Cinta dan Rahasia di Balik Kanvas

Sebuah keluarga harmonis hidup bahagia bersama sepasang suami istri dengan dua anak mereka. Putra sulung mereka bernama Alexmoon, yang biasa dipanggil Jaeyun, memiliki seorang adik perempuan bernama Roseanna, atau akrab disapa Rose. Keluarga mereka hidup dengan penuh kebahagiaan, hingga tragedi menimpa. Orang tua mereka mengalami kecelakaan pesawat, meninggalkan Jaeyun dan Rose sebagai yatim piatu.

Bertekad untuk melindungi adiknya apa pun yang terjadi, Jaeyun mengambil peran sebagai ayah dan ibu bagi Rose. Mereka terus hidup bersama di apartemen yang diwariskan oleh orang tua mereka. Seiring waktu, Jaeyun meraih ketenaran sebagai anggota boy band terkenal di Korea Selatan. Meski kariernya sebagai idol sangat sibuk, ia tetap sangat mencintai dan menjaga Rose. Para penggemar sering menggoda bahwa Jaeyun adalah seorang “siscon” (terlalu terikat dengan adik perempuannya), namun ia tak pernah menyangkalnya.

Jaeyun memiliki dua sahabat dekat, Taehyung dan Mingyu, yang telah bersamanya sejak SMP. Mereka bertiga tak terpisahkan, bahkan saat mengejar mimpi bersama. Namun, Jaeyun dan Taehyung berpisah saat SMA ketika Taehyung memutuskan untuk melanjutkan studi ke luar negeri.

Segalanya berubah saat Rose memasuki tahun terakhir SMA-nya. Di sinilah ia bertemu dengan seorang siswa laki-laki yang berbeda dari siapa pun yang pernah ia temui.

Rose sangat menyukai melukis, dan banyak karyanya yang pernah dipajang di papan pengumuman sekolah saat SMP. Ia adalah gadis pendiam dan polos, namun aktif dalam olahraga. Sayangnya, ia kurang unggul dalam pelajaran akademik, meski sangat berbakat dalam seni.

Banyak teman sekelasnya enggan berinteraksi dengannya, takut melakukan kesalahan karena perlindungan Jaeyun yang berlebihan. Akibatnya, Rose sulit mendapatkan teman. Tapi ia tidak terlalu mempermasalahkan hingga suatu hari ia dipaksa bekerja dalam proyek kelompok.

Tak peduli seberapa keras ia mencoba, tak ada yang mau menjadi rekan kelompoknya. Saat ia hampir menyerah, sebuah suara tiba-tiba terdengar, "Kamu bisa kelompok sama aku."

Dari balik tumpukan buku, Rose menoleh dan melihat sosok laki-laki misterius itu.

"Baiklah, namaku Roseanna, tapi kamu bisa panggil aku Rose," ujarnya tenang.

Laki-laki itu berdiri dan membalas, "Aku Taehyung."

Mereka ditugaskan untuk membuat lukisan yang merepresentasikan perjalanan hidup secara kreatif.

Rose ragu sebelum bertanya, "Kamu punya ide?" Suaranya ragu, tapi matanya menatap Taehyung penuh harap.

Taehyung hanya tersenyum, dan seketika para siswi lain menjerit kegirangan.

"Ahhh! Lihat! Taehyung senyum!" mereka menjerit bahagia.

Sementara itu, Rose hanya berdiri bingung dengan situasi itu.

Rose pun bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Saat itu juga, Taehyung berkata, "Kita pikirin idenya nanti aja. Sekarang mending isi perut dulu, gimana?"

Melihat bagaimana keadaan berkembang, Rose setuju dan mereka pun menuju kantin bersama.

Saat tiba, Rose merasa seolah ada yang memperhatikannya. Tak lama, seorang siswa laki-laki mendekatinya dengan nada arogan, "Kamu cantik. Siapa namamu?"

Melihat kerah seragamnya berwarna biru tua tanda bahwa ia kakak kelas Rose menjawab sopan, "Namaku Roseanna, kak."

Kakak kelas itu menyeringai dan memperkenalkan diri, "Aku Kim Seon Ho."

Rose hanya tersenyum netral dan berjalan melewatinya. Ia duduk di sebuah meja, dan Taehyung ikut duduk di sampingnya.

Kim Seon Ho memperhatikan mereka sejenak sebelum akhirnya pergi dari kantin.

Setelah makan siang, Rose pergi ke perpustakaan lebih dulu. Namun, Kim Seon Ho mengikutinya dan tiba-tiba berkata, "Ini bukunya yang kamu cari?"

Rose melihat buku yang ada di tangannya dan menjawab, "Iya, benar. Terima kasih."

Itu adalah buku matematika yang terletak di rak tinggi, dan Rose kesulitan menjangkaunya. Namun, alih-alih memberikannya, Kim Seon Ho malah menaruhnya di rak yang lebih tinggi.

Kesal dengan sikapnya, Rose memutuskan mengambil buku itu sendiri dengan tangga kecil.

"Hati-hati, biar aku saja," ujar suara lembut.

Ia menoleh dan melihat Taehyung yang sedang mengambil buku itu untuknya.

Rose berterima kasih, dan sebagai tanda terima kasih, ia memberikan permen kelinci pada Taehyung.

Ketika kembali ke kelas, banyak mata memandangnya. Tiba-tiba, seorang gadis bertanya penasaran, "Kamu pacaran sama kakak kelas Kim Seon Ho ya?"

Mendengar pertanyaan itu, Rose sangat bingung. Ia baru saja mengenal dan berbicara dengannya hari itu.

Ternyata, Kim Seon Ho sangat terkenal, tak hanya tampan, tapi juga kaya dan cerdas. Banyak gadis dari sekolah bahkan dari luar sekolah mengidolakannya. Namun, ia selalu berkata, "Aku sudah punya seseorang di hatiku," membuat banyak gadis patah hati.

Mendengar hal itu, Rose merasa ada yang aneh. Ia memutuskan akan bertanya pada kakaknya sepulang sekolah.

Biasanya, Rose dijemput oleh sopir yang ditugaskan Jaeyun. Namun, hari itu sopir tersebut mengabari bahwa ia tak bisa datang karena ban mobilnya bocor.

Rose pun memutuskan untuk pulang sendiri. Saat hendak pergi, terdengar suara klakson. Ia menoleh dan melihat mobil Kim Seon Ho.

Senior itu menawarkan tumpangan. Awalnya Rose menolak, tapi karena terus didesak, ia pun setuju dengan sedikit kesal, "Baiklah, aku ikut, kak."

Melihat ekspresinya, Kim Seon Ho tampak senang. Ia pun mengantar Rose pulang dengan selamat.

Sebelum turun dari mobil, Rose melihat ada luka kecil di jarinya. Tanpa ragu, ia memberikan plester sebagai ucapan terima kasih.

Gestur kecil itu membuat Kim Seon Ho semