PAGI ITU
Matahari pagi menyusup lembut melalui tirai jendela, menyinari rumah Amara yang penuh kehangatan dan aktivitas. Di dalam, suara riuh terdengar dari gadis kecil yang sedang sibuk mempersiapkan diri untuk hari sekolahnya.
Amara menarik tas troli bergambar Barbie yang hampir sebesar tubuhnya. Botol minum merah muda yang serasi tergantung di lehernya, bergerak ke kanan dan kiri mengikuti langkahnya yang ceria menuju garasi.
"Nanti kenalkan Emir pada teman-teman kamu, ya?" Liana menatap putrinya lembut, sambil membetulkan letak bandana Amara.
Amara menoleh ke belakang, menatap Emir dengan senyum yang berbinar hingga matanya ikut bersinar. Bocah lelaki itu berdiri diam di belakangnya, masih terlihat sedikit canggung. Amara mengulurkan tangan mungilnya. "Yuk!" serunya riang, tanpa memberi ruang untuk penolakan. Emir menurut, membiarkan gadis kecil itu menarik tangannya.
Dalam perjalanan menuju sekolah, suasana di dalam mobil terasa hangat. Amara, duduk di kursi belakang bersama ibunya, asyik bersenandung dengan nada riang. Sesekali Liana ikut bernyanyi, membuat suasana menjadi semakin ceria.
Di kursi depan, Ahmad memegang kemudi dengan mantap. Ia melirik kaca spion, menatap Andar yang duduk di kursi belakang. "Makasih, Ndar. Aku banyak hutang budi sama kamu," ucapnya dengan nada rendah, namun tulus.
Andar tersenyum tipis. "Kamu ngomong apa sih, Mad? Kita ini saudara, enggak ada hitung-hitungan begitu." Ia menepuk bahu Ahmad ringan. "Kalau soal hutang budi, aku yang justru lebih sering merepotkan kamu dulu."
Keduanya tertawa kecil, teringat masa-masa remaja yang penuh cerita. Emir hanya diam di sebelah ayahnya, menatap keluar jendela, memperhatikan hiruk-pikuk Jakarta yang belum pernah dilihatnya sebelumnya.
......................
Tak lama kemudian, mereka tiba di sekolah Amara. Bangunan sekolah itu sederhana namun terlihat ceria dengan dinding yang dihiasi mural penuh warna. Setelah berpamitan, Amara menggenggam tangan Emir, membawanya masuk ke dalam gedung, ditemani Liana yang tersenyum hangat di belakang mereka.
......................
Di dalam kelas, suasana ramai. Anak-anak sibuk mewarnai dengan pensil warna di tangan kecil mereka. Emir duduk di sebelah Amara, dikelilingi oleh teman-temannya yang ceria.
"Ini Emir, teman baru kita!" Amara memperkenalkan Emir dengan suara lantang. Meski malu, Emir tersenyum kecil dan melambaikan tangan. Kehadiran Amara di sisinya membuat segalanya terasa lebih mudah.
......................
Waktu berlalu. Dari hari ke hari, bulan ke bulan, hingga tahun-tahun berikutnya, persahabatan Amara dan Emir tumbuh semakin erat. Kini, mereka telah berada di penghujung kelas enam sekolah dasar.
......................
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan pintu membangunkan Amara yang tertidur di meja belajarnya. Ia mengusap matanya yang masih berat, lalu berjalan dengan malas ke pintu. Ketika membukanya, ia disambut oleh Emir yang berdiri sambil membawa segelas jus jeruk.
"Bunda bikinin ini buat kamu," kata Emir, menyerahkan gelas besar ke tangan Amara.
Mata Amara langsung berbinar. "Wah, Bunda Peri emang yang terbaik! Tau aja kalau aku lagi pengen ini!" Seruan gadis itu penuh semangat.
"Bunda Peri," begitu Amara memanggil ibu Emir, yang telah menjadi sosok ibu kedua baginya. Panggilan itu selalu membuat Emir tersenyum kecil, bangga pada ibunya.
Emir berbalik hendak pergi, namun suara Amara menghentikan langkahnya. "Loh, kamu mau ke mana?"
Emir menoleh, bingung. "Kembali ke kamar, dong. Aku juga mau belajar."
Namun, Amara dengan sigap menarik tangan Emir. "Enggak! Kamu belajar di sini aja, sama aku."
Sebelum Emir sempat menolak, Amara sudah menyeretnya masuk ke kamar. Pintu kamar tertutup dengan suara debum lembut, meninggalkan kehangatan persahabatan yang terjalin erat di lantai dua rumah itu.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 163 Episodes
Comments
riski iki
like KK thor
semangat💪
salken ya😊
2021-07-26
1
mutoharoh
👍👍👍👍👍
kak author main juga yh ke tempatku
2021-06-26
2