NovelToon NovelToon
Penggambaran Keterampilan - Deskripsi Lingkungan

Ⅰ. Menggambarkan dengan Cara yang Membangkitkan Persepsi dan Imajinasi Pembaca

Jumlah peserta 51

2. Komposisi Visual


Dalam deskripsi layar, mengaktifkan persepsi hanya merupakan mekanisme panduan untuk memasuki lingkungan novel dengan indra tubuh.

 

Tugas selanjutnya adalah bagaimana membuat lingkungan novel memiliki rasa tata letak layar.

 

Oleh karena itu, penulis harus menggambarkan lingkungan dalam novel dengan cara yang mirip dengan seorang pelukis, perancang panggung, dan fotografer menggunakan komposisi visual.


2.1 Dari objek deskripsi, terbagi menjadi tata letak layar statis dan dinamis


Penulis menggabungkan objek yang statis dan dinamis untuk membuat lingkungan atau pemandangan dalam novel menjadi struktur tata letak layar yang bertingkat atau berirama.

 

Misalnya:


Kota kecil dibangun di sisi gunung dan di tepi air, dengan dinding kota membentang seperti ular panjang di sisi gunung.

 

Di sisi air, di luar kota, ada pelabuhan yang menampung perahu kecil.

 

Perahu tersebut mengangkut minyak kayu putih, garam, dan gulungan kain warna saat berlayar ke hulu sungai.

 

Saat berlayar ke hilir, perahu tersebut membawa kapas, benang kapas, kain, barang dagangan, dan hasil laut.

 

Sebuah jalan sungai menghubungkan setiap pelabuhan, dengan rumah-rumah yang sebagian besar berdiri di daratan dan sebagian lagi di atas air, karena ruang yang tersisa terbatas, rumah-rumah tersebut kebanyakan memiliki lantai gantung...


Penulis menggambarkan pemandangan kota perbatasan yang indah.

 

Kota kecil bertumpu pada gunung dan air, dengan dinding panjang di sisi belakang kota, dan pelabuhan di sisi air di luar kota, di mana perahu kecil bersandar.

 

Sebuah jalan sungai menghubungkan setiap pelabuhan, dengan rumah-rumah yang sebagian besar berdiri di daratan dan sebagian lagi di atas air.

 

Namun, dalam gambar statis, penulis juga menggambarkan beberapa gambar dinamis, seperti kapal yang membawa barang dagangan berlayar di sungai, kapal ke hulu membawa minyak kayu putih, garam, dan gulungan kain warna;


kapal ke hilir membawa kapas, benang kapas, kain, barang dagangan, dan hasil laut.

 

Oleh karena itu, penulis memasukkan gambar statis untuk menggambarkan kontur geografis kota perbatasan, namun dalam deskripsi sungai, penulis juga memperkenalkan elemen gambar dinamis,


yaitu kapal-kapal pengangkut barang yang bolak-balik, yang kemudian membentuk tata letak layar kombinasi statis-dinamis yang didominasi oleh pemandangan statis.


2.2 Dari segi pengaturan sudut pandang, dapat dibagi menjadi penggambaran jarak dekat dan jauh, tinggi rendah.


Penulis menggambarkan posisi jarak dekat jauh, tinggi rendah benda-benda dalam lingkungan novel, dan melalui pergeseran jarak dekat dan ketinggian, membangun struktur gambar yang berbukit-bukit dalam pergeseran ruang dan waktu.

 

Misalnya:


Ada sebuah sungai kecil, di tepi sungai terdapat sebuah menara kecil berwarna putih, di bawah menara tersebut tinggal sebuah rumah tangga yang terpisah.

 

Rumah tangga tersebut hanya dihuni oleh seorang lansia, seorang gadis, dan seekor anjing berwarna kuning.

 

Sungai kecil mengalir ke bawah, mengelilingi bukit, sekitar tiga mil kemudian bertemu dengan sungai besar.

