Belum sempat aku memikirkan ucapannya itu, mas alfath kembali meraup bibirku, menyesapnya kuat hingga aku tertarik masuk ke dalam dekapannya.
Aku tak bisa melawan, karena tubuhku pun memanas sejalan dengan cumbuannya.
Perlahan, seperti wanita murahan bibirku bergerak membalas ciuman itu.
Brak!
Aku tersentak, ku dorong kuat mas Alfath untuk menjauh, ketika terdengar suara pintu yang dibuka dengan kasar.
Mas Fahmi.
Mataku membola, mendadak gamang.
"Badjingan! laknat kalian berdua!" bentak mas Fahmi diambang pintu.
Aku terkejut, rasa takut mulai menjalar keseluruh tubuhku. Dengan rahang mengeras dan langkahnya yang cepat, mas Fahmi menghampiri kami, ia menerik kerah baju mas Alfath dan menghujaminya dengan tinjuan membabi buta.
"Mas! stop mas! berhenti!" Aku berteriak, sumpah demi apapun saat ini aku sangat takut.
Tanpa ampun, mas Fahmi terus memukuli mas Alfath yang sudah tak berdaya, tersungkur diatas lantai ruang tamu.
"Mas, aku mohon berhenti!" ucapku lirih bercampur isak tangis, air mata terus mengalir tak bisa berhenti.
Plak!
Kini giliran aku yang mendapatkan tamparan keras, aku tersungkur diatas sofa, tak berdaya.
"Pergi kamu dari rumahku, jangan anggap aku kakakmu lagi. Kamu wanita menjijikkan." hardiknya tanpa belas kasih, aku terima, aku memang wanita menjijikkan.
Apalagi saat tamparan keras ini mendarat dipipiku, aku sadar, aku memang wanita menjijikkan.
Sayup-sayup ku dengar derap langkah mendekat dengan terburu-buru.
"Mas Fahmi." suara mbak Tika.
"Ran, apa yang terjadi sayang?" dengan cemas mbak Tika membantuku bangkit, mendudukkan aku dan dipeluknya erat.
"Sudahlah Tika! jangan kamu pedulikan anak tidak tahu diri ini! biarkan dia pergi bersama badjingan itu."
"Mas! cukup, aku tau Kiran salah, tapi kita masih bisa membicarakannya baik-baik."
Ku dengar mas Fahmi tertawa, tawa yang sangat mengerikan.
"Apalagi yang mau dibicarakan, kamu tau apa yang mereka lakukam tadi? mereka berzinah di rumahku!" bentak mas Fahmi dan ku rasakan pelukkan mbak Tika mulai mengendur.
Perlahan, pelukan itu luruh semakin jauh meninggalkan aku sendiri.
"Apa yang dikatakan mas Fahmi itu benar Ran?" tanya mbak Tika lirih penuh rasa kecewa dan hatiku bak diiris sembilu mendengar pertanyaan itu.
Mbak Tika adalah pengganti ibu bagiku, dan aku tidak mau kehilangan dia.
Tanpa jawaban, aku langsung bersimpuh dilantai, memeluk erat kedua kaki mbak Tika.
"Maafkan aku Mbak, maafkan aku." ucapku sesenggukan dan mbak Tika hanya terdiam.
Aku tau dia kecewa.
"Kiran tidak bersalah, sayalah disini yang salah."
Dengan suara pelan, mas Alfath buka suara, iapun mencoba bangkit sendiri dengan tertatih.
"Cih! kalian itu sama saja, setan, dajal," cerca mas Fahmi tak ada habisnya.
Mbak Tika hanya diam, biasanya dia selalu membelaku.
Air mataku semakin mengalir, aku menunduk menahan malu.
"Keluar dari rumahku," ucap mas Fahmi yang entah ditujukan pada siapa, tapi aku merasa terusir.
"Ayo Ran, ikut aku pergi," ajak mas Alfath, aku masih terduduk sambil menunduk.
Ku remat tanganku yang sudah basah dengan keringat dingin.
"Keluar!" mas Fahmi membentak, mungkin dia sudah muak karena aku hanya terdiam.
"Ran," panggil mas Alfath lagi dan aku benar-benar bingung.
Cukup lama aku terdiam, mas Alfath terus menungguku sedangkan mas Fahmi berulang kali berdecih jijik.
"Pergilah tanpa aku Mas," ucapku lirih, tapi aku yakin mas Alfath mendengarnya.
Mas Fahmi terkekeh, aku setia menunduk tak berani menampakkan wajah.
"Aku akan selalu menunggumu," jawab mas Alfath, terdengar sangat sendu ditelingaku.
Aku memberanikan diri mengangkat kepala dan menatap wajahnya sejenak. Wajah yang hancur lebam, bahkan ada darah segar disudut bibirnya.
