episode 5

Pagi ini Nindi harus bersiap-siap lebih awal, karena tugas ini adalah yang pertama kalinya ia lakukan yaitu sebagai asisten pribadi.

Ia memoles wajahnya dengan make up tipis, dan kemeja berwarna peach dengan motif bunga-bunga di padukan dengan rok hitam span selutut, sangat membentuk lekuk tubuhnya yang indah, tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar. Itulah tubuh Nindi sangat pas bila dilihat, semua seperti diukir, dari bagian dada, boking,dan paha, membuat orang yang melihatnya terkagum.

Dan dengan rambut yang tergerai panjang, sangat kontras dengan penampilannya. Membuat Ayu pun terpukau, padahal sesama wanita. Karena aslinya Nindi memang terbilang cantik, dan wajah yang bisa dikatakan baby face.

"Waaahh....it's amazing" Ayu berkata sambil mengacungkan kedua jempolnya.

"Gimana Yu, aneh ngga?", Nindi berkata sambil melihat-lihat ke pantulan dirinya yang ada di cermin kamarnya.

"Aneh apanya, orang cantik begini kok dibilang aneh, lu tu yang aneh Nin!", Ayu berkata seraya mengelilingi Nindi.

"Ya udah, ayok berangkat kalo udah siap?", ajak Nindi.

"Ayook..", jawab Ayu.

***

Lain halnya dengan Lingga, ia sudah berada di ruangannya pagi ini. Karyawan yang melihatnya pun terheran-heran, karena tak pernah-pernahnya ia datang ke kantor sepagi ini.

"Eh, Din Lo liat ngga pak Lingga kok tumben banget ya jam segini udah dateng ke kantor?", tanya Yona pada Dinda yang melihat kedatangan Lingga.

"Iya ya Yon, ada apa ya, harus di cari tau nih!", Dinda berkata sambil manggut-manggut.

"Iya nih harus, apa jangan-jangan Pak Lingga sudah mau menggantikan posisi papanya ya?".

"Ngga tau juga deh, atau pacarnya yang dulu udah kembali lagi?", Dinda mencoba menerka-nerka.

Kalian mau tau siapa mereka??? Mereka berdua itu adalah Air Tuba. Alias wanitA nyiyIR TUkang ghibAh. Biang gosipnya di kantor itu.

"Ehm ehhmm.."

Tanpa mereka sadari, ternyata ada seseorang yang berdiri sejak tadi di belakang mereka. Pak Burhan kepala staf marketing yang memimpin mereka bekerja dalam perusahaan.

"Kalian mau bekerja atau bergosip disini?", pak Burhan berkata sambil berkacak pinggang.

"Ehh.. anu pak itu.. kami mau bekerja pak", jawab Dinda dan Yona terbata-bata.

"Pantas saja pekerjaan kalian selama ini tidak ada yang beres, justru semakin menurun. Ternyata ulah kalian, atau kalian mau di pecat, cuma makan gaji buta hah!!!!...", pak Burhan mulai tersulut emosi.

Bagaimana tidak, karena ulah merekalah pak Burhan yang harus menanggungnya beberapa hari kemarin. Pak Burhan dipanggil oleh pemilik perusahaan itu sendiri tak lain halnya pak Hendra Wirawan. Disebabkan oleh kasus penurunan pemasaran.

"Aduh pak, maaf pak kami janji akan bekerja lebih baik lagi, beneran deh suweeerr", Dinda berkata sambil mengarahkan jari tengah dan telunjuknya membentuk huruf V.

"Suwar suwer suwar suwer, minta jewer kamu?".

"Ngga ngga pak, kita lanjut kerja lagi ya?", Dinda dan Yona langsung menuju meja masing-masing.

"Galak bener sih tu pak tua!!", Yona bergumam dalam hati.

"Tambah lama generasi penerus tambah rusak!". Pak Burhan berkata sambil berjalan menuju ruangannya.

***

Nindi dan Ayu sudah sampai depan kantor, mereka berpisah arah. Karena beda ruangan yang dituju.

"Gua doain loh sukses kerjanya Nin, daaannn juga sukses menggaet hati pak Lingganya, ahhh senangnya hati..." Ayu berkat sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"Apaan sih lu Yu, ngga jelas banget deh jadi orang, resek luh".

"Hai Nindi, udah siap nih jadi asistennya pak Lingga, ciiiiieeee cciiieee...". Joni menggoda Nindi.

"Kalian tuh emang otaknya gesrek semua ya, dulu kalian lahir kaki duluan pasti tuh, aduuuh..", Nindi berkata sambil meninggalkan dua sejoli itu.

"Nindiii... good luck..". Teriak Ayu, sampai-sampai karyawan yang melintasi merekapun memperhatikan mereka berdua.

PletaakK... Joni menjitak kepala Ayu.

"Eh lu Entok apa-apaan sih, teriak-teriak ngga jelas ngga malu apa diliat sama orang-orang!!".

"Aduuh.. sakit tau Jon, elu tuh dasar julid!!", Ayu berjalan didepan Joni yang dikuti langkah Joni.

***

Tok tok tookkk.....

"Masuk". Terdengar suara bariton Lingga dari arah dalam.

Nindi masuk dengan pelan, dirinya gugup, cemas dan gundah gulana.

"Maaf pak saya telat", ucap Nindi.

"Tidak apa-apa, ini juga belum jam masuk kantor, saya saja yang terlalu cepat".

Ucap Lingga tanpa menoleh ke arah Nindi. Tapi Nindi masih berdiri ditempatnya, ia bingung apa yang harus ia kerjakan terlebih dahulu.

Lingga sadar bahwa Nindi masih berdiri ditempatnya semula, ia bermaksud ingin melihat Nindi, tapi apa lah daya saat melihat Nindi justru ia kesusahan menelan salivanya.

Bagaimana tidak, Nindi sangat terlihat cantik dengan lekuk tubuh yang sangat jelas. Jangankan Nindi, Lingga saja merasa gugup jadinya.

"Ehhmm, kamu sudah saya sediakan meja disitu. Kamu kerjakan saja dulu berkas-berkas yang ada. Nanti jika ada yang tidak kamu mengerti jangan sungkan untuk bertanya".

"Oh iya, baiklah pak saya mulai bekerja dulu". Nindi mencoba menenangkan hati dan pikirannya agar sedikit rileks.

Disela-sela sibuk bekerja menghadap komputer, mereka saling mencuri-curi pandang. Terkadang Nindi yang diam-diam memperhatikan Lingga, kadang juga sebaliknya. Tapi, saat pandangan mereka bertemu, jantung Nindi serasa bermain di roller coaster. Ada perasaan malu dan perasaan canggung.

Bagaimana tidak, wajah Lingga bagaikan ukiran seni yang sempurna. Rahang yang kokoh, bibir tipis yang menggoda, dan tatapan mata yang tajam seperti elang namun sejuk dilihat.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam istirahat. Bekerja dalam kegugupan, membuat Nindi kehabisan tenaga. Ia merasa sangat lelah dan lapar. Sebelum keluar menuju kantin, ia permisi kepada Lingga. Kan takut kalau Lingga marah, keluar tanpa izin.

"Pak, permisi apa saya boleh istirahat sebentar??", tanya Nindi ragu-ragu.

"Oh tentu, silahkan". Lingga mempersilahkan Nindi keluar.

Saat Nindi sudah keluar, Romi menyelinap masuk ke ruangan Lingga.

"Eh Ling-Ling, Lo yakin dengan rencana kemarin?", tanya Romi serius.

"Iya gue yakin, kenapa elo ngga percaya sama gue?", tanya Lingga santai.

"Dan elo yakin juga sama tuh cewek?".

"Gue sudah seratus persen yakin, jadi elo ngga usah bawel deh!", Lingga meyakinkan Romi.

"Kalo elo udah bener-bener yakin sih gue ngikut elo aja".

"Ya udah tinggal kita jalanin aja rencananya", jawab Lingga santai.

"Wookkkeeh".

Romi keluar dari ruangan itu entah pergi kemana rimbanya. Dan rencana apa yang akan Lingga kerjakan bersamanya hanya tuhan dan Author lah yang tau🤣🤣.

***

Nindi menuju kantin karyawan, ingin mengisi perutnya yang kosong, sekaligus bertemu dengan teman-temannya yang lain. Terlihat ada Ayu, Joni, bik Sri, Andi, Resti, dan Vian.

"Jreeng jreeeeeengggg..... Akhirnya orang yang kita tunggu-tunggu dari tadi muncul juga ke peradaban". Joni menyambut kedatangan Nindi seperti ratu.

"Apaan sih lu Jon, lebay amat dah", Nindi cekikikan.

"Baru tau elu Nin, kalo tuh ketoprak gosong lebay?", Ayu berkata sambil mencibir Joni.

"Udah udah ah, nanti kalian ujung-ujungnya pasti berantem", Nindi menengahi kedua temannya itu.

"Wah, elu baru kerja dua Minggu langsung naik pangkat sampe atas Nin, enak bener ya jadi elu. Gua juga mau kali Nin?", Resti berkata sedikit menyindir Nindi.

Bik Sri langsung menjawab omongan Resti, "Namanya juga rezeki, siapa yang tau. Itu mah rezekinya neng Nindi loh Res, itu udah jadi garis jalan hidupnya", bik Sri memberi perhatian pada Resti. Maklum dia bicara seperti itu, karena dialah pelayan paling lama bekerja diantara mereka.

"Sip, betul tu Bu. Itu udah jadi rezekinya mbak Nindi, ya kan mas Jon?", lanjut Andi bertanya pada ibunya. Ibunya hanya membalas dengan anggukan.

"Iya betul itu, semua jalan hidup kita itu sudah ada yang mengaturnya. Kita hanya menjalankannya saja, baik buruknya dinikmati saja. Semua tergantung yang di atas". Joni berbicara dengan serius.

