Tasya meninju samsak yang ada di depannya. Dia merasa kesal, kenapa harus mendadak menikah. Apalagi dirinya tidak ingin dekat dengan makhluk bernama pria, kecuali Heru sang papa.
"Tasya, kamu disuruh ke ruang makan. Ada yang ingin orangtuamu bicarakan." Seru bibi Ingke.
"Baiklah Bi, aku akan segera ke sana." Jawab Tasya.
'Apalagi sih, yang ingin kalian bicarakan. Belum puas membuat suasana hatiku berubah drastis.' Batin Tasya.
Tasya menarik kursi, dengan sedikit membantingnya. Sengaja memberitahu mereka, bahwa dia kesal berstatus pengantin pengganti.
"Tasya, maafkan kami iya. Kami tahu keputusan itu diambil dengan cepat." Ucap Dera.
"Hmmm." Jawab Tasya, dia menghela nafasnya dengan panjang.
"Sekarang kamu panggil mereka dengan sebutan Mama dan Papa." Titah Heru. Dia melirik ke arah Argan dan Nadin.
"Iya." Jawab Tasya singkat.
"Tasya, kami minta maaf dengan apa yang sudah terjadi." Ucap Nadin.
"Sudahlah Ma, tidak apa-apa." Jawab Tasya berbohong.
"Kamu tenang saja, teman-teman sekelas mu tidak ada yang tahu. Pernikahan ini sengaja akan ditutup dari publik." Sahut Argan.
"Aku tidak ingin, satu kamar dengan Devin. Aku rasa, aku boleh sedikit egois untuk hal ini." Ucap Tasya.
"Baiklah, kami setuju. Tapi, tidak untuk selamanya." Jawab Heru.
Dia terdiam sejenak. 'Bagaimana iya, biar aku bisa diceraikan oleh si pria kaku ini.' Batin Tasya.
'Aku berharap Clara yang menjadi istriku, eh malah bocah kecut ini.' Batin Devin.
Devin segera membanting garpu, menghentikan niatnya untuk makan bersama. Malam mencekam dengan suasana hati buruk, sungguh membuatnya merasa muak.
'Aku tidak ingin terikat hubungan terus menerus dengan bocah kecut. Lebih baik, aku cari celah untuk membuat orangtuaku setuju aku bercerai dengannya.' Batin Devin.
Isi hati Devin dan Tasya bisa kembaran. Mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu ingin memisahkan diri masing-masing.
Mereka menyantap makanan yang ada di piring, setelah sebelumnya selesai membaca doa. Beberapa menit kemudian, mereka sudah selesai makan. Heru dan Dera berpamitan untuk pulang. Hanya cukup berjalan kaki untuk sampai ke tujuan, karena rumah mereka berada di seberang rumah Argan dan Nadin.
"Tasya, aku ingin kita kerjasama." Ajak Devin.
"Kerjasama apa tuan Devin?" Tanya Tasya.
"Aku ingin kamu dan aku menunjukkan pertengkaran, di depan Papa dan Mama. Seolah-olah hubungan kita ini, sangat tidak cocok." Jawab Devin.
"Memang hubungan kita tidak cocok. Tanpa dibuat-buat pun, sudah terlihat jelas." Ucap Tasya.
"Sudahlah tidak perlu basa-basi. Intinya adalah, setuju atau tidak?" Tanya Devin.
Tasya memperhatikan sekeliling dengan jeli. Tidak ada siapapun di ruangan itu, meski sudah celingak-celinguk berulang kali.
"Aku setuju." Jawab Tasya.
"Baiklah, besok kita akan mulai melakukan sandiwara." Ucap Devin.
Tasya hanya berdehem, malas untuk menjawab walau hanya dengan satu kata iya.
Keesokan harinya.
"Mama, Tasya ini benar-benar mengesalkan. Dia memasak mie untukku dengan sangat pedas. Apa layak dia menyandang gelar sebagai istri." Tutur Devin, menghardik dengan penilaiannya.
"Sayang, kamu tidak boleh seperti itu. Tasya itu masih SMA, mungkin dia baru belajar." Jawab Nadin.
Tasya muncul tiba-tiba, dia segera menyiram Devin dengan segelas air di tangannya.
"Mama, dia sudah kurang ajar. Berani-beraninya memukulku, hanya karena masalah sepele. Sedangkan orangtuaku, begitu sayang padaku." Tutur Tasya.
'Berani-beraninya bocah kecut, menyiramku dengan air. Kalau tidak ada Mama di sini, kamu pasti sudah aku habisi.' Batin Devin.
"Devin, apa benar seperti itu?" Tanya Nadin.
"Itu kesalahannya Ma, dia telah membuat perutku sakit." Jawab Devin beralibi, sambil memegangi perutnya.
"Itu salahmu." Tunjuk Tasya.