Ia berlalu, meninggalkan senyum tipis untukku.
Apa yang akan kamu jawab jika Dinda menanyai tentang luka mu itu Mas?
Ku lihat terus punggung mas Alfath yang semakin lama semakin menjauh dan hilang. Mendadak hatiku kembali kosong, hampa.
"Kenapa masih disini? jangan pura-pura tuli, aku juga mengusirmu."
"Mas, redakan emosimu. Ran masuklah ke kamar," ucap mbak Tika mencoba menengahi.
Takut mas Fahmi semakin marah, akhirnya aku menuruti ucapan mbak Tika. Dengan langkah perlahan, aku meninggalkan ruang tamu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
POV AUTHOR
Kini tinggalah sepasang suami istri ini di ruang tamu, Fahmi dan Tika masih sama-sama terdiam dengan pikiran yang berkecamuk dikepala masing-masing.
"Mas." Tika buka suara, ia pun menarik suaminya itu untuk duduk di sofa.
Fahmi masih terdiam, jika tadi di depan Kiran dia bisa berkata sesuka hati tapi kini ia mendadak linglung. Merasa gagal mendidik dan menjaga sang adik.
Rasanya seperti ada batu besar yang mengganjal di hatinya.
"Mas, lebih baik ki_"
"Sudahlah Bund. Kali ini jangan lagi kamu bela Kiran. Aku akan tetap mengusir dia dari rumah ini," jawab Fahmi dengan tatapan kosong, merasa cara baik sudah tak bisa digunakan untuk membuka mata adiknya itu yang sudah diselimuti cinta yang salah.
"Dengarkan aku dulu Mas." Tika bicara dengan pelan, ia bahkan mengelus lengan Fahmi agar emosi suaminya itu mereda.
"Lebih baik kita jodohkan saja Kiran." ucap Tika sedikit ragu, takut jika Fahmi ataupun Kiran tidak menyetujui idenya ini.
"Di jodohkan dengan siapa? teman-teman kita juga sudah menikah semua." jawab Fahmi acuh.
Tika terdiam, dia pun bingung kira-kira akan menjodohkan Kiran dengan siapa. Tika hanya ingin mencegah suaminya itu untuk mengusir sang adik ipar.
"Aku akan mencari calonnya, Mas sabar dulu. Jangan gegabah sampai mengusir Kiran. Nanti kamu sendiri yang akan menyesal, hanya Kiran saudara kandungmu Mas." jelas Tika dan Fahmi hanya terdiam, tidak memberi tanggapan.
Mungkin Fahmi terlihat tidak peduli pada adiknya itu, tapi jauh dilubuk hatinya ia amat sangat menyayangi Kiran. Sebenarnya pun ia merasa iba pada nasib yang menimpa adiknya, tapi tak bisa dipungkiri ia pun merasa kecewa.
"Terserah padamu saja, yang jelas aku sudah tidak sudi melihat wajahnya," final Fahmi dan Tika tak berani berkata-kata lagi.
Ia hanya bisa terus mengelus lengan suaminya itu, berharap emosinya bisa sedikit mereda.
Tanpa disadari oleh keduanya, jika Kiran mendengar semua pembicaraan mereka. Kiran berniat meminta maaf pada sang kakak sebelum masuk ke kamar. Namun langkahnya terhenti ditembok pembatas saat terdengar Tika mulai buka suara.
Kiran mendengar semuanya, tentang perjodohan itu, tentang Fahmi yang ingin mengusirnya, bahkan tentang Fahmi yang sudah tidak sudi lagi melihat wajahnya.
Air mata Kiran mengalir dengan cepat, menetes jatuh tepat diatas lantai.
Sadar jika kesalahannya sudah tak bisa dimaafkan, Kiran tak punya pembelaan.
Dengan kaki gemetar, ia berbalik dan kembali melangkah menuju kamar. Kilas balik kebersamaannya bersama sang kakak bermunculan tanpa jeda.
Masa lalu yang indah yang kini berubah menjadi sangat buruk.
Maafkan aku Mas. Batin Kiran pilu, ia berdiri didepan pintu kamarnya dan menangis tersedu, sedangkan satu tangannya memegang handel pintu kuat, menahan agar tubuhnya tetap berdiri tegak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
andi hastutty
Fahmi benar tu sebagai Ka2k
2024-10-03
0
Akbar Razaq
Benar kata Fahmi adiknya mmg jala ng sudah di tinggal nikah juga masih mau mau saja.Harga diri di mana?
2024-08-14
0
guntur 1609
memang kau cewek murahan. sdh tahu suami org masih juga kau gaet. apapun alasanya. tindakan pahmi emang sdh betul kok
2024-07-29
0