 

Jika seseorang menyeberangi sungai dan melewati bukit kecil, maka hanya sejauh satu mil akan sampai di pinggir kota.

 

Sungai mengalir seperti punggung busur, jalan di bukit seperti senar busur, sehingga ada sedikit perbedaan jarak dekat.

 

Sungai kecil lebarnya sekitar dua puluh depa, dasar sungainya terbuat dari batu-batu besar.

 

Air sungai yang tenang bahkan jika dalamnya tidak bisa dijangkau dengan dayung, tetap jernih dan transparan, ikan yang berenang di dalam sungai dapat dihitung satu per satu...


Penulis pertama-tama menggambarkan dari pandangan jauh sebuah sungai kecil, sebuah menara putih, dan sebuah rumah tangga, kemudian mendekat ke pandangan dekat seorang lansia, seorang gadis, dan seekor anjing berwarna kuning.

 

Selanjutnya, dari sudut pandang udara, menggambarkan topografi di sekitar kota, arah aliran sungai kecil dan jalan di bukit, bentuk sungai kecil dan jalan di bukit.

 

Kemudian, sudut pandang ditarik dari udara ke tepi sungai kecil, dengan sudut pandang dekat menggambarkan lebar permukaan sungai kecil, bahan dasar sungai, aliran air, kedalaman air, kualitas air, dan ikan yang berenang di dalam air.

 

Oleh karena itu, susunan gambar keseluruhan menampilkan jarak pandang visual dari jauh ke dekat, serta pengaturan titik pandang dari tinggi ke rendah.

 

 2.3 Dari segi struktur visual, terbagi menjadi warna hitam putih, nada warna dingin dan hangat, serta ilusi cahaya dan bayangan


Penulis menggunakan elemen warna atau nada untuk menggambarkan lingkungan atau pemandangan dalam novel, seperti warna hitam putih, nada warna dingin dan hangat, ilusi cahaya, untuk membimbing pembaca merasakan dan mengalami makna naratif di balik gambaran visual.


2.3.1 Warna hitam putih


Penulis menggunakan kontras warna hitam putih untuk retorika naratif dalam cerita novel, sehingga pembaca dapat merasakan makna naratif di luar gambaran visual.

 

Contohnya:


Melihat keluar melalui jendela kaca, bayangan bulat-bulat di antara awan hitam, ada bulan, satu hitam, satu putih, seperti topeng yang dramatis.

 

Perlahan-lahan, bulan muncul dari balik awan, cahaya tajam tembus dari bawah awan hitam, seperti mata di balik topeng.

 

Langit berwarna biru tua tak berdasar.


Penulis menggambarkan bulan di bawah awan sebagai topeng hitam putih, serta mata yang mengintip, menggunakan metafora lingkungan untuk menggambarkan karakter.


2.3.2 Skema Warna Dingin dan Hangat


Penulis menggunakan kombinasi skema warna dingin dan hangat untuk menambahkan emosi atau suasana pada gambar.

 

Misalnya:


Saat itu, tiba-tiba terlintas gambaran yang ilahi di benakku: langit biru gelap dengan bulan bundar berwarna emas tergantung di atasnya,


di bawahnya adalah pantai berpasir yang ditanami dengan kebun semangka hijau yang tak berujung,


di tengah-tengahnya ada seorang anak laki-laki berusia sebelas atau dua belas tahun, memakai kalung perak di lehernya, menggenggam sebatang tombak besi, berusaha menusuk seekor babi hutan,


namun babi itu menggeliat dan melarikan diri dari bawah pangkal pahanya.


Penulis menggunakan kombinasi skema warna dingin seperti biru dan hijau dengan skema warna hangat seperti kuning, menciptakan gambaran seperti dongeng: langit biru gelap di atas dengan bulan bundar berwarna emas,


di bawahnya adalah pantai berpasir dan kebun semangka hijau yang tak berujung, seorang anak laki-laki berusia sebelas atau dua belas tahun, memakai kalung perak di lehernya, menggenggam sebatang tombak besi, berburu di kebun semangka.

 

Tiba-tiba, dia mencoba menusuk seekor babi hutan dengan sekuat tenaga, namun babi itu malah melarikan diri dari bawah pangkal pahanya.

 

Perlu dicatat bahwa dalam gambar pantai berpasir ini,


penulis mencetakkan nuansa tempat tertentu dalam kenangan indah "saya" terhadap teman kecilnya: anak laki-laki tersebut memakai kalung perak di lehernya, menggenggam sebatang tombak besi, dan mengusir babi yang mencuri semangka di kebun semangka hijau yang tak berujung.

 

2.3.3 Ilusi Cahaya dan Bayangan


Pengarang menggabungkan cahaya dan bayangan dalam pengaturan lingkungan novel, menciptakan citra yang fantastis atau mistis.

 

Misalnya, sudut atas jendela kaca samar-samar memantulkan bayangan kecil seorang polisi yang melangkah kecil di lorong, sebuah kereta kuda melintasi bayangan polisi tersebut.

 

Anak kecil menyembunyikan jubahnya di pinggangnya, menendang bola sepanjang jalan, melintasi tepi kaca.

 

Seorang petugas pos bersepeda melintasi bayangan polisi, melintas dengan cepat.

 

Semuanya seperti hantu, hantu dari bertahun-tahun yang lalu, hantu yang belum terlahir kembali...

 

Apa yang nyata, apa yang palsu?


Pengarang menggunakan metode komposisi cahaya dan bayangan untuk menggambarkan pemandangan di luar jendela yang dilihat oleh tokoh utama wanita saat tokoh utama pria pergi:


jendela kaca memantulkan bayangan polisi di lorong bawah; kereta kuda melintasi bayangan polisi; anak kecil menendang bola; petugas pos bersepeda melintas.

 

Perlu dicatat bahwa pengarang dengan hidup menggambarkan pemandangan yang berubah-ubah dari cahaya dan bayangan yang dilihat oleh mata tokoh,


secara jelas mencerminkan keadaan psikologis yang hancur dan bingung dari tokoh wanita karena dia menyaksikan hubungan gelap antara dirinya dan tokoh pria berakhir.

 

3. Penggunaan Gambaran Mental


Meskipun bahasa tertulis tidak dapat secara langsung menggambarkan adegan dalam novel seperti gambar atau citra, namun mampu menyajikan gambaran mental dengan fungsi retorika imaji.


Penulis tidak hanya dapat menggambarkan adegan nyata tempat karakter novel berada, atau gambaran dan citra dalam pikiran karakter novel, tetapi juga dapat memberikan makna retorika naratif dalam lingkungan novel.


Dengan kata lain, penulis dapat menggambarkan adegan novel dengan didorong oleh niat naratif, sehingga citra visual sastra dalam deskripsi gambaran dapat mewakili sifat karakter, suasana naratif, dan tema naratif dengan cara retorika imaji.

 

3.1 Metafora


Metafora dalam citraan adalah ketika seorang penulis menggambarkan adegan dengan cara yang menyiratkan tokoh, peristiwa, atau benda dalam cerita, sehingga penggambaran tersebut memiliki fungsi metaforis.

 

Sebagai contoh, dalam novel "The Great Gatsby", Fitzgerald menggunakan metafora dalam menggambarkan kedatangan Daisy.

 

Ketika Nick pertama kali mengunjungi rumah mewah sepupunya, deskripsi dalam novel tersebut menciptakan gambaran sebagai berikut:


Angin masuk ke dalam ruangan, mengibarkan tirai seperti bendera putih yang berkibar-kibar.

 

Angin bertiup dari sini ke sana, membuat tirai terangkat dan terbang menuju langit-langit dengan hiasan seperti kue pengantin, lalu melintasi karpet merah, meninggalkan bayangan seperti angin melintasi permukaan laut.


