-malu, matanya bersinar melihat betapa menawannya seorang pangeran Kerajaan Wei.

Yun Rui menatap Ling Mei getir, tidak apa-apa, mungkin dia tidak mengingatnya. "Matamu juga cantik, jernih dan tenang seperti air."

"Kamu baik. Aku menyukaimu! Ayo bermain denganku lain kali, Gege!" Ling Mei terlihat bahagia, dia senang telah mendapat teman bermain selain Wu Jin.

"Tentu, setelah luka ini sembuh saya akan bermain denganmu."

"Karena sudah memberikannya, aku akan pergi sekarang. Uh, Gege ... terima kasih telah menolongku, aku akan membalasnya di masa depan." tanpa menunggu apa pun, Ling Mei berlari pergi dengan wajah malu meninggalkan Yun Rui dengan Wu Jin yang mengikutinya dari belakang.

Yun Rui menatap pintu yang sudah tertutup itu, dia bergumam dengan lirih, "Bahkan jika kamu tidak mengharapkannya sekalipun, saya akan tetap melakukannya Yang Mulia."

Ling Mei telah berada di ruangannya dengan Wu Jin yang masih setia di dekatnya. Dia meraih teko teh dan menuangkan isinya ke cangkir, dengan lembut Ling Mei menyesap teh yang sudah di tuang ke dalam cangkir, terlihat sangat anggun dan cantik.

"Duduklah Wu Jin! Kenapa kamu begitu sopan padaku? Bukankah kita telah bersama sejak beberapa tahun?"

Wu Jin mendudukkan dirinya di depan Ling Mei, "Itu benar, Yang Mulia. Tetapi, saya adalah pengawal pribadi dan anda adalah tuan saya. Itu bukanlah sesuatu yang pantas."

"Kamu terlalu menjaga sikap Wu Jin, terkadang aku merasa khawatir untukmu."

Wu Jin tersenyum kecil, dia menatap Ling Mei dengan pendar mata yang hangat. Dia senang, tuannya sangat memperhatikannya, dia tidak menginginkan apa pun lagi selain ini. Wu Jin menggeleng pelan, bukan saatnya untuk ini! Ada hal yang harus dia katakan pada Ling Mei.

"Yang Mulia, mengenai hal ini, rumor pasti akan muncul dan meluas di seluruh penjuru istana."

Ling Mei telah menduganya, cepat atau lambat rumor-rumor aneh akan segera merebak dengan luas tentang hilangnya pangeran kedua Kerajaan Wei dari paviliunnya dan tiba-tiba terbangun di salah satu kamar di paviliun milik putri keempat Kekaisaran Shao yang bodoh dengan tubuh penuh luka. Wei Yun Rui oh Wei Yun Rui! Dia telah memberikan sakit kepala yang besar untuk Ling Mei di masa depan, sama seperti ibunya.

"Kalau begitu, saat itu terjadi sebarkan saja kebenarannya, Pangeran Kedua Wei Yun Rui telah menolongku dari pembunuh bayaran yang berniat menyerangku malam itu. Aku tidak ingin terbawa terlalu jauh, bukankah kamu sudah tahu bahwa Ibu Permaisuri dan Permaisuri Wei memiliki sesuatu."

Wu Jin mengangguk patuh, "Saya mengerti, Yang Mulia."

Berbeda dengan paviliun milik Ling Mei, kini di Istana Phoenix yang merupakan tempat tinggal Permaisuri Agung terdapat dua orang yang sedang mendiskusikan sesuatu. Keduanya, Permaisuri Wei dan Permaisuri Agung sendiri tengah membicarakan kejadian yang terjadi pada kedua putra dan putri mereka. Bagi keduanya ini adalah kesempatan, Permaisuri Agung dan Permaisuri Wei tahu mereka tidak boleh melepaskan hal ini. Ini adalah hal baik dan ini adalah takdir! Takdir sempurna yang dilukis langit untuk mereka.

"Hua'er, bukankah ini adalah hal yang bagus? Aku tidak percaya Dewa mempermudah rencana kita."

Shao Fang Hua mengangguk setuju, "Ini adalah nasib buruk yang membawa keberuntungan, aku pikir hal ini akan membuat semuanya semakin mudah."

Fang Hua terdiam sebentar, kemudian melanjutkan ucapannya. "Masalah rumor aku yakin Ling Mei akan mengurusnya sendiri, dia bukanlah orang yang menyukai hal rumit."

"Tentu, putri keempat-mu adalah gadis yang menarik. Itu yang membuatku menyukainya ... ah! Aku jadi semakin menginginkannya." Wei Su Yin menyeringai, mata birunya berkilat senang.

"Shijie, kamu terlihat sangat terobsesi. Itu cukup mengerikan."

"Hahaha ... begitukah?"

