Nindi berjalan menuju ruangan kerjanya, di sepanjang jalan ia terus memikirkan hal tadi di kantin. Ia juga bingung siapa yang telah memberinya makan siang gratis setiap hari selama dia bekerja disini. Dan hal aneh lainnya yaitu, kalo bik Sri berani membocorkan siapa yang selalu membayarkan makanannya, bik Sri diancam tidak boleh lagi berjualan di kantin kantor tersebut.
"Kalo bik Sri kasih tau aku siapa yang bayar, bik Sri ngga boleh lagi jualan disini. Berarti itu bukan orang yang sembarangan", Nindi berjalan sambil berbicara sendiri pada dirinya.
Tanpa di duganya, Dinda dan Yona melihat ia sedang berjalan sendiri menuju ruangan.
"Eh Din, Lo liat ngga itu yang tadi jalan sendiri?".
"Iya gue liat, tapi itu bukannya tukang bersih-bersih yang baru aja masuk dua Minggu lalu ya Yon?", tanya Dinda balik.
"Iya gue inget, dia kan baru aja masuk tuh dua Minggu lalu. Terus dia ngapain pakek baju kaya kita-kita gini?", Yona memperhatikan Nindi dari jauh.
"Coba ikutin aja Yon, gue penasaran mau kemana sih dia?", ajak Dinda.
"Iya ya, ayok", mereka membuntuti Nindi dari belakang. Dan saat sudah sampai ruangannya, Nindi langsung masuk tanpa merasa aneh dan curiga jika ada yang mengikutinya.
"Whaaatt!!! Dia masuk keruangannya pak Lingga??", Yona terkejut sambil menutup mulutnya.
"Ngga mungkin deh Yon, apa mata kita yang salah liat kali?", Dinda mengucek-ngucek matanya.
"Jangan oon ngapa Din, emangnya ada ruangan lain selain ruangannya pak Lingga disitu??", Yona mendorong kepala Dinda.
"Apaan sih Yon, udah buruan Lo hubungin dia cepetan dari pada kita ribut disini", Dinda menyuruh Yona menelpon seseorang.
Yona bergegas membuka telpon genggamnya.
"Ada apa?", suara wanita dari sebrang sana dengan santai.
"Ada wanita yang masuk keruangannya pak Lingga barusan".
"Cari tau aja dulu dia siapa", jawab wanita itu dengan santai.
"Oh iya, tadi pagi juga pak Lingga tumben datang kekantor agak cepat dari biasanya", jawab Yona lagi.
"Awasi saja apa yang dia lakukan". Belum sempat Yona menjawab, sambungan telponnya terputus.
"Dasar nih perempuan gak ada akhlaknya emang, main mati-matiin telpon aja!!". Yona menggerutu.
Dinda yang mendengar langsung berbicara,
"Udah lah Yon kita kerjain aja yang disuruh sama dia, kan kita juga yang dapat komisi?", Dinda berkata sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Ya udah ayok kita kerja lagi, ntar kita kena sembur lagi sama pak Burhan kaya tadi pagi".
Mereka langsung pergi dari tempat itu.
***
Tok tok toookkk...
"Masuk".
"Ini saya pak, Nindi".
"Oh, ya silahkan masuk". Jawab Lingga tanpa menoleh ke arah Nindi.
Nindi langsung duduk di kursi empuknya. Saat ia sedang mengerjakan tugasnya, ia teringat akan sesuatu. Ia melihat ke arah meja Lingga, tidak terlihat ada bekas atau wadah makanan disitu.
"Pak, boleh saya bertanya?", Nindi membuka suara dengan ragu-ragu.
"Tanya saja silahkan".
"Ehmm.. apa bapak sudah makan siang?".
"Belum, kenapa?"
"Kenapa bapak belum makan?", tanyanya lagi.
"Dasar cewek bawel, apa ngga liat orang lagi sibuk kerja begini, jangankan makan, mau nafas aja susah ", Lingga berkata dalam hati.
"Nanti saja saya makannya, sekarang belum sempat", jawab Lingga.
"Kalo gitu, saya permisi keluar sebentar pak", Nindi berkata langsung keluar.
"Mau kemana lagi tu perempuan", Lingga bergumam sambil melirik ke arah pintu.
***
"Bik Sriiii...", panggil Nindi.
"Loh ada apa, neng kok balik lagi kemari?".
"Mau pesen makanan bik satu porsi".
"Untuk, siapa neng emangnya?", tanya bik Sri.
"Untuk pak Lingga bik".
"Ohh, biasanya kalo pak Lingga pesen makanan dia selalu pesen nasi goreng sosis aja neng", jawab bibik dengan santai.
"Oh, iya ya bik. Ya udah itu aj ngga papa bik".
"Tunggu sebentar ya neng?".
"Wokkeeh bik".
***
"Ini neng sudah selesai".
"Berapa bik jadinya?".
"Udah bawa aja neng, ngga papa".
"Aduhhh bik, kok di bawa aja sih nanti bibik rugi dong, apa sudah di bayar lagi bik?", tanya Nindi semakin curiga.
"Hehehh, iya neng, udah sana buruan ntar pak Lingganya nungguin lagi?".
"Ya udah bik, pergi dulu ya?",
"Yo'i neng", jawab bik Sri.
Nindi hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah bik Sri yang seperti anak muda.
***
Melihat Nindi masuk membawa piring berisi makanan, Lingga jadi dibuat bingung oleh olehnya.
"Ini silahkan di makan dulu pak makannya?", Nindi menyodorkan piring yang dipegangnya kepada Lingga.