Satu-satunya benda yang tidak bergerak di ruangan itu adalah sofa besar, di atasnya dua wanita muda (Daisy dan Jordan) terlihat seperti melayang di udara seperti balon udara yang terikat.

 

Mereka mengenakan pakaian putih, rok mereka bergoyang-goyang seolah-olah mereka baru saja kembali dari mengelilingi rumah.

 

Aku (Nick) pasti berdiri di sana cukup lama, mendengarkan suara gemerisik tirai dan suara berdecit gambar di dinding.


Tiba-tiba, terdengar suara keras, Tom Buchanan menutup jendela belakang, angin di dalam ruangan pun mereda, tirai, karpet, dan kedua wanita muda itu perlahan-lahan turun ke lantai.


Ini adalah penampilan pertama Daisy dalam alur cerita, di mana sang penulis menggambarkan Daisy dan temannya, Miss Baker, yang sedang berbaring di sofa dengan gaun mereka yang terangkat oleh angin, kemudian jatuh ke lantai saat angin reda.

 

Ini bukan hanya deskripsi lingkungan yang objektif, tetapi juga merupakan metafora dari nilai dan sikap hidup Daisy: materialisme yang buta dan kosong.


Lebih dari empat tahun yang lalu, pada usia delapan belas tahun, Daisy jatuh cinta dengan Letnan miskin, Jay Gatsby.

 

Namun, setelah Gatsby pergi ke Eropa untuk berperang dalam Perang Dunia Pertama, pada bulan Februari tahun kedua setelah kepergian Gatsby, Daisy bertunangan dengan Tom yang berasal dari New Orleans, dan pada bulan Juni mereka mengadakan pernikahan mewah di Chicago.

 

Hadiah pernikahan mereka adalah sebuah kalung mutiara senilai 350 ribu dolar, yang membuat Daisy terpesona oleh suaminya.

 

Lebih dari empat tahun kemudian, ketika Gatsby yang kini telah menjadi kaya kembali mencari Daisy, Daisy sedang marah karena suaminya berselingkuh di New York, dan setelah bertemu dengan Gatsby, dia jatuh cinta padanya.

 

Kemudian, Daisy secara tidak sengaja menabrak wanita simpanan Tom dengan mobilnya.

 

Namun, ketika Gatsby dibunuh karena insiden tabrakan yang melibatkan Daisy, Daisy malah pergi berlibur ke Eropa dengan suaminya, bahkan tidak menghadiri pemakaman Gatsby.


3.2 Perbandingan


Perbandingan dalam retorika citraan memiliki makna bahwa penulis menggabungkan dua adegan novel yang tidak terkait dalam ruang dan waktu naratif, untuk menciptakan ketegangan dramatis dalam deskripsi visual, dan akhirnya menghasilkan makna naratif baru yang tidak dimiliki oleh kedua adegan novel sebelumnya.

 

Contohnya:


Saat Paula sedang sekarat, itulah saat Bruno menikahi Fernanda.

 

Orang-orang di sekitar tempat tidur menangis dengan keras.

 

Karena kamar Paula jauh dari kamar pengantin, mereka tidak mendengarnya.

 

Mereka menangis sebentar, hanya mendengar suara musik dari kejauhan, namun kemudian hilang.

 

Saat adik Paula keluar dan mendengarkan lagi, hanya ada "angin di atas pohon, bayangan bulan bergeser di dinding" yang begitu menyedihkan.


Membayangkan janji terakhir Paula kepada Bruno untuk hidup dan mati bersama, adik Paula merasa sedih dan marah, meninggalkan kamar saudaranya dan pergi ke kamar baru Bruno dan Fernanda yang sedang meriah.


Di kamar mayat, tangisan merajalela, namun dari kejauhan terdengar musik dari kamar baru yang sedang merayakan pernikahan.

 

Saat adik keluar dan mendengarkan dengan seksama, hanya terdengar "angin di atas pohon, bayangan bulan bergeser di dinding" yang begitu menyedihkan.