"Tapi Shijie, aku dengar putri pertamaku telah menggerakkan rodanya. Bukankah seharusnya kita juga bergerak sedikit lebih cepat?" pemilik takhta kekaisaran itu menelusuri benang Guzheng-nya* dengan hati-hati, itu terlihat misterius dengan wajah yang datar dan mata tak terbaca.

(Guzheng : Alat musik tradisional Tiongkok, berupa kecapi, pada awalnya Guzheng bersenar 5 kemudian menjadi 12, 14-16, dan terakhir bersenar 21).

"Kekuasaanku tidaklah sebesar dirimu, Shimei. Meski begitu, bukan berarti jika aku tidak memiliki kuasa yang sama untuk memutuskan dengan siapa putra-putraku menikah."

Su Yin menghela napas, lalu melanjutkan ucapannya. "Putrimu mungkin telah menyiapkan semuanya, tapi akulah yang akan memutuskan. Jangan terlalu khawatir, dia masih bukan tandinganku."

"Berbeda dengan putra bungsumu, dua putramu yang lain telah siap untuk pernikahan. Bukankah itu akan menjadi sulit?"

Su Yin tersenyum dengan lebar, senyum yang berbahaya dan mencurigakan. "Untuk itu, aku telah memiliki rencana yang lain. Kamu hanya perlu melihatnya dan kamu akan senang, Hua'er."

.

.

Setelah penanganan mendadak yang dilakukan Ling Mei, Wei Yun Rui memutuskan untuk kembali ke paviliun sementaranya. Wei Yun Rui memilih untuk kembali ke Paviliun Anggrek yang dia tempati bersama kedua adiknya. Pelayan setianya, Shu Lian, menatap terkejut tuannya yang berjalan tertatih karena luka.

"Aiyo! Yang Mulia, bagaimana bisa anda terluka?"

Yun Rui tersenyum, Shu Lian selalu khawatir padanya. "Tidak perlu seperti itu, aku baik-baik saja Shu Lian."

"Yang Mulia, sebenarnya apa yang terjadi?" Shu Lian memapah Yun Rui dengan hati-hati, dia harus segera menyembuhkan luka tuannya karena seorang laki-laki apalagi bangsawan tidak boleh memiliki luka atau dia tidak diterima dalam pernikahan.

"Semalam Putri Keempat telah diserang oleh sekelompok pembunuh bayaran, saat itu aku berjalan di dekat paviliunnya dan menemukan Yang Mulia dikepung oleh mereka. Aku memutuskan untuk membantunya, tapi setelah aku hampir membunuh mereka semua aku tidak sadarkan diri karena kabut pelumpuh."

"Yang Mulia, itu sangat berbahaya. Akan lebih baik jika anda memanggil pengawal saja." Shu Lian menatap Yun Rui yang kini telah duduk di ranjangnya.

Yun Rui menggeleng pelan, tidak setuju dengan apa yang Shu Lian katakan. "Tidak, putri keempat adalah orang yang berharga. Aku tidak ingin terlambat."

Shu Lian melepaskan jubah tuannya dengan hati-hati, berusaha tidak mengenai luka tuannya. Yun Rui terdiam, mata merahnya berkilat sedih. Pangeran dengan wajah menawan itu kecewa, dia tahu dia lebih baik dibanding orang lain dalam menunggu, tapi seseorang yang dia tunggu bahkan tidak mengingatnya.

Yun Rui mengelus seikat bunga plum putih yang ada di tangannya, terlihat masih segar meski telah dia simpan selama setengah hari. "Dimana Tian Zhi dan Ming Hao?"

"Pangeran Keempat berada dalam kamarnya, Yang Mulia. Saya pikir Pangeran Keempat sedang melukis. Lalu Pangeran Kedelapan sedang tertidur di kamarnya, Yang Mulia."

Yun Rui mengangguk mendengar jawaban Shu Lian, dia mengerti, adiknya memang pendiam dan lebih sering melukis dibanding bermain-main sepertinya. "Ah! Begitu rupanya. Baiklah, biarkan dia mengambil waktu lebih lama. Adik keempat-ku itu sangat menyukai keindahan."

.................

Berpikir tentang rumor, seperti yang sudah diduga sebelumnya, beberapa hari setelahnya rumor-rumor aneh mulai menyebar seperti kobaran api ke seluruh penjuru istana kekaisaran yang tentu saja akan terus menyebar hingga ke penduduk kekaisaran. Yang paling terkenal di antara rumor-rumor itu adalah pangeran kedua Wei Yun Rui dirumorkan akan menjadi selir Shao Ling Mei, putri keempat yang cacat. Para wanita dan gadis di seluruh kekaisaran merasa kecewa.

