Sehari sebelum melamar Kiran.
Di rumah Aslan.
"Mas," Maya buka suara setelah cukup lama saling berdiam diri dengan sang suami. Membicarakan masalah yang tiap hari menyelimuti keluarga mereka.
Anak.
Memang, pihak keluarga tidak menuntut adanya anak kandung di dalam keluarga ini. Tapi sebagai seorang istri, Maya merasa ada yang kosong dibagian hatinya, ruang kosong itu dibuat oleh rasa bersalah.
Dan rasa itu menggerogoti hatinya, yang makin lama semakin membesar. Kala melihat Aslan berdoa diam-diam menyebut anak dalam pernikahan mereka, hati Maya bak diiris sembilu, ia tak sanggup.
Mulut dan hatinya kini seirama, mengatakan aku tidak baik-baik saja.
"Jika wanita itu adalah mbak Kiran aku ihklas, sumpah," jelas Maya dengan suara yang bergetar, mencoba kuat agar air mata tidak mengalir dipipinya.
Jika ia menangis, pasti Aslan tidak akan menyetujui idenya ini, ide agar suaminya menikah lagi.
Tapi sekuat apapun ia menahan, matanya tetap saja berembun. Memang, tidak ada wanita yang sanggup di madu, Maya pun begitu. Tapi ia akan terima, mencoba menjadikan rasa sakit hati itu sebagai temannya.
"Kenapa? bukankah kamu tidak menyukai mbak Kiran? katamu mbak Kiran bukan wanita baik-baik, lalu kenapa kamu memilih mbak Kiran sebagai madumu?" tanya Aslan dengan suara yang dingin, ia menatap kearah depan, tak menoleh barang sedikitpun pada sang istri yang sedang duduk disampingnya.
Demi apapun ia tak ingin menikah lagi, meski keinginan untuk memiliki ssorang anak sangat ia harapkan. Tapi bukan dengan cara yang seperti ini.
"Entahlah Mas, mungkin karena aku tau, kamu tidak mungkin mencintai mbak Kiran. Karena itu aku bisa terima," jelas Maya jujur.
Jika dibandingkan dengan Kiran, Maya merasa memiliki harga diri. Sudah jelas ia adalah wanita baik-baik, ia berhasil menjaga kehormatannya dan kini menjadi ibu rumah tangga yang berbakti pada suami. Usia pun ia jauh lebih muda.
"Meskipun aku tidak bisa mencintai mbak Kiran, tapi saat aku sudah menikahinya aku tidak akan menceraikan dia."
Deg! Hati Maya teremat, ia tahu akan hal itu. Aslan suaminya bukanlah orang yang duniawi, ia selalu mendahulukan akhirat disemua urusan.
Setelah mengambil tanggung jawab, ia tidak akan melepas begitu saja.
"Aku tahu Mas, karena itulah. Jika wanita itu mbak Kiran aku ihklas." Desis Maya, namun masih terdengar jelas.
"Baiklah, besok kita akan ke rumah mas Fahmi. Aku akan langsung meminta Abi untuk melamarnya untukku."
Hening, setetes air mata Maya mengalir.
Aslan masih tak bergeming, ia pun sudah lelah dengan keinginan istrinya itu. Tiap hari selalu ini yang dibahas. Percuma menghindar, tiap kali ada kesempatan pasti Maya akan memintanya untuk menikah lagi.
Padahal cintanya utuh hanya untuk Maya seorang.
Wanita yang ia harapkan menjadi satu-satunya bidadari surga miliknya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam harinya, keluarga Aslan berkumpul untuk membicarakan tentang melamar Kiran.
Abdul adalah ayah Aslan, biasa dipanggil Abi. Sedangkan Irna adalah ibu Aslah, dipanggil Umi. Aslan adalah anak satu-satunya, dulu ia memiliki seorang adik, namun masih belia adiknya dipanggil sang penguasa.
Sedangkan keluarga Maya jauh tinggal di Kalimantan sana.
"Jadi kamu sudah mengambil keputusan?" tanya Irna langsung pada sang anak ketika mereka berempat sudah duduk di ruang tengah.
Aslan mengangguk sebagai jawaban.
"Apa keputusanmu?" tanya Irna lagi yang merasa tak puas.
"Jika mbak Kiran bersedia, aku akan menikahinya Umi."
Hening, hanya terdengar helaan napas Abdul yang merasa kecewa. Berpoligami bukanlah perkara mudah. Terlebih Kiran usianya lebih tua dari Aslan dan Maya.
"Kamu yakin Lan? poligami bukanlah hal yang mudah, kamu harus adil antara istri pertama dan istri keduamu," jelas Abdul yang tak ingin anak semata wayangnya ini salah langkah.
Ia takut dengan poligami itu bukannya mendapat berkah anaknya malah diselimuti musibah, perceraian. Perkara yang paling di benci oleh Allah.