 

Konflik emosi kontras antara kesedihan dan kegembiraan dengan jelas tergambar.

 

Penulis menggabungkan kematian Paula di kamar mayat dengan pernikahan Bruno dan Fernanda di kamar baru, menciptakan suasana naratif kontras yang memimpin pembaca untuk merenungkan keputusasaan hidup dan kekejaman dunia secara retorika citra.

 

3.3 Pengulangan


Pengulangan adalah salah satu teknik retorika visual dalam deskripsi gambar, yang ditunjukkan oleh penulis dengan cara memberi makna ganda melalui pengulangan deskripsi yang sama dari suatu adegan dalam plot novel sehingga memiliki makna naratif baru.


Sebagai contoh, dalam novel "The Great Gatsby", penulis merancang sebuah adegan klasik: Gatsby melihat sebuah lampu hijau di dermaga rumah Daisy di seberang teluk dari vila miliknya. Selain itu, adegan ini muncul sebanyak tiga kali dalam plot novel:


3.3.1 Saat pertama kali Gatsby muncul


Saat itu, setelah Nick mengunjungi rumah mewah sepupunya, Daisy, dan kembali ke tempat tinggalnya, dia memarkir mobilnya di garasi dan duduk sejenak di atas mesin pemotong rumput yang tidak terpakai di halaman.

 

Ketika Nick melihat bayangan seseorang di balik bayangan rumah tetangga sambil menatap langit malam yang penuh dengan bintang perak, dia menduga itu adalah Mr.

 

Gatsby.

 

Novel tersebut kemudian melanjutkan:


Saya (Nick) memutuskan untuk menyapa dia (Gatsby).

 

Saat makan tadi, Miss Baker sempat menyebut tentang dia, yang bisa saya gunakan sebagai pengenalan diri.

 

Tapi saya tidak menyapanya, karena tiba-tiba saya merasa bahwa dia tidak ingin diganggu - dia dengan cara anehnya mengulurkan kedua tangannya ke arah laut yang gelap.

 

Meskipun saya jauh darinya, saya yakin sekali dia gemetar.

 

Saya tanpa sadar melihat ke arah pantai, di sana hanya ada lampu hijau, tidak ada yang lain.

 

Cahayanya redup dan jauh, mungkin itu adalah ujung dermaga...


Ini adalah penampilan pertama Mr.

 

Gatsby dalam alur cerita.

 

Meskipun Nick tidak mengenalnya saat itu dan hanya mendengar tentangnya dari Miss Baker saat mengunjungi rumah Daisy, dia tidak menyapanya dalam adegan ini.

 

Namun, penulis menciptakan gambaran yang sangat unik untuk penampilan pertama Mr.

 

Gatsby: pada malam hari, dia sendirian menatap ke arah dermaga di seberang teluk yang terdapat sebuah lampu hijau.

 

3.3.2 Hari di mana Gatsby dan Daisy bertemu lagi


Pada hari pertama pertemuan kembali antara Gatsby dan Daisy, penulis menggambarkan lampu hijau yang samar di tengah kabut hujan sebagai simbol keinginan Gatsby untuk mengulang kembali kenangan bersama Daisy.

 

Saat itu, Gatsby pertama kali mengundang Daisy ke vila miliknya.

 

Karena hujan turun di luar jendela, Gatsby, Daisy, dan Nick berdiri di depan jendela vila Gatsby, memandang ke arah laut yang bergelombang.

 

Novel ini mencatat, "Jika tidak ada kabut, kita bisa melihat rumahmu di seberang teluk," kata Gatsby, "Di ujung dermaga rumahmu selalu ada lampu hijau yang menyala sepanjang malam." Daisy tiba-tiba meraih lengan Gatsby, namun dia tampak masih terpaku pada kata-katanya tadi.

 

Mungkin tiba-tiba dia menyadari bahwa makna besar dari lampu itu telah hilang selamanya.

 

Dibandingkan dengan jarak yang memisahkan dia dan Daisy, lampu itu tampak begitu dekat dengannya, hampir bisa menyentuhnya, seperti bintang yang begitu dekat dengan bulan.

 

Sekarang, itu hanya sebuah lampu hijau di dermaga.

 

Satu hal yang membuatnya begitu tergila-gila telah hilang.


Ini adalah kali kedua penulis menceritakan pemandangan Gatsby yang berdiri di depan vila miliknya, memandang ke arah dermaga rumah Daisy di seberang teluk yang dihiasi oleh lampu hijau.

 

Saat itu, setelah Gatsby bertemu dengan Daisy di tempat tinggal Nick, dia langsung mengundang Daisy ke vila miliknya.

 

Daisy sangat terkesan dengan segala sesuatu yang dilihatnya, terutama ketika Gatsby menunjukkan berbagai jenis kemeja yang dia beli khusus dari Inggris, Daisy bahkan menyorokkan kepalanya di tumpukan kemeja itu sambil menangis dengan penuh emosi.


Kemudian, Gatsby membawa Daisy dan Nick ke jendela vila untuk melihat pemandangan teluk.

 

Karena tertutup kabut hujan, ketiganya tidak dapat melihat dengan jelas lampu hijau di dermaga di seberang.

 

Penulis juga tidak menjelaskan secara detail tentang lampu hijau yang samar di tengah kabut, melainkan lebih menekankan pada ekspresi diam Gatsby:


ketika Daisy merangkul lengan Gatsby, mungkin Gatsby merasa bahwa lampu hijau itu begitu dekat dengannya, hampir bisa menyentuhnya, namun makna besar dari lampu hijau itu telah hilang dalam pikiran Gatsby.

 

3.3.3 Setelah kematian Gatsby


Penulis menggunakan lampu hijau di dermaga rumah Daisy sebagai simbol dari impian indah yang diidamkan Gatsby.

 

Pada akhir alur cerita, Nick pergi ke luar vila yang ditinggalkan Gatsby setelah kematiannya, dan melihat cahaya samar-samar yang terlihat dari feri di seberang teluk.

 

Nick kemudian menulis:


Ketika saya (Nick) duduk di sana memikirkan tentang dunia kuno dan tak dikenal itu, saya juga teringat pada betapa terkejutnya Gatsby ketika pertama kali mengenali lampu hijau di dermaga Daisy di seberang sana.

 

Dia telah melalui perjalanan panjang untuk tiba di padang rumput biru ini, mimpinya tampak begitu dekat, begitu mudah dicapai, hampir tidak mungkin terlewatkan.

 

Dia tidak tahu bahwa mimpinya telah menjauh darinya, meninggalkannya di belakang, meninggalkannya di tengah kekacauan yang tak terbatas di belakang kota ini, di mana padang gurun hitam negara itu terus bergulir maju di malam hari.


Gatsby percaya pada lampu hijau itu, sebagai simbol dari masa depan yang indah yang perlahan menjauh dari pandangan kita.

 

Dahulu itu mungkin lenyap dari hadapan kita, tapi itu tidak masalah - besok kita akan berlari lebih cepat, meraih lebih jauh dengan tangan kita...

 

selalu ada pagi yang cerah...


Nick berdiri di tempat Gatsby dulu melihat ke arah dermaga rumah Daisy di seberang teluk, namun tidak bisa melihat lampu hijau di dermaga itu, hanya cahaya samar-samar dari feri.

 

Maka, Nick teringat bagaimana Gatsby pertama kali mengenali lampu hijau di dermaga rumah Daisy di seberang sana, dan percaya bahwa saat itu Gatsby melihat lampu hijau itu sebagai sesuatu yang diidamkan, dan yakin bahwa dia memiliki kekuatan yang cukup untuk menghidupkan kembali kenangan lama dengan Daisy.

 

Namun, Gatsby tidak menyadari bahwa impian indah yang pernah dia miliki dengan Daisy telah menjauh darinya, dia tidak mungkin bisa menghidupkan kembali kenangan lama dengan Daisy.

 

Akhirnya, sang penulis melalui Nick menyatakan suara pencerita yang tersirat: Gatsby percaya bahwa lampu hijau itu melambangkan masa depan yang indah.


Oleh karena itu, sang penulis tiga kali menggambarkan adegan melihat lampu hijau di dermaga rumah Daisy dari vila Gatsby dalam alur cerita,


pertama adalah deskripsi pemandangan malam dalam novel;


kedua adalah sebagai keinginan Gatsby untuk menghidupkan kembali kenangan lama dengan Daisy;


ketiga adalah sebagai simbol dari impian indah yang diidamkan Gatsby terhadap masa depan yang baik, yang kemudian mengarah pada tema naratif novel:


Meskipun Gatsby yang luar biasa tidak mampu menangkap cahaya dari lampu hijau itu, namun dia membuat kita sadar bahwa meskipun impian indah telah menjauh dari kita, tetapi selalu ada pagi yang cerah yang dapat kita kejar dan gapai.

 

3.4 Imajinasi


Dalam menggunakan citra imajinatif untuk menggambarkan adegan, penulis seringkali menggunakan cara di mana tokoh utama mengaktifkan imajinasinya melalui perasaan yang dipicu oleh objek, u


ntuk menunjukkan makna dan nilai dari objek tersebut dalam pikiran tokoh utama melalui aktivitas citra imajinatif.

 

Meskipun imajinasi adalah aktivitas aliran kesadaran tokoh dalam novel, namun sebagai alat retorika citra imajinatif dalam menggambarkan adegan,


penulis menampilkan aliran kesadaran dalam imajinasi tokoh dengan menggunakan persepsi visual tokoh, bukan berdasarkan konsep atau perasaan.

 

Oleh karena itu, aliran kesadaran tokoh dalam imajinasi terutama ditampilkan sebagai citra visual, bahkan perasaan atau konsep tokoh juga dipicu dan didorong oleh citra visual.


Sebagai contoh, dalam novel "Surat", penulis menggunakan cara retorika citra imajinatif untuk merancang bagian narasi tokoh utama yang sedang membaca surat.

 

Pada masa lalu, tokoh wanita memutuskan untuk menikahi seorang pekerja tambang muda setelah membaca surat panjang yang ditulis untuknya olehnya,


namun dua bulan setelah pernikahan, pekerja tambang tersebut meninggal dalam kecelakaan tambang, sehingga surat tersebut menjadi barang kenang-kenangan yang ditinggalkan oleh pekerja tambang tersebut.

 

Pada suatu malam musim gugur, cahaya bulan menerangi balkon, tokoh wanita menyalakan lampu meja, dan membuka surat yang sudah lama disimpan itu untuk membacanya sendirian.

 

Dalam novel tersebut tertulis:


Ini adalah sebuah surat yang telah berumur bertahun-tahun.

 

Ketika dia baru saja membaca beberapa baris, rasanya seperti ada tangan lembut yang menariknya, dan dia pun masuk ke dalam suasana surat tersebut.

 

Dia berjalan perlahan, tidak berhenti di setiap tempat, melihat setiap hal.

 

Tanpa disadari, tangan yang menariknya tiba-tiba melepaskan pegangannya, mundur, dan semuanya menjadi miliknya untuk dinikmati.

 

Saat dia terus berjalan, pikirannya melayang begitu jauh.


Surat itu mengingatkan akan keindahan kampung halaman, merindukan akan kerinduan akan tanah kelahiran.

 

Dengan pikiran ini sebagai pemicu, dia tanpa sadar kembali ke tanah kelahiran yang sama dengan si penulis surat.

 

Sebentar saja, dia melihat ladang bunga rapeseed yang berwarna kuning emas, burung layang-layang terbang di atas ladang tersebut.