"Jelas salahmu." Jawab Devin.
"Hei, kenapa ribut sekali. Apa mendadak ada pasar pagi, di rumah ini?" Sahut Argan.
"Ini hanya pertengkaran pasangan suami istri baru Pa." Jawab Nadin.
Devin menceritakan keluhannya, Tasya juga tidak mau kalah. Tasya memperlihatkan pipinya yang merah, padahal baru saja dia oles, dengan blush on tipis.
"Apa harus sampai memukul wajahnya?" Tanya Argan.
"Papa, dia harus sampai menghilangkan kenyamanan anggota tubuhku. Hal ini pantas dia dapatkan." Jawab Devin.
"Daripada kalian berkelahi, lebih baik sarapan pagi saja." Ajak Nadin. Dia berusaha mengalihkan perkelahian kecil, yang dibesar-besarkan oleh mereka.
"Benar kata Mama, kalian harus segera pergi bertugas." Tambah Argan, sambil melirik jam pada dinding.
Tasya terkejut, karena dia harus segera pergi ke sekolah untuk mengikuti ulangan. Dia segera bersalaman tangan, dan mencium punggung tangan mertuanya.
"Aku tidak sarapan dulu, aku bisa terlambat." Ujar Tasya.
"Aku juga Ma. Aku harus segera pergi ke kantor." Ucap Devin.
Dia segera pergi, setelah berpamitan. Namun menoleh ke belakang sebentar, karena Argan memanggilnya.
"Devin, antar Tasya terlebih dulu baru ke kantor." Titah Argan.
Devin mengangguk, lalu segera menyusul Tasya yang sudah berjalan terlebih dulu.
"Tasya!" Panggil Devin, dari kejauhan.
Tasya menoleh. "Ada apa lagi?" Tanyanya.
"Kamu kurang pintar menghayati sandiwara ini." Jawab Devin.
"Lalu, apa kamu merasa cukup pintar menghayati peranmu?" Tasya melemparkan pertanyaan balik.
"Tentu saja, aku terlihat sungguhan tidak menyukaimu." Jawab Devin.
"Aku tidak punya banyak waktu, untuk meladeni basa-basi mu yang tidak penting." Tasya hendak melangkahkan kakinya.
Devin mencegahnya, dengan menyuruhnya berhenti.
"Pergi ke sekolah bersamaku." Ucap Devin.
"Aku tidak mau. Jangan mencari kesempatan, dalam kesempitan." Jawab Tasya.
"Kamu terlalu percaya diri, ini titah dari orangtuaku." Ucap Devin.
Tasya berbalik arah, dia mengikuti Devin yang sudah berjalan duluan menuju mobil terparkir. Di dalam perjalanan, mereka saling diam-diaman. Tidak ada yang ingin membuka pembicaraan.
'Kenapa perutku sakit sekali. Dasar tuan kaku pembawa sial. Kemarin aku harus menjadi pengantin pengganti, sekarang aku sakit datang bulan karena pergi ke sekolah bersamanya.' Batin Tasya.
Dia menoleh ke orang di sebelahnya. Menatap dalam-dalam, namun sorot mata tajam. Tasya merasa tidak bersahabat, dengan orang yang ada di sebelahnya. Devin baru menyadari sepasang mata, yang dari tadi memperhatikannya.
"Kenapa menatapku seperti itu? Jangan-jangan, kamu diam-diam suka padaku." Devin asal tebak, dengan percaya diri.
"Kurangi percaya dirimu, itu sangat tidak bagus. Tidak ada, yang menyukai pria kaku sepertimu." Tasya menjawab ketus, sambil memegangi perutnya.
"Kamu juga bocah kaku, ditambah kecut lagi. Plus plus lengkap, banyak sekali kurangnya." Jawab Devin.
Tasya membuang wajahnya dengan cepat. Lebih baik menatap pemandangan luar kaca jendela, daripada harus memandang wajah suaminya itu. Sejak menjadi pengantin pengganti, membuatnya menjadi malas untuk menjadi asisten pribadi Devin.
"Ingat, pulang sekolah nanti pergi ke kantor." Ujar Devin.
"Aku tidak bisa, aku ingin pergi bersama temanku ke warnet." Jawab Tasya.
"Tugas tetap tugas." Devin berucap, terkesan memaksa.
"Suasana hatiku sedang buruk, jangan memaksaku." Jawabnya.
"Kamu itu sengaja dilatih dari sekarang, oleh Papamu bekerja. Supaya kamu bisa terbiasa, menjadi profesional seperti Papa Heru." Devin menggerutu.
Tasya diam saja, tidak mempedulikan omelan suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Amanah Amanah
nikmati pertengkarnamu pengntin baru.....sebentar lgi Klian akan menikmti...kebucinn kalian jga😄
2022-02-27
1