"Insyaallah Abi, aku akan berusaha adil antara Maya dan mbak Kiran."
"Lalu, bagaimana dengan mu Maya? kamu rela, ihklas jika kamu harus berbagi suami dengan wanita lain, berbagi ranjang dan berbagi kebahagiaan. Bahkan mungkin di matamu nanti Kiran akan lebih bahagia, apalagi saat Kiran hamil." jelas Abdul, sengaja bicara sedikit keras agar Maya tidak menyesal dengan keputusan yang akan diambilnya.
Bagi Abdul dan Irna, Maya sudah seperti anaknya sendiri. Mereka pun merasa sedih, ketika Maya harus mendapatkan madu, demi kehadiran seorang anak di rumah ini.
"Insyaallah Abi, insyaallah Maya siap. Maya yakin mas Aslan akan berlaku adil," jawab Maya yakin.
Dihatinya terus berkata jika Aslan tidak mungkin mencintai Kiran. Aslan hanya akan bertanggung jawab lahir dan batin, tapi hatinya tidak akan pernah sampai pada Kiran.
Meyakini itu membuat Maya tegar.
"Baiklah, jika kalian sudah yakin. Besok kita akan melamar Kiran." Final Abdul.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dan saat inilah, keluarga Abdul datang untuk melamar Kiran. Merasa lega, karena Kiran menerima lamaran itu.
"Alhamdulilah, terima kasih Nak Kiran. Abi senang mendengarnya," jawab Abdul atas ucapan yang dilontarkan Tika.
Irna bahkan bangkit dari duduknya, menghampiri Kiran dan memeluknya erat.
"Alhamdulilah, tidak sangka ya, kamu akan jadi menantu Umi juga," jelas Irna dengan senyum sumringah.
Sejak dulu kala mereka sudah bertetangga, sedikit banyak keluarga ini tahu satu sama lain.
Bagi Kiran, keluarga Aslan adalah keluarga terhormat di daerah tempat tinggalnya ini. Bahkan Abi dan Umi menyandang gelar haji.
Rasanya segan untuk berteriak, menolak.
Kiran melirik sang kakak Fahmi, meminta agar ini semua segera diselesaikan. Kiran tak menginginkan pernikahan ini, terlihat jelas dari sorot matanya.
Melihat tak ada pergerakan dari sang kakak, Kiran melirik Tika. Yang dilirik malah tersenyum lebar, seolah ini adalah kabar yang bahagia.
Kiran menggeleng pelan, ini tidak bisa terjadi.
"Maaf Bude_"
"Ayo-ayo kita duduk dulu," potong Tika cepat, ucapan Kiran terhenti begitu saja.
Semuanya kembali duduk, Kiran duduk diantara Tika dan Fahmi.
Seketika itu juga Kiran menatap Aslan, ia juga melihat Aslan yang menggenggam erat tangan Maya, ia berdecih lirih. Tak ada yang menyadari.
Mereka pikir pernikahan itu adalah mainan. Batin Kiran, seraya menatap tajam pada sepasang suami istri dihadapannya itu.
"Bagaimana jika mereka langsung menikah, lagipula Aslan dan Kiran sudah saling mengenal sejak mereka kecil." Irna buka suara, mengawali pembicaraan mereka selanjutnya.
"Maaf Bude_"
"Baiklah Bude, kami ikut saja bagaimana baiknya." Lagi-lagi Tika memotong ucapan Kiran.
"Tunggu." Akhirnya Fahmi buka suara, sedari tadi mencari tahu alasan istrinya menyetujui pernikahan ini tapi Fahmi tetap tidak memahami, yang ada ia malah semakin ingin marah.
"Ini terlalu mendadak, meskipun Kiran setuju, tapi saya sebagai walinya tidak menyetujui ini," jelas Fahmi lantang tak bisa di lawan, ia punya hak untuk menolak. Kiran adalah tanggung jawabnya.
Seulas senyum kecil terukir dibibir kiran, ia tahu kakaknya masih menyayangi dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Augia Putrie
heraaaaan dehhh pemikiran si tika niih . lagian si kiran g tegas ihh klamar klemer ngomong aja kalah meleee . kezellll
2024-10-05
0
himmy pratama
Fahmi yg teges ya ..kasian kiran.. pertahankan cintamu dg Maya Aslan..aku GK setuju kalau kiran JD ma Aslan opo bedane JD Karo altath
2024-03-01
0
Sandisalbiah
apa sebenarnya isi fikiran Tika.. ? ingin menyelamatkan kehormatan suaminya atau kehormatan Kiran agar tak dianggap merusak rumah tangga org.. ? tp dgn memisahkan Kiran Dgn Aslam atau siapapun itu, bukankah sama saja.. Kiran tetap wanita kedua alias org ketiga dlm rumah tangga org lain..? 🤔🤔🤔
2023-12-06
1