 

Sebentar lagi, dia melihat tanggul sungai yang membentang ke kejauhan, di ujung tanggul terlihat garis horizon yang tak berujung, matahari merah terbit dari sana.

 

Seketika berubah menjadi hujan lebat, air putih meluap.

 

Seketika berubah menjadi salju lebat, desa yang terdiri dari pondok dan rumah-rumah jerami tertutupi oleh lapisan salju tebal yang sunyi...


Semua pemandangan ini tidak tertulis di surat, tapi dia melihat semuanya melalui surat tersebut.

 

Atau mungkin bisa dibilang, sedikit yang tertulis di surat, tapi dia melihat banyak.

 

Surat tersebut menulis hal-hal spesifik, tapi yang dia lihat adalah kekaburan.

 

Surat tersebut menulis tentang yang terbatas, tapi yang dia lihat adalah yang tak terbatas.

 

Namun, jika tidak ada surat ini, khayalannya tidak akan bisa dimulai, dia tidak akan melihat apapun.

 

Seperti surat ini adalah kendaraan yang bisa terbang, dengan bantuan dan dukungannya, jiwanya bisa keluar dari tubuhnya, melampaui dunia duniawi, dan naik ke kebebasan...


Ketika tokoh utama dalam novel membaca surat, penulis secara bertahap menggambarkan empat tingkatan di mana tokoh perempuan tersebut teringat pada pemandangan dan situasi yang diingatnya saat membaca surat:


Pertama, dari ingatan yang terpanggil saat membaca surat, penulis menggambarkan kerinduan tokoh perempuan terhadap pemandangan indah di kampung halamannya.

 

Surat itu seperti tangan lembut yang membawanya masuk ke dalam situasi dalam surat, namun kemudian tangan itu melepaskannya dan dia teralihkan, membayangkan pemandangan indah kampung halamannya satu demi satu, hingga jiwanya melampaui dunia nyata.


Kedua, dalam ingatan tokoh perempuan saat membaca surat, penulis menggambarkan pengalaman menjadi pusat perhatian dan pengejaran.

 

Surat itu membangkitkan kenangan masa remajanya, di mana dia berlari-lari di tepi sungai pada musim semi, namun selalu merasa ada sepasang mata malu yang mengejarnya.

 

Hal ini membuatnya bertanya-tanya mengapa dirinya layak untuk diperhatikan, dan dia mencoba mencari tahu perasaannya melalui surat tersebut - sebuah diri yang berbeda dari dirinya yang sekarang.

 

Dia menyukai diri yang asing tersebut.


Ketiga, penulis menggunakan metafora indra pendengaran dan perabaan untuk menggambarkan pikiran tokoh perempuan saat membaca surat.

 

Surat itu membangkitkan pemandangan pendengaran dalam ingatannya, seperti nyanyian atau lagu yang memainkan melodi alami yang sederhana, kemudian seperti kabut tipis di ladang pada musim gugur yang memiliki sentuhan lembut dan basah.

 

Hal ini membuatnya menutup mata dan merenung dengan mata hati.


Terakhir, penulis menggambarkan tokoh perempuan yang teringat pada sosok dan senyuman pemuda penambang serta ekspresi rindu yang enggan pergi.

 

Dia melihat tangan, tubuh, dan senyuman pemuda penambang dalam tulisan surat, namun setelah membaca surat, sosok pemuda penambang dalam ingatannya enggan untuk pergi.


Perlu dicatat bahwa penulis tidak hanya menceritakan lamunan protagonis ketika membaca surat melalui deskripsi gambar, mengungkapkan duka dan kerinduan protagonis terhadap para penambang muda, tetapi juga membimbing pembaca selangkah demi selangkah menuju keadaan pikiran lamunan protagonis melalui retorika.

 

Dari gambaran lamunan, dan kemudian belajar dan memahami bagaimana menggunakan gambaran dan retorika untuk menciptakan lamunan.

 

 

NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!