"Apa itu buat saya?", tanya Lingga bingung.
"Iya, kan tadi kata bapak belum makan siang, jadi pasti laperkan?".
"Ohh.. iya terima kasih, nanti saya makan".
Sedangkan Nindi kembali melanjutkan pekerjaannya tadi yang tertunda.
"Nin...", panggil Lingga.
"Iya pak, ada apa?".
"Saya boleh tanya sesuatu sama kamu ngga?", tanya Lingga serius.
"Boleh pak, tanya apa ya?".
"Selama ini, apa kamu pernah berpacaran atau dekat dengan seorang pria?".
Degg, jantung Nindi serasa mau copot. "pertanyaan macam apa ini?", batin Nindi.
"Ehmm, kalau masalah itu saya belum pernah pak", jawab Nindi malu-malu kucing.
"Ohh", Lingga hanya menjawab dengan ber-oh ria.
'Duhhh, jam pulang kerja masih lama lagi, mana ditanya soal yang begituan. Nih orang apaan sih, bikin gua ngga tenang aja!!!'. Nindi bergumam dalam hati. Namun ia mencoba untuk tetap fokus pada komputer.
Namun tidak dengan Lingga, ia diam-diam memperhatikan Nindi sambil tersenyum tipis. Ia terasa sangat senang mendengar jawaban Nindi tadi. Bagaimana tidak, rencana yang sudah ia rancang akan berjalan mulus nantinya.
Saat mereka tenggelam dalam pekerjaan masing-masing, pintu ruangan tersebut terbuka. Romi datang menghampiri meja Lingga.
"Eh Ling-Ling ku, sudah lama kita tak berjumpa?", Romi berkata sambil mencubit pipi Lingga.
PletaakK ...
"Eh Romlah, jangan lebay!, baru aja berapa menit ngga ketemu. Alayy", Lingga menjitak kepala Romi.
"Anjiim, sakit wooii.. Nama gue tu Romi Nervado, bukan Wak Romlah!!, ngerti kagak Lo!".
"Ngga usah kebanyakan ngomong, mau ngapin Lo kesini??", tanya Lingga kembali fokus ke laptopnya.
"Pelan-pelan dikit napa ngomongnya, kenceng amat?".
"Udah cepetan!!".
"Santai bro, ini Lo dapet kiriman buket bunga dari tuh cewek gatel!!", Romi sedikit berbisik agar tidak terdengar oleh Nindi.
"Buang aja ke tong sampah!", aura dingin Lingga mulai terasa.
"Emang udah gue buang kali".
"Ya sudah sana keluar, ngapain lagi Lo disini?".
"Iya iya, gue keluar!".
Sebelum Romi keluar dari ruangan itu, ia menyapa Nindi yang sedang membuka-buka berkas.
"Hai Nindi??", sapa Romi.
Nindi hanya tersenyum tipis menjawab sapaan Romi, yang langsung disambut oleh Lingga yang berdehem.
"Eehm ehhmm...", sambil melirik tajam ke arah Romi.
Dasar para lelaki aneh, tadi pada alay-alay, terus bisik-bisik, sekarang lirik-lirikkan. Nindi bergumam dalam hati.
***
Jam pulang kantor sudah tiba, Nindi bersiap-siap pula untuk pulang.
"Nin, kamu pulang pakai apa?", tanya Lingga.
"Naik angkot pak".
"Angkot??", tanya Lingga lagi.
"Iya pak, ada apa emangnya?".
"Ngga papa", jawab Lingga cuek.
Nih orang aneh banget sih, nanya di jawab, sekali ditanya lagi bilang ngga papa doang. Kalo gitu mending ngga usah nanya sekalian. Apa jangan-jangan dia mau ngeledek gue gara-gara naik angkot??. Mulut Nindi komat Kamit seperti orang yang lagi baca mantra. Lingga yang melihat Nindi sedang menggerutu jadi tersenyum sendiri.
***
Nindi sedang menunggu angkutan kota yang biasa ia naiki. Saat sedang menunggu, tiba-tiba, datang taksi menghampirinya.
"Mari mbak saya anter?", kata pak sopir itu.
Nindi jadi bingung, karena ia dan Ayu tak pernah naik taksi. Selama ini dia bekerja pulang pergi selalu naik angkot, karena harga yang lebih murah katanya.
"Maaf pak, saya ngga pesen taksi bapak, saya naik angkot, maaf ya pak, mungkin bapaknya salah orang?". Kata Nindi kebingungan.
"Ini sudah ada yang memesan untuk mbaknya, dia bilang saya disuruh nganterin mbaknya sampe rumah, dengan mbak Nindi kan?", jelas bapak itu.
"Iya itu saya benar pak".
"Ya sudah ayok neng saya anter?".
"Bapak yakin nih, nanti saya ngga bayar?", Nindi masih ragu.
"Bener loh mbak, saya janji kalo saya salah orang mbak ngga akan saya suruh bayar deh, gimana?".
"Ya udah deh kalo bapak maksa saya, janji ya pak?", Nindi mengacungkan jari kelingkingnya.
"Iya iya mbak", bapak itu mengacungkan jari kelingkingnya pula.
Ada seseorang yang memperhatikan dari jauh, sambil tersenyum lucu ke arah Nindi.
"Sebentar lagi kamu ngga akan naik angkot ataupun taksi itu lagi Nin, aku bisa kasih kamu lebih. Aku janji bakal kasih kamu kehidupan yang layak dan mapan nanti, tunggu saja", seseorang di dalam mobil itu berbicara sendiri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments