"Yu, ngomong-ngomong siapa ya yang bayarin makanan kita tadi jadi penasaran setengah mati gua jadinya??", tanya Nindi yang dari tadi penasaran.
"iya ya, aku juga jadi kepo dibuatnya. tumben-tumbenan ada yang traktir siang bolong begini?", jawab Ayu sambil mengangkat kedua bahunya.
"Ah, bodo amat lah yang penting kita udah makan udah kenyang kembali kerja lagi", lanjuut Nindi tanpa memperdulikan di depannya bahwa ada sepasang mata yang melihatnya dari pintu ruangan cleaning servis dengan tatapan yang tak bisa di artikan.
Saat mereka asik berjalan menuju ruangan khusus cleaning servis sambil bercerita, tanpa mereka sadari mereka berpapasan dengan seorang pria tak lain halnya adalah Lingga yang kemarin tak sengaja bertabrakan dengan Nindi saat Lingga ingin keluar dari ruangan itu.
Lingga baru saja menemui kepala staf cleaning servis karna ada sesuatu hal yang ingin disampaikannya.
Saat Nindi sadar siapa orang yang berdiri di depan pintu masuk itu, langsung dia teringat dengan kejadian kemarin.
"Eh, tunggu-tunggu dulu, elu kan yang kemarin nabrak gua di depan lift itu kan??", tanyanya pada Lingga sambil mengingat-ingat kejadian kemarin.
"Kalo iya emang kenapa?", Lingga balik bertanya pada Nindi dengan wajah galak.
"Eh Nin, lu ngapain nanya begitu?", Ayu berbisik di telinga Nindi karna dia tahu dia sedang berhadapan dengan siapa bukan orang sembarangan di kantor ini.
"Ini dia ni orangnya yang nabrak gua kemarin Yu pas gua mau keluar lift pulang kerja, bukanya minta maaf malah balik nyalahin gua, eh tau-taunya ketemu lagi sama nih orang!!!", gerutu Nindi sambil memonyongkan bibirnya ke depan.
Tanpa ia sadari, kalau wajah laki-laki yang tadi terlihat seram itu berubah sedikit menyunggingkan senyum melihatnya kesal seperti itu. Ayu yang melihat Lingga tersenyum pun menjadi heran dengan atasannya tersebut. Karena sudah sangat lama ia tidak pernah lagi melihat senyum yang menghiasi wajah Lingga seperti itu.
Ayu berniat untuk mengajak Nindi masuk, dari pada Nindi terus mengomel tidak jelas di depan pintu.
"Emmh maaf pak, teman saya sudah lancang dengan bapak?", kata Ayu sambil bergegas masuk dan menyeret tangan Nindi untuk ikut masuk pula.
"Silahkan", jawab Lingga. Ia hanya memutar sedikit tubuhnya untuk melihat ke arah Nindi dengan senyum yang belum memudar.
***
"eh elu ngapain sih cari masalah sama pak Lingga Nin?", tanpa ba-bi-bu ayu betanya saat sudah berada dalam ruangan sambil memperhatikan ke arah luar, takut kalau masih ada pak Lingga di depan pintu yang mendengar pembicaraan mereka.
"Itu kemarin pas pulang kerja waktu gua mau keluar lift, eh dianya nabrak gua Yu. Bukannya minta maaf malah balik nuduh gua dianya!!", gerutu Nindi.
"Ya ampun Nin, eh elu tau nggak sih dia tu siapa", tanya Ayu dengan serius. "Emangnya siapa?". "Dia itu pewaris perusahaan ini Nin, jadi elu belom tau yang gua ceritain kemarin maksudnya siapa??".
"Oohhh... jadi dia yang elu bilang kemarin mau jadi pemimpin baru kantor ini Yu?", Nindi balik bertanya dengan ekspresi kaget yang teramat dan tak lupa pula mulut yang menganga lebar seperti danau Toba.
"Ya iya lah Nin. Dia itu namanya Cahya Lingga Wirawan putra tunggal dari pak Hendra Wirawan pemilik perusahaan ini Nindi!!! masa elu ngga tau sih", jelas Ayu sambil gregetan pengen cubit pipi mulus Nindi.
