Mas Minang dan Adek Jawa
Part 3
Karena Anita memaksa, akhirnya Faisal mau menerima uang pengganti biaya kirim barang tadi.
"Mas, tadi saya masak agak banyak. Kalau dibiarkan di rumah jadinya mubazir--nggak ada yang makan. Mas mau? Kalau mau saya ambil, kan," Anita sengaja tidak langsung membawanya, takut jika ditolak karena ada sebagian orang yang tidak mau menerima pemberian.
"Mau Nit," sela Danil dari dalam rumah.
Anita sedikit melihat ke arah dalam. "Bentar, ya, Bang Danil. Anita ambil dulu."
Tidak perlu menunggu persetujuan Anita langsung balik ke rumah. Sepuluh menit kemudian dia kembali sambil membawa semangkok semur ayam.
"Terima kasih, Dek," ucap Faisal saat menerima mangkok yang disodorkan Anita.
"Njih Mas, (Iya Mas)," jawab Anita lembut. Anita pamit pulang ke rumah.
Faisal masih berdiri di teras sambil memegang mangkok hingga Anita hilang di balik pagar rumahnya.
"Buek malu ang, kapunduang, (Buat malu kau, kapundung)," cerca Faisal.
"Biasalah! Razaki indak buliah ditolak, (Biasalah! Rezeki nggak boleh ditolak)," bantah Danil.
Danil sudah menbawa sepiring nasi akan disantap bersama lauk pemberian Anita.
"Ondeh, kolak ayam kiro e. (Aduh, kolak ayam rupanya)."
"Gigik jo dek ang lado kotiang di! (Gigit aja dengan kau cabe rawit tu!)" lontar Faisal sambil tertawa.
Sejak Mengenal Anita, merantau punya gairah tersendiri bagi Faisal. Kenapa tidak? Sekarang tujuannya bertahan di kota ini bukan hanya sekedar mengumpulkan harta, melainkan ada hati yang akan ia perjuangkan.
Kedekatan Faisal dan Anita semakin hari semakin nyata. Tak jarang Anita mengirimkan makan siang untuk Faisal dan Danil, walau terkadang makanan yang dikirimnya bukanlah selera mereka.
Berbalas pesan hingga larut malam sering mereka lakukan. Faisal bukan takut bertamu ke rumah Anita, hanya saja selalu dilarang. Anita takut bila Ibunya tahu tentu akan membuat dia sulit untuk keluar rumah.
Sebenarnya Anita bukanlah anak yang suka keluyuran atau membantah orang tua. Hanya saja ia memiliki pemikiran berbeda dengan Ibuk Wardani. Bekerja di rumah singgah merupakan panggilan jiwa. Membuat anak-anak jalanan tertawa lepas ada kebahgiaan sendiri bagi dia dan teman-temannya.
Dia bukan tidak bergaji seperti yang dikatakan Ibuk Wardani hanya saja, yayasan tempat Anita dan kawan-kawan bernaung belum bisa memberi lebih besar.
Pukul lima sore Faisal sudah menunggu Anita di depan rumah singga tempat Anita mengajar. Senyumnya ikut mengembang saat anak-anak berhambur keluar ruangan dengan gelak tawa tanpa beban dari mereka.
"Sudah lama nunggu, Mas?" sapa Anita.
"Baru sepuluh menit," jawab Faisal. Sesekali ia melambaikan tangan kepada anak yang memberi lambaian kepadanya.
"Mereka ini anak-anak yang orang tuanya pemulung. Di sini kami ajarkan baca tulis karena anak kelas satu SD saja sudah harus bisa baca soal cerita," jelas Anita tanpa ditanya Faisal.
"Iya, ya? Zaman kita dulu masih belajar ini Budi, ini Bapak Budi," sahut Faisal.
"Ampe keselek si Budi dipanggil tiap hari." Mereka pun tertawa.
Kami berjalan kaki menyusuri gang menuju jalan besar. Faisal memarkirkan mobil pick up miliknya di tepi jalan.
"Anita!" Seorang pria keluar dari dalam mobil jazz merah keluar dan memanggilnya.
Penampilannya parlente, dibalut baju kemeja dan celana katun beserta sepatu fantofel seperti karyawan kantoran.
Berbanding tebalik dengan Faisal yang hanya menggunakan baju lengan panjang dengan lengan baju sedikit dinaikkan, celana jeans belel dan sendal jepit converse KW.
"Siapa, Dek?" tanya Faisal heran tepatnya ada rasa cemburu bercampur minder.
Belum sempat Anita menjawab, Pria itu sudah menghampiri dan mengulurkan tangan kepada Faisal.
"Perkenalkan, saya Aryo Senopati. Calon tunangan Anita," ucapnya penuh percaya diri.
"Saya Faisal, yang ngekost di rumah Anita. Kebetulan tadi lewat, jadi mampir ke sini," jawab Faisal.
Anita memandang Faisal dengan raut wajah entahlah.
"Aku di kongkon ibuk jemput pean,
(Aku disuruh Ibuk jemput kamu)," terang Aryo.
Mendengar kata 'Ibuk', Anita sudah tidak berani lagi membantah. Aryo menarik tangan Anita tanpa persetujuan dari Anita.
Anita tetap memandangi Faisal hingga dia masuk ke dalam mobil milik Aryo. Anita membuka kaca pintu mobil dan memandang Faisal dengan wajah bersalah. Ada sedikit perih yang Anita rasakan di posisi ini.
"Pean onok hubungan opo karo arek iku?
(Kamu ada hubungan apa dengan dia)?" tanya Aryo di dalam mobil.
Anita hanya melirik, dia enggan menjawab. Anita tidak pernah menyetujui perjodohan ini, tetapi tidak berani membantah.
Mobil mereka tiba di kediaman Anita. Setelah masuk, ternyata sudah ada orang tua Aryo. Tiba-tiba hari indah yang ia jalani berubah menjadi hari sangat melelahkan.
"Piye kabare, Bude, Pakde (Bagaimana kabarnya, Bude, Pakde)?" sapa Anita sambil menyalami dan mencium tangan mereka.
"Ojo nyeluk ngono, Nak. Diluk engkas Ibu dadi morotuomu, berarti dadi wong tuomu! (Jangan panggil itu, Nak. Sebentar lagi kami akan menjadi mertuamu Berarti orang tuamu juga)!" Sedikit protes Bude Wati terhadap panggilan Anita.
Anita pamit sebentar ingin meletakkan tasnya ke kamar. Dengan sedikit berlari ia menaiki anak tangga menuju kamarnya. Dari jendela kamar dia bisa melihat ke arah rumah kontrakan. Belum terlihat mobil Faisal terparkir.
Perasaan Anita semakin tidak menentu. Dia begitu merasa bersalah. Gegas Anita mengambil ponsel mengirim pesan ke Faisal.
[Di mana, Mas?]
Pesan dikirim, centang dua abu-abu. Berubah centang dua biru. Berharap segera dibalas. Lima menit menunggu tidak juga ada balasan.
"Anita!" teriak Ibuk Wardani dari lantai bawah.
"Njih, Buk," sahut Anita sambil berlari dan membawa ponselnya.
Tidak ada satu pun pembicaraan mereka yang tertangkap di kepala Anita. Ia hanya sibuk memperhatikan ponsel, berharap pesan dibalas.
Selesai makan malam keluarga Aryo baru pulang. Ibuk Wardani langsung masuk kamar, tidak ia pedulikan Anita yang membereskan sisa makanan. Setelah membereskan meja makan dan mencuci piring, Anita menuju kamar. Pukul delapan, belum juga ada balasan pesan dan mobilnya juga belum kelihatan.
Pukul sebelas malam Anita berlari ke arah jendela kamar saat mendengar suara mobil berhenti. Ternyata Faisal baru pulang.
***
"Dari ma waang, kapuyuak? (Dari mana kau, kapuyuk)?" tanya Danil, saat itu dia sedang video call dengan pacarnya.
"Ado nan nyewa oto. Piti masuak, langsuang awak gas, (Ada yang nyewa mobil. Uang masuk langsung aku gas)," jawab Faisal berbohong.
"Alah, tu, ba a Anita? (Udah, tu, gimana Anita)?"
"Inyo baliak jo ojek online. (Dia pulang dengan ojek online)." Kebohongan Faisal kedua.
"Bele ang mah! (bodoh kau!)" upat Danil sambil melempar bantal tepat mengenai kepala Faisal.
Setelah membersihkan badan dan melaksanakan salat Isha, Faisal merebahkan badannya di kasur busa yang diletakkan di lantai. Rasa lelah kerja seharian membuat dia langsung terlelap. Dia bukannya tidak mau membalas pesan dari Anita, hanya saja tadi masih repot membantu temannya mengangkat barang.
Pekanbaru, 22 Mei 2021
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
QQ
Anita klo km suka mas Faisal tiru kakakmu di Wulandari saja drpd terpaksa menikah yg ada malah sakit hati .!!!!
2022-02-06
0
Tita Puspita Dewi
mulai konflik nih.
2021-11-05
0