Wei Yun Rui, salah satu pria paling menawan di seluruh penjuru negeri dengan keindahan memikat namun mematikan bagai bunga manjusaka* di bawah langit malam yang temaram, matanya yang sewarna darah terlihat menggoda seperti iblis. Pria indah itu akan dijadikan sebagai selir atau yang lebih mengerikan Yun Rui mungkin akan dijadikan pendamping resmi seorang putri cacat! Shao Ling Mei benar-benar idiot yang beruntung!

(Bunga Manjusaka: bunga lambang kematian berwarna merah yang berasal dari Cina dan sering disebut sebagai bunga Higanbana di Jepang; nama lain dalam bahasa inggris: Red Spider Lily).

Ling Mei yang biasanya berjalan-jalan di sekitar Istana Naga untuk bertemu ayahnya memilih untuk diam di paviliunnya. Tidak khawatir dengan rumor, dia sibuk membaca buku di ruangannya. Ling Mei tahu ini akan terjadi, dia mengerti, mungkin ibunya juga akan mengambil masalah ini untuk rencananya. Dia harus bersiap, diam dan menunggu adalah hal yang bagus untuk saat ini. Ling Mei tidak bisa menyentuh wilayah ibunya, itu terlalu beresiko, tidak memungkinkan untuk meminta Wu Jin mengawasinya atau Wu Jin akan terlibat masalah.

Ling Mei menyeringai, dia telah menemukan pelaku yang berniat membunuhnya untuk kesekian kalinya. Mendadak Ling Mei ingin bermain-main, sepertinya orang itu belum menyadarinya, bagaimana Ling Mei dapat lolos dari dewa kematian berkali-kali tanpa luka.

"Ini terasa menyenangkan...." Ling Mei tersenyum tipis dan bergumam, matanya berkilat. Ling Mei terlihat menopang dagunya yang runcing di atas tangan kanannya yang berada di atas meja.

Ling Mei mulai berpikir tentang bisnisnya, ini adalah waktu yang tepat untuk memulainya. Ketiga kakak perempuannya telah mendapatkan dukungan mereka masing-masing. Kandidat terkuat saat ini adalah Shao Mu Lan, kakak tertuanya itu telah memiliki hampir setengah dukungan dari pihak pejabat, penduduk, dan keluarga kekaisaran. Ling Mei tahu Permaisuri Shao, ibunya tidak memberikan dukungannya pada Mu Lan. Ling Mei harus menyembunyikan cakarnya, dia harus mengambilnya secara perlahan, Ling Mei harus berputar dan mengunci mangsanya sebelum benar-benar menyerangnya.

"Betapa menggelikan! Kalian saling bertarung dalam diam, tapi kalian saling bekerja sama untuk menjatuhkanku seakan tidak ada persaingan di antara kalian." Ling Mei mengangkat dagunya angkuh, di dalam mata birunya tersirat kelicikan yang begitu besar.

Ling Mei menatap jendela bulat ruangannya dengan tajam, tirai berwarna putih itu berkibar lembut. Dendam terlihat jelas di wajahnya yang sehalus giok. "Kakakku tersayang, jangan terlalu keras. Rubah ini akan menghancurkan kalian sebentar lagi, semuanya akan terasa sia-sia."

.

.

"SIAL, ITU TIDAK MUNGKIN!!!"

"Tuan, mohon tenangkan diri anda. Ini bukanlah hal yang bagus untuk didengar orang lain." seseorang berkata dengan suara bergetar, ketakutan terdengar jelas dalam suaranya dan air mukanya yang gelisah tidak bisa disembunyikan.

Dia menatap dengan kemarahan, dia merasa telah ditipu oleh langit, "Tenang? Aku berpikir ini adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikannya, kemudian hal yang sudah kurencanakan gagal hanya karena seorang pria! APA KAMU BERCANDA?!"

"Saya mengerti, anda tidak perlu semarah ini Tuan. Itu hanyalah keberuntungan yang diberikan langit kepadanya." satu orang yang ketakutan itu menarik napas dalam-dalam, mengontrol ekspresinya untuk tetap tenang walaupun tuannya terlihat pias dan mengerikan karena kemarahan.

"Keberuntungan apa?! Itu bukan pertama kali ... tidak! Itu berkali-kali bahkan jika bukan aku yang mengirimnya! Bagaimana bisa tidak melukai dia sekalipun?!" sosok yang dipanggil tuan itu menggeram, wajahnya memerah berusaha menahan amarah.

Dia tidak mengerti, bagaimana bisa? Dia hanyalah gadis idiot dengan tingkah seperti anak-anak yang bahkan akan terjatuh jika di dorong ke tanah dengan perlahan. Mengusap wajahnya kasar, dia merasa dipermainkan.

Sosok yang lainnya tersenyum, "Saya mendapatkannya, Tuan. Pengawalnya adalah salah satu yang terbaik dalam bela diri dan berpedang."

"Apa hanya itu? Ada sesuatu ... kita tidak mengetahuinya. Hebat! Aku begitu penasaran! Apa yang dia miliki untuk ini?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!