"Iya iya.. sekarang gua ngerti kok dia tu siapa, untung gua ngga di pecat ya kemarin??", sambil memegang dadanya merasa bersalah.
"Eh tapi tunggu dulu deh, gua agak heran sih sama pak Lingga tadi Nin??", Ayu mengerutkan keningnya.
"Emangnya heran kenapa Yu??, ada yang salah?", Nindi balik bertanya.
"Setahu gua yang namanya Pak Lingga tu ngga mau bicara dengan perempuan, kecuali hal penting. Itu aja kadang nyuruh asistennya yang ngomong. Dan elu tau ngga, ini baru pertama kalinya selama gua kerja disini liat Pak Lingga mau turun tangan sendiri ngurusin kerjaan kantor, apalagi masuk ke ruangan cleaning servis gini", jelas Ayu sambil menerka-nerka.
"Tunggu dulu tadi elu bilang kalo Pak Lingga ngga mau bicara dengan perempuan, emangnya kenapa??", Tanya Nindi.
"Gua jelasin ya ke elu, Pak Lingga ntu pernah gagal tunangan sama pacarnya.Kalo masalahnya apa sih juga kurang tau, tapi yang jelas semenjak kejadian itu dia ngga pernah mau ngomong-ngomong lagi sama lawan jenis. Jangankan ngomong, jawab omongan elu kaya tadi aja dia ngga pernah sama perempuan lain apalagi senyum ke elu tu tadi" Ayu kebingungan.
"Apa kata elu tadi, senyum ke gua??, mana mungkin lah Yu Yuuu". Nindi justru tertawa mendengar penuturan temannya itu.
" Loh,, kok elu ngga percaya sih sama gua, gua beneran Nindiii!! Eitss.. apa jangan-jangan Pak Lingga suka sama elu lagi Nin?".
"hahhahhaha.. udah udah... ah becanda mulu dari tadi. Ngehalu aja lu siang bolong begini Yu, lanjut kerja lagi noh". Nindi sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Elu mah ngga percaya sih sama gua".
"Oh iya Yu, nanti pulang kerja elu jadi kan ke rumah gua?, gimana kalo lu nginep aja sekalian, jadi besok kita berangkat kerja bareng?".
"Eehhmm... boleh juga deh Nin, tapi gak papa kan gua nginep dirumah lu, orang tua lu ngga marah kan?", tanya Ayu khawatir.
"Santai aja kali Yu, justru orang tua gua malah seneng rumah jadi rame, gua juga ada temennya".
"Oke deh kalo gitu", sembari tersenyum ke arah Nindi.
***
Tidak terasa Nindi sudah dua Minggu bekerja di perusahaan itu sebagai cleaning servis. dia juga sudah sangat akrab dengan Ayu dan ketoprak gosong alias Joni, dan teman-teman kerja lainnya.
Tapi selama bekerja di perusahaan itu, ada hal aneh yang membuat Nindi dan Ayu penasaran setengah mati. Setiap makan siang di kantin pasti sudah ada yang membayarnya, entah itu siapa tapi yang jelas bik Sri dan Andi tidak pernah mau memberi tahu siapa yang membayarnya, walaupun sudah dipaksa buka mulut tetap tidak mau. Akhirnya kedua gadis tersebut pasrah, alias tinggal makan gratis. wkwkwkk.
Hari ini hari Sabtu, entah ada hal apa pagi ini Nindi di panggil oleh kepala staf cleaning servis untuk menghadap ke ruangannya.
Tok tok tookkk...
Pintu terbuka, lalu Nindi masuk dan bertanya "Permisi pak, ada apa bapak memanggil saya??", tanya Nindi gugup.
"Kamu di panggil ke ruangan Pak Lingga, saya juga kurang tau ada hal apa beliau memanggil kamu ke ruangannya, mari ikut saya". Kata kepala staf itu sambil berjalan keluar. Membuat hati Nindi tak tenang dan berkecamuk berbagai pertanyaan di benaknya.
Tok tok tookkk....