"Waahh... houooo... ..", semua yang ada di meja itu langsung bersorak, dan bertepuk tangan antusias.

"Eh bro, elu kesambet apaan. Ustad siapa yang jadi guru elu", Vian berkata sambil memegang jidat Joni.

"Eh Vi, gini-gini gua masih waras ya emang kaya elu ngga tobat-tobat?", Joni menonyor kepala Vian.

Ayu langsung menengadah tangan ke atas 🤲

"Ya Allah.. terima kasih sudah memperbaiki otaknya si Joni jadi waras ya Allah, mukjizat apa ini yang kau berikan padanya", Ayu berkata.

"Eh lu Entok, gini-gini gua pernah belajar agama dulu disekolah, emak gua juga sering ngajarin gua kalo dirumah!", Joni melipat kedua tangannya didepan dada.

"Udah ih kalian tuh, mulai lagi!". Nindi angkat bicara.

"Iya ni kalian kaya anak kecil aja tau ngga?", bik Sri meneruskan.

"Habis dia duluan tuh bik yang cari maslah!", gerutu Ayu.

"Huh bawel lu....", Joni melempar tisu ke arah Ayu.

"Sudah kalian ini malah tambah jadi rusuhnya, kita ini mau dengerin Nindi bicarain dia jadi asisten kok malah berantem sih?", Bik Sri menunjuk mereka berdua supaya diam.

Nindi hanya tersenyum geli melihat tingkah laku kedua temannya itu.

"Udah pada tenangkan, gantian sekarang aku lagi yang bicara, jadi aku hari ini cuma ngerjain berkas-berkas yang ada di meja aku aja, kebetulan aku lihat hari ini juga ngga ada jadwal meeting. Tapi namanya juga kerja hari pertama jadi asisten, tetep aja gugup. Apalagi satu ruangan dengan pak Lingganya langsung". Tutur Nindi menjelaskan.

"Whatttt... Satu ruangan lu dengan pak Lingga?" pekik Resti yang sangat kaget.

"Iya, emangnya kenapa?", tanya Nindi heran.

"Seumur-umur gua kerja di kantor ini, ngga pernah pak Lingga satu ruangan dengan asistennya. Padahal pak Romi asistennya dari dulu sekaligus temen akrabnya aja ngga pernah kerja satu ruangan. Pak Romi punya ruangan sendiri, ya kan bik?", Kat Resti sambil bertanya pada bik Sri.

"Betul juga sih, tapi mungkin pak Lingga mau mencari suasana baru, mungkin dia selama ini kesepian kalo lagi kerja", bik Sri menjawab yang di anggukkan oleh semua.

"Ngobrol terus kita, jadinya Nindi ngga jadi makan ntar", Ayu berbicara ambil melihat Nindi yang memegangi perut sedari tadi.

Bik Sri langsung teringat sesuatu. "Oh iya neng, makanannya sebenarnya udah bibik siapin dari tadi loh neng?", seraya berjalan mengambilkan makanan Nindi.

Setelah semua selesai makan termasuk Nindi, mereka pergi menuju ruangan masing-masing melanjutkan pekerjaan. Yang tersisa hanyalah Nindi, Andi dan bik Sri.

"Ehm.. kalo boleh tanya, apa sudah dibayar lagi bik?", tanya Nindi ragu.

"Iya neng sudah dibayarin", jawab bik Sri yang diikuti anggukan oleh Andi.

"Boleh tanya lagi ngga bik?".

"Bibik tau, pasti neng mau tanya siapa yang bayar kan? Udah ngga usah dipikirin neng, yang penting neng makan aja kenyang-kenyang".

"Iya mbak Nin, kapan lagi makan gratis?", Andi ikut nimbrung.

"Please bik, tolong kasih tau deh siapa yang bayarin, ntar Nindi kalo mati jadi gentayangan loh karna mati penasaran".

"Huuss.. jangan bicara sembarangan deh, udah sana balik kerja lagi", bik Sri berkata sambil mendorong tubuh Nindi keluar.

"Ahh.. bibik ngga seru ah orangnya, habis Nindi penasaran loh bik siapa sih orangnya. Dan juga Nindi kan mau terima kasih sama orang itu kok baik banget selama Nindi kerja disini makan di bayarin terus?".

"Gini ya neng, yang penting tu orang ikhlas bayarin, dan juga kalo bibik kasih tau ke nengnya, dia bakal ngancem bibik ngga boleh lagi jualan di kantin ini neng, gitu. Yang penting makanan yang selama ini neng makan kan udah di bayar, jadi bibik ngga rugi juga".

"Ahh.. bibik mah, besok-besok Nindi makan di luar aja deh", Nindi berkata sambil meninggalkan bik Sri.

"Dasar anak jaman sekarang keponya keterlaluan, tinggal makan gratis aja ribet!", bik Sri berkata yang melihat kepergian Nindi.

Terpopuler

Comments

Atika Atika

Atika Atika

Aku rasa Lingga yang selalu bayarin makan Siang Nindi

2021-10-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!