"Dimana Raka dan Rian?" tanya Fahmi ketika keduanya sama-sama terdiam dalam jangka waktu yang cukup lama.
"Ikut bude Nur, mereka di rumah bu Ammah," jawab Tika apa adanya, tadi mereka terpaksa putar balik dan tidak jadi pergi ke Ancol, karena Fahmi melihat mobil Alfath yang melaju menuju rumahnya.
Tak ingin sang adik kembali berhubungan dengan suami orang, Fahmi pun buru-buru putar balik dan kembali ke rumah. Dugaannya benar, ketika masuk ke pekarangan rumah, mobil Alfath sudah terparkir rapi disana.
"Maaf ya, kita tidak jadi berlibur bersama anak-anak," sesal Fahmi, pasalnya ini adalah hari minggu dan harus terlewati dengan cara seperti ini.
Tika tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan memperlihatkan senyum teduhnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah tangisnya sedikit reda, Kiran mulai memutar handle pintu itu perlahan, lalu masuk dan menutup pintu rapat-rapat. Ia bahkan menguncinya, seolah tidak ingin ada orang lain yang mengganggu.
Napasnya masih tersengal, ia menatap mengitari seisi kamarnya ini dari balik pintu tempatnya berdiri.
Haruskah aku pergi dari sini?
Satu langkah, dua langkah, tiga langkah, ia terus berjalan dengan gontai dan berhenti tepat di samping meja nakas. Memperhatikan dua bingkai foto sekaligus, yang satu fotonya bersama Alfath, lelaki yang sangat ia cintai. Dan yang satunya lagi fotonya bersama sang kakak beserta Tika, Raka dan Rian, keluarganya yang sangat berarti.
Ia tersenyum miris, merasa takdir begitu tak adil. Kenapa ia harus kehilangan keduanya, kekasih dan keluarga.
Sudah cukup.
Kiran mencoba memantapkan hati bahwa semuanya benar-benar sudah berakhir. Tangannya bergerak mengambil fotonya bersama Alfath dan dimasukkan ke dalam laci.
Ia juga memutuskan untuk pergi dari rumah ini dan memberi waktu pada sang kakak untuk bisa memaafkannya.
Entahlah mau kemana, yang jelas Kiran ingin pergi. Uang tabungannya cukup untuknya bertahan hidup diluar sana, tanpa bantuan sang kakak seperti selama ini.
Cukup yakin dengan keputusannya itu, Kiran berulang kali menarik dan menghembuskan napasnya. Mencoba membuka lembaran baru dengan meninggalkan semua orang, hidup menyendiri.
Sebelum berubah pikiran, Kiran langsung bergegas mengemasi barang-barang. Memgambil koper kecil dan mulai memasukkan beberapa baju.
Selesai mengemas baju, Kiran mengambil ponselnya dan menghubungi Widya, atasanya di tempat kerja.
Bu, saya izin cuti selama 3 hari, ada kepentingan yang tidak bisa saya tinggal.
Ucapnya dalam pesan singkat itu. Kiran adalah sales supervisor di salah satu dealer mobil ternama di kota Jakarta.
Ting!
Tak butuh waktu lama, pesan itu langsung mendapat jawaban dari Widya.
Widya:
Baiklah.
Jawabnya singkat.
Tak ingin mengulur waktu, setelah mendapatkan balasan Widya, Kiran langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas. Lalu bergegas keluar kamar dengan menyeret koper kecil.
Kiran sudah tak menangis, ia juga berniat pergi tanpa pamit. Buru-buru ia keluar ingin menjangkau pintu.
Namun langkahnya memelan ketika sayup-sayup terdengar banyak pembicaraan di ruang tamu. Kiran pikir, kakak dan mbak iparnya sudah masuk ke dalam kamar.
Tapi sepertinya malah ada tamu di ruang tamu.
Tak ingin membuat keributan, akhirnya Kiran mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia mengintip ingin melihat siapa orang yang datang itu, sedikit penasaran karena ia mendengar namanya disebut-sebut.
Pakde Iwan? Bude Yuli? untuk apa mereka kesini? Batin Kiran penuh tanya.
Iwan dan Yuli adalah tetangga mereka.
Apa mereka terganggu dengan keributan yang sering terjadi di rumah ini? Tebak Kiran, ia mempertajam telinganya ingin mendengar semua pembicaraan disana.
Iwan dan Yuli tidak datang sendiri, bahkan anak dan menantunya pun ikut kesini.
"Jadi Pakde ingin melamar Kiran untuk Aslan?" tanya Fahmi tak percaya, pasalnya Aslan sudah menikah dan istrinya pun bahkan ada disini, Maya.
Tika sama terkejutnya, tidak menyangka jika lamaran itu malah datang dari tetangganya sendiri.
"Kenapa?" tanya Fahmi lagi karena Iwan hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Saya yang akan menjawab Mas." Aslan buka suara, seketika itu juga ia menjadi pusat perhatian. Semua mata menatap ke arahnya, juga dua mata yang diam-diam mengintip.
"Kenapa Lan? apa alasanmu melamar adik Mas, maaf karena sepertinya itu tidak masuk akal," jujur Fahmi, Tika mengangguk menyetujui.
Aslan berusia 2 tahun lebih muda dari Kiran, dulu mereka adalah adik dan kakak kelas semasa SMA. Aslan bahkan memiliki istri yang jauh lebih muda dari Kiran.
Lalu apa alasannya?
"Jujur Mas, selama 8 tahun pernikahan saya dengan Maya, kami belum dikarunia anak. Karena itulah saya ingin mencari istri kedua." jujur Aslan, ia berucap tanpa ragu sedikitpun.
"Kenapa Kiran? kamu bisa mencari istri kedua yang lebih muda, bukan yang lebih tua?" tanya Fahmi lagi menggebu, tau emosi sang suami mulai tak stabil, Tika lalu menyentuh lengan Fahmi.
"Kalau Kiran tidak bisa memberimu anak apa kamu akan mencari istri ketiga?" Fahmi tak kuasa untuk menahan kekesalannya.
"Mas," desis Tika, memberi isyarat agar suaminya itu lebih tenang.
Fahmi menghela napas kasarnya, merasa terhina dengan lamaran tiba-tiba ini. Kenapa? kenapa adiknya harus menjadi istri kedua? apa dia tidak pantas menjadi istri pertama dan satu-satunya? kenapa? apa karena Kiran perawan tua? apa karena desas desus di kompleks perumahan ini yang mengatakan jika Kiran adalah pelakor, perebut suami orang, karena masih saja berhubungan dengan Alfath meski laki-laki itu sudah menikah. Kenapa?
Banyak pertanyaan yang menyelimuti seisi kepala Fahmi, dan dia ingin sekali segera menolak lamaran ini.
"Maaf Mas, bukan seperti itu maksud saya. Saya hanya ingin menikahi mbak Kiran, bersama-sama membangun rumah tangga. Saya juga akan berusaha untuk selalu adil antara Maya dan mbak Kiran. Ini adalah bentuk ikhtiar saya untuk menikah lagi, jika dipernikahan kedua saya tidak dikaruniai anak, saya ihklas, berarti itu memang sudah takdir saya dan tidak akan ada pernikahan yang ketiga." jawab Aslan yakin, sebelah tangannya menggengam tangan sang istri, Maya.
Fahmi dan Tika terdiam, sementara Kiran berdecih meremehkan jawaban Aslan.
Berani-beraninya anak kecil itu melamarnya? dan apa? jadi istri kedua. Kiran mengeleng, bibirny terus menyeringai merasa tak masuk akal.
"Baiklah, saya akan panggil Kiran dulu." ucap Tika setelah itu ia langsung bangkit.
Kiran yang sudah muak mendengar penuturan Aslan tak niat untuk mendengar pembicaraan itu lagi, ia juga yakin jika Fahmi dan Tika pasti akan menolak lamaran itu.
"Ran." panggil Tika, Tika terkejut ketika melihat Kiran sudah ada dibalik tembok pembatas sambil membawa koper kecil ditangannya.
"Kami mau kemana?" tanya Tika cemas, ia bertanya dengan suara pelan, tak ingin mencuri perhatian orang-orang di ruang tamu.
"Kamu ingin meninggalkan rumah ini?" cerca Tika karena Kiran hanya terdiam, Kiran sama terkejutnya ketika melihat Tika sudah ada disini, memergokinya yang ingin pergi.
Merasa gamang, Tika lalu menarik tangan Kiran, melepas koper itu dan membawa Kiran ke ruang tamu.
"Kiran bersedia menerima lamaran Aslan." ujar Tika dengan suara mantap, seketika itu juga kedua mata Fahmi dan Kiran membola. Tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.
Lain halnya dengan keluarga Aslan, mereka semua tersenyum penuh syukur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Akbar Razaq
Rupanya Kiran mmg sdh sangat gat allll
2024-08-14
0
guntur 1609
dasar biadab kalaian semuanya. alasan saja semuanya. padahal nafsu kalian yg gak bisa dikontrol
2024-07-29
0
mars
lah apa bedanya jadi istri ke 2 pacar pwrtama
2024-04-22
0