Pintu pun terbuka, dan Nindi semakin gugup saat sudah berada di ruangan itu. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, bahwa ia akan di pecat oleh Lingga atas kejadian dua Minggu lalu yang telah ia perbuat.
"Pak Lingga, ini Nindi karyawan yang bapak maksud bukan?", tanya kepala staf tersebut.
"Ya, anda boleh keluar sekarang", Lingga menyuruh kepala staf itu untuk keluar.
"Baik pak, saya permisi", tanpa menunggu jawaban dari Lingga kepala staf itu langsung keluar.
Tinggallah Nindi dan Lingga yang berada di ruangan itu. Lingga bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah Nindi yang masih berdiri didepan mejanya itu.
Lingga berjalan mendekat.. mendekat... dan semakin dekat dengan Nindi. Yang membuat Nindi sedikit memundurkan langkahnya kebelakang.
"Kenapa kamu mundur?", tanya Lingga sedikit pelan.
"Ti.. tiidak apa-apa pak", Nindi semakin gugup.
Saking dekatnya Lingga, Nindi bisa merasakan aroma maskulin yang sangat menyengat dari tubuh Lingga. Lingga yang berdiri sambil bersandar di meja itu pun memperhatikan Nindi dari ujung rambut hingga ujung kaki. Cantik juga ni perempuan, pikir Lingga.
"Lulusan apa kamu", tanya Lingga.
"Saya lulusan SMA sederajat pak".
"Kamu duduk di sofa itu, dan pelajari berkas-berkas yang ada di depannya, sekarang". Perintah Lingga.
"Tapi pak, pekerjaan bersih-bersih saya belum siap pak, ngga enak sama teman lainnya?".
"Saya tanya sama kamu, siapa disini bosnya?".
"ehhmm anu pak.. eh itu", Nindi bingung menjawabnya.
"Una anu Una anu, udah cepat kerjakan yang saya perintah tadi!!".
"Ehm baik baik pak, saya kerjakan".
Nindi langsung menuju sofa dan mulai membuka berkas-berkas yang ada di depannya tersebut.
"Berkas setebal ini harus gua pelajari sekarang? apa ngga gila tuh orang mentang-mentang dia yang punya perusahaan". Gerutu Nindi tapi masih bisa sedikit didengar oleh Lingga.
"bicara apa kamu, hah!!", Lingga menegur dengan suara baritonnya.
"Ehhmm tidak pak", semakin membuat Nindi kesal dengan Lingga.
Saat Nindi sedang asik mempelajari berkas-berkas yang ada di depannya, tanpa ia sadari diam-diam Lingga memperhatikannya dari meja kerjanya.
"Kalo dilihat-lihat, cantik juga ni cewek", pikir Lingga.
Rambut hitam lurus, mata coklat, bibir tipis, hidung yang mancung, dan tak lupa body yang lumayan lah. Nindi memang terbilang cantik untuk ukuran gadis biasa seperti dia, sudah cantik terbilang cukup pintar pula. Karena keadaan ekonomi saja yang membuatnya tak bisa meneruskan pendidikan seperti teman-temannya yang lain. Tanpa diduganya, Lingga tertangkap basah sedang memperhatikan Nindu.Tatapan mata mereka bertemu, Nindi jadi salah tingkah sendiri dibuatnya, sekaligus risih.
Sebenarnya Lingga adalah pria yang tampan, dan berbodi sixpack. Perempuan mana yang tidak tergila-gila padanya. Ditambah lagi dia adalah sebagai penerus satu-satunya perusahaan terbesar tersebut. Terkadang pertanyaan yang sering muncul adalah, "apa yang tidak bisa ia dapatkan?". Semua sudah ada pada dirinya.
Tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam istirahat.
kruuuukkk.. kruuukk... Suara perut Nindi berbunyi, yang dapat didengar Lingga. Karena ruangan tersebut memang sangat sunyi. Jangankan suara perut, deru napas saja kedengaran.
Nindi merasa sangat malu dan gugup setengah mati. Tanpa pikir panjang lagi, Lingga langsung memesan makanan lewat telepon kantor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments