Beruntungnya do'a yang terus berlafaz di ijabah oleh Allah, tubuh mereka berdua bisa bergerak kembali dengan normal.
Kemudian Lilis dan Luna melangkah mundur lalu lari terbirit-birit, sang kuntilanak melompat tinggi seraya terbang di udara sambil terkikik-kikik kesenangan melihat dua anak manusia ketakutan karenanya.
Lilis dan Luna terus berlari menterobos hutan tanpa arah, wajah mereka sering terlibas dahan, tersayat rerumputan tajam, menginjak duri bahkan menabrak pohon yang tak bersalah, namun namun mereka tak merasa sakit sedikit pun, karena yang penting di fikiran mereka adalah lari dan lari.
Dalam pelarian yang tak tentu arah, Lilis dan Luna tak menyadari kalau mereka telah terpisah.
Brukk brukk brukk brukk...
Karena asal melangkah kaki Luna tersandung akar pohon, yang menyebabkan dirinya terjatuh berguling-guling sampai tubuhnya terhempas ke jurang.
“Ya Allah! Ya Allah!” teriak Luna, namun ia heran kenapa ia tak merasakan sakit saat jatuh.
Ketika Luna membuka mata, ia baru sadar kalau dirinya masih hidup, berkat kerah bajunya yang tersangkut di ranting pohon besar yang menjulang ke arah jurang.
Lalu Luna berteriak meminta tolong sambil menangis.
“Lis!!! Lilis!!!! Tolong aku!!!”
Lilis yang mendengar suara Luna, segera berlari mencarinya, lalu samar-sama ia melihat sebuah kepala, seperti tersangkut di sebuah ranting, sesaat Lilis fikir itu adalah hantu gunung lainnya, yang ia enggan untuk mendekat.
“Lilis!” teriak Luna.
“Itu suara Luna,” Batin Lilis.
Sadar itu bukan jadi-jadian, Lilis pun turun menuju kaki bukit dengan perlahan, saat sudah sampai ke hadapan Luna, seketika matanya membelalak, syok tak percaya melihat posisi Luna yang kakinya tak menginjak tanah.
“Jurang!” batin Lilis.
Karena penglihatannya yang kurang di tambah keadaan yang temaram Lilis yang tadinya melihat dari jauh tak tau, kalau di bawah kaki Luna adalah jurang.
“Ayo, ulurkan tangan mu Luna!” ucap Lilis dengan nada tinggi.
“Oke.” sahut Luna, lalu berusaha mengangkat tangannya ke atas. Lilis langsung meraih tangan Luna.
Dengan sisa tenaga yang masih ada Lilis berusaha menarik tubuh Luna kepermukaan, seraya menangis pilu.
Lilis juga meminta maaf pada Luna atas sikap egoisnya yang mementingkan diri sendiri.
“Ackhh....,” Lilis mengerahkan kekuatannya untuk menyelamatkan Luna dari ambang kematian.
Sang kuntilanak yang sedari tadi mempermainkan mereka sekarang malah melayang di atas pohon yang ada Lilis dan Luna nya.
Sang kuntilanak yang usil tak henti melayang mengitari mereka berdua dengan ciri khas tawanya yang melengking di telinga.
Ikikikikikikik.....!!!!
Lelah dengan aksinya, sang kuntilanak malah bertengger di ranting pohon tepat di atas kepala mereka, sambil melotot.
Lilis yang takut akan wanita itu gemetaran hebat, keringat dinginnya pun bercucuran bagai sumber mata air yang mengalir deras.
Akibatnya, tangan Lilis dan Luna menjadi Licin, perlahan sang kuntilanak turun mulus bagai lift
menuju mereka.
Lilis yang takut tak henti atas dan bawah secara bergantian seraya menarik-narik tangan Luna yang sudah sangat kuyub.
Lalu sang kuntilanak mendaratkan kedua kakinya di kedua bahu Lilis.
Lilis menjerit segila-gilanya, namun ia tak dapat meninggalkan Luna, kemudian sang kuntilanak menungging untuk menghantarkan wajahnya tepat di hadapan wajah Lilis yang jaraknya hanya 1 cm.
Mm.., Aroma busuk yang keluar dari tubuh sang kuntilanak begitu menyengat, membuat Lilis mual dan ingin muntah.
“Aku bolehkan menggelitik mu Lis?” ucap sang kuntilanak.
Lalu sang kuntilanak mengarahkan 10 jemarinya yang berkuku hitam dan panjang untuk menggelitik ketiak dan telinga Lilis, tawa dan takut menjadi satu, hingga
akhirnya Lilis tak kuat menjaga pegangannya pada tangan Luna.
Luna pun terjatuh, dengan tersenyum di bibirnya, seolah telah ikhlas dirinya berakhir disana.
“Luna....!!!”
Lilis menangis, dan duduk lemas di bibir jurang, sambil mencari-cari dengan seksama tubuh Luna yang tengah luput dari pandangannya.
Tiba-tiba Lilis terbangun dari tidurnya dengan penuh keringat di sekujur tubuhnya.
“Luna!” Teriak Lilis sembari duduk.
Ibu Lilis yang sedang berada di ruangan tamu terkejut mendengar teriakan anaknya, dan langsung berlari ke kamar Lilis.
“Tenang nak, ibu ada disini,”
Sang ibu memeluk Lilis seraya menepuk-neluk punggungnya dengan pelan, Lilis yang tadinya merasa takut perlahan mulai tenang.
“Semua hanya mimpi? Kenapa begitu nyata?” batin Lilis.
Pagi harinya Lilis berangkat ke sekolah, lalu ia bertemu dengan Luna, Lilis yang melihat temannya masih hidup langsung merasa bahagia dan bersyukur.
“Luna!” panggil Lilis dengan semangat dan senyum lebar.
“Iya,” sahut Luna.
Lalu Lilis menggandeng tangan Luna, dan mulai bercerita dengan semangat tentang mimpinya. Luna tersenyum sambil mengusap bahu Lilis.
Selama jam pelajaran di kelas, semua orang memperhatikan Lilis, yang membuatnya merasa risih.
Kemudian Lilis mengajak Luna buru-buru keluar dari dalam kelas setelah jam sekolah usai.
“Heran ya! Kenapa setiap orang kampung yang melihat aku selalu memperhatikan ku dengan seksama!” ucap Lilis.
“Mungkin karena kamu cantik Lis,” sahut Luna.
Lalu mereka berdua pun pulang ke rumah dengan menempuh jalan kaki.
Sesampainya di rumah, Lilis merebahkan tubuhnya ke kasur karena merasa lelah. Tanpa ia sadari ia telah terlelap.
Tiba-tiba Lilis mendengar suara yang memanggil-manggil namanya, dia terbangun dan berjalan perlahan-lahan mencari dari mana asal sumber suara.
“Lilis... Ayo kesini...,”
Dirinya seperti terhipnotis, ia mengikuti arahan suara itu, setelah melangkah jauh dari rumahnya baru ia tersadar sekarang posisinya sudah ada di tengah hutan.
Matanya celingak-celinguk kesana kemari, lalu i menyadari bahwa tanah ia pijak saat ini adalah tempat pertama dia melihat wanita berambut berbaju putih.
Tanpa berpikir panjang, Lilis langsung berlari, saat berlari dia melihat dari ekor matanya kalau ada sekelebatan putih mengikutinya di antara pepohonan.
Saat ia memalingkan wajah untuk memastikan apa itu, tiba-tiba Lilis menabrak sebuah tubuh yang membuat mereka terjatuh ke tanah.
Ketika Lilis melihat siapa itu, ternyata itu Aldo adiknya. Seketika Lilis menangis seraya memeluk erat tubuh Aldo yang bidang.
“Aldo? Ayo kita pergi dari sini, hutan ini adalah hutan pemanggil kematian, kita enggak boleh lama-lama disini.” ucap Lilis dengan air mata yang membasahi pipinya.
“Iya kak,” ucap Aldo.
Lalu Lilis melepaskan pelukannya, dan mengajak Aldo untuk lari bersama dengan berpegangan tangan.
Mereka berdua pun lari sekencang mereka bisa, namun entah mengapa Lilis merasa kalau mereka hanya berputar-putar di tempat yang sama pada hal mereka sudah lari begitu lama.
Meski beberapa kali mengganti arah lari tetap saja sama, mereka akan kembali lagi ke tempat wanita berbaju putih itu.
“Kenapa? kenapa! kenapa!” Teriak Lilis, seraya mendongak melihat ke bulan yang tengah menunjukkan keindahannya
“Kenapa apanya kak?” ucap Aldo.
“Kenapa dia selalu mengganggu ku?!” Lilis berteriak seraya menangis kencang.
Tiba-tiba sang kuntilanak muncul dari balik pepohonan dengan kaki yang tak menapak tanah.
Memanggil mereka berdua agar mengikutinya sampai ketengah hutan, tempat sang kuntilanak bersemayam.
“Enggak, kamu saja yang pergi!” ucap Lilis seraya menggelengkan kepalanya. Lalu mengajak Aldo untuk lari lagi
Aksi kejar-kejaran pun terjadi, sang kuntilanak terbang di atas kepala mereka mengikuti kemana mereka pergi.
Sang kuntilanak yang marah kemauannya tidak di penuhi, kemudian mencengkram leher Aldo dengan kedua tangannya yang busuk lalu membawanya terbang di udara.
Lilis yang melihatnya adiknya di culik dengan terpaksa mengejar kemana sang kuntilanak itu pergi.
Setelah lama saling mengejar, akhirnya Aldo di turunkan di depan sebuah kuburan tua, lilis yang berhasil menyusul menghampiri keduanya.
Lalu memohon pada sang kuntilanak agar adiknya tidak di sakiti. Namun tidak ada ampun bagi sang kuntilanak.
“Terlambat.” ucap sang kuntilanak seraya mencekik leher Ando sampai lidahnya keluh, lalu dengan teganya sang kuntilanak menarik lidah Aldo dengan tangannya, sambil putuh, Lilis menangis histeris menyaksikan itu semua.
“Kenapa kamu membunuh adik ku? Apa masalah mu dengan ku! Kalau ini hanya mimpi lagi, aku tidak mau bangun! Aku ingin tau kenapa kau memburu ku!” ucap Lilis.
“Kamu tidak sadar juga?” sang kuntilanak mendekatinya, dan mengatakan suatu saat Lilis akan tahu penyebabnya, namun Lilis tidak mau menunggu selama itu.
Kemudian sang kuntilanak menempelkan wajahnya yang mulai berubah jadi korengan ke wajah Lilis, lalu mengarahkan tangannya ke leher Lilis untuk mencekik.
Lilis mencoba melepaskan tangan yang begitu kuat mencengkram lehernya, namun ia tidak bisa.
Lilis mulai sesak nafas, air liurnya pun keluaran, matanya melotot menahan sakit. Dan tiba-tiba Lilis terbangun lagi dengan keringat bercucuran.
Huk uhuk uhuk...
“Tolong!! Tolong!!” Teriak Lilis.
Dua perawat kebetulan berkunjung ke kamar Lilis menenangkan dirinya. Lalu memberinya segelas air minum.
Lilis pun menenguk air itu, setelah ia tenang.
“Kenapa aku ada disini?” tanya Lilis.
Lalu kedua suster itu menceritakan kondisi Lilis yang sudah koma selama beberapa bulan terakhir.
Lilis tak percaya begitu saja atas ucapan kedua suster yang sedang merawatnya.
Lalu ibu Lilis datang untuk mengunjunginya hari itu.
“Lilis! Kamu sudah sadar nak?” ucap ibunya sambil memeluk Lilis dengan tangis bahagia.
“Iya bu,” sahut Lilis.
Lilis yang tak melihat kehadiran Aldo mulai bertanya pada ibunya.
“Aldo dimana bu?” tanya Lilis
Ibunya hanya menunjukkan wajah sedih mendengar pertanyaan putrinya itu.
“Kamu sehat dulu nak, baru bisa bertemu adik mu.” jawab ibunya.
“Luna? Dimana Luna bu?” Tanya Lilis.
“Luna? Luna itu siapa nak?” ibunya malah bertanya balik.
“Dia teman ku,” jawab Lilis.
Ibunya mengernyit merasa heran, karena ia tidak pernah tau akan sosok Luna yang di maksudkan.
Selama pemulihan, Lilis banyak melakukan sesi terapi dan juga konsultasi ke psikiater, perlahan ia pun sadar bahwa Luna selama ini tidak pernah ada, Luna hanyalah ilusi.
Para normal yang mengobatinya juga bercerita, kalau Luna selama ini adalah arwah yang pernah Lilis usik secara tak sengaja saat pertama kali Lilis pergi ke sungai.
Waktu itu Lilis menghempaskan kakiknya ke tanah, yang ternyata itu adalah kuburan sang kuntilanak bernama Sulastri, tanpa ia tau Lilis menendang batu nisan Sulastri juga ke arah rawa tepat mengenai dahi Luna yang sedang berenang.
Luna adalah seorang gadis remaja yang di bunuh sewaktu ia pulang mandi dari sungai dan sendirian, lalu jasadnya di buang kedalam rawa.
Dan Sulastri juga adalah seorang wanita cantik yang nasibnya sama dengan Luna, alasan Sulastri mengejar dan memanggil Lilis ketengah hutan di sebabkan sikap Lilis yang sangat sombong dan angkuh.
3 bulan kemudian setelah Lilis sembuh total, Lilis yang di temani kedua orang tuanya pergi menemui adiknya Aldo di peristirahatan terakhirnya.
Lilis hanya bisa menengis, dan tak hentinya meminta maaf, menyesali perbuatannya. Ternyata saat Lilis berjalan menuju hutan malam itu Aldo yang baru pulang dari warung mengikuti Lilis, Aldo tak sempat memanggil orang tuanya.
Dan waktu malam itu juga sudah dini hari, warga pun sudah pada tidur, karena takut kehilangan jejak kakaknya Aldo mengejar kakaknya yang semakin lama semakin cepat hingga sesaat ia tertinggal, dan tanpa sengaja dapat bertemu lagi.
Demi keselamatan Lilis, kedua orang tuanya pun memutuskan untuk kembali ke kota.
Selesai.
HAI READERS YANG MANIS JANGAN LUPA UNTUK SELALU DUKUNG AUTHOR DENGAN KASIH LIKE, KOMEN, VOTE SERTA TEKAN FAVORIT TERIMAKASIH BANYAK ❤️
Instagram : @Saya_muchu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Rosananda
Ceritanya sangat kereeen abis...
2021-08-09
0
lineg boboo
masuk list fav thor👌
2021-08-06
0
Ulfa Zahra
sukur di novel yang serem serem
kalau di dunia nya pasti ngga mau
2021-07-27
1