"Mas Bian, sudah sadar," suara itu terdengar sayup-sayup.
Bian perlahan membuka matanya, dan menatap seseorang yang kini ada di hadapanya.
"Aku dimana?" tanyanya pelan dengan memegangi kepalanya yang masih terasa sedikit pusing.
"Anda ada di rumah sakit, mas Bian semalam tak sadarkan diri," jawab Dika sopir yang hampir 1 tahun ini sangat di percayainya.
Ya. Kejadian tadi malam menimbulkan luka yang teramat dalam. Terbayang wajah Vivi wanita yang amat dirinya cintai, justru melukai hati dengan perbuatan yang sama sekali tak terpuji.
"Memalukan...!" Batinya dengan segenap rasa sakit yang masih begitu menyiksa,
🕊
Sejak kejadian itu, hubunganya dengan Aluvi Tiana, atau di sapa Vivi kandas tanpa sisa. Bahkan dalam beberapa waktu Bian harus menyaksikan, Vivi dan Rendra sengaja bermesraan di hadapanya.
"Dasar baji ngan...!" Upat Bian dalam hati namun berusaha tak terlihat emosi.
Luka yang di rasakan Bian bukan hanya prihal rasa cinta saja. Tapi rasa percaya dan selalu memberi yang terbaik untuk keduanya justru di balas dengan pengkhiantan. Vivi, wanita yang begitu dirinya cintai sementara Rendara sahabat yang bagitu di percayainya. Namun mereka justru dengan tega menghancurkan hubungan itu dengan perbuatan yang begitu memalukan.
🕊
Namun meski hubunganya dengan Vivi sudah tak baik-baik lagi. Bian tetap menghormati Amira, wanita paruh baya yang telah menjodohkanya dengan Aluvi Tiana, wanita yang telah membesarkan Vivi penuh cinta, dialah ibu kandung Vivi sendiri.
"Aku harus tetap bersikap biasa saja di hadapanya, karena jika sampai bu Amira tau kelakuan putrinya itu, sudah tentu dia pasti akan kecewa," gumam Bian berkali-kali setiap kali menatap wajah ibu kandung mantan kekasihnya sendiri.
🕊
Hari-hari Bian lalui dengan batin yang masih cukup perih. Tapi dirinya harus tetap berdiri, sebab statusnya sebagai CEO muda di perusaahan yang di tinggalkan kedua orang tuanya, mewajibkan Bian harus sebijak mungkin dalam bersikap. Bedakan masalah pribadi dan pekerjaan kantornya.
Bian duduk di kursi kebangganya, dengan menatap keluar jendela kantornya. Sorot matanya begitu tajam memandangi taman bunga yang tertata indah di halaman kantor miliknya sendiri.
"Huuuuf.....!"
Bian membuang nafas secara kasar lalu menariknya perlahan.
"3 tahun aku telah bersamanya, menghabiskan waktu untuk mencintai wanita yang begitu memalukan seperti dia. Waktu yang sudah terbuang sia-sia.
Jika mengingat hal itu, Bian tak bisa memungkiri rasa kecewanya saat ini.
"Sabar Bian! Kau harus tetap kuat, jangan biarkan mereka tertawa di atas rasa sakitmu, balas, mari kita balas. Buat mereka lebih menderita dari apa yang kau rasakan saat ini." Ucap Bian untuk dirinya sendiri seraya menarik sudut bibir lalu tersenyum penuh kelicikan.
BANGKIT, BALAS.
Kata-kata itu selalu menjadi motifisi untuk Bian sendiri. Rasa sakit yang dirinya rasa karena wanita membuat jiwa pendendamnya kian meronta.
____
"Kau seharusnya sadar diri, mengapa Vivi justru memilih untuk mencintaiku dan memberikan segalanya padaku," ucap Rendra secara sengaja saat bertemu Bian dia sebuah Cafe.
"Tak usah ceramah! Aku tak butuh nasehatmu," jawab Bian ketus dengan sorot mata yang siap menerkam.
"Kau memang tak butuh, tapi aku hanya ingin menasehatimu. Apa kau tau, cinta sebesar apa pun akan kalah dengan orang yang selalu ada setiap dia butuh dan selalu ada saat dia mau kemana-kemana, yang pasti cinta itu akan berpaling pada orang yang selalu menemaninya," tambah Rendra dan semakin mendekati keberadaan Bian.
"Breng sek....! Kau kira aku tak punya pekerjaan. Aku selalu memenuhi apa yang Vivi mau, hanya waktu saja memang yang sulit untuk ku berikan," jelas Bian.
"Hahahahaha....!" Tawa Rendra menggema dan membuat wajah Bian memerah. "Kau tau, apa yang kau beri pada wanitamu itu, aku juga menikmatinya. Bahkan dengan gampangnya dan rayuan sedikit saja, Vivi sudah jatuh dalam dekapanku. Dan malam itu kau lihat sendiri apa yang dia beri." Tambah Rendra berucap dengan penuh rasa bangga.
"Kurangajar....!" Bian tersulut emosi, penjelasan Rendra membuat panas hatinya. Bahkan dari penjelasan tersebut, Rendra seolah mengatakan bahwa Vivi murahan.
"Jangan emosi kawan. Aku hanya memberi tahumu, kalau jadi manusia jangan terlalu polos, jika tak ingin di pecundangi." Ejek Rendra yang membuat Bian semakin marah.
"Bang sat......! Kau belum mengenal siapa diriku, kau belum paham siapa aku. Lihatlah dalam satu tindakan, aku bisa membuatmu jatuh dan tenggelam." Ancam Bian namun di sambut tawa oleh Rendra.
Mendengar tawa Rendra, membuat hati Bian kian kesal dan panas. Pria tampan itu segera berlalu dari hadapan seseorang yang sempat dirinya sebut sebagai sahabat. Bahkan saat Bian sudah berada dalam mobil miliknya. Rendra masih saja tertawa seolah mengejek mantan kekasih wanita yang kini bersamanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
lovely
dasar CEO bodoh ganteng kaya masih aja cinta ma cewek cantik murahan macam Vivi realnya mnding cari cewek baik2 🤔🥺
2022-07-02
0
🌈 Fhame Alin🌈
gereget ngelihat yg jahat² itu🤨🤨
2021-08-01
0
Ita Sinta
ko teman jahat sekali
2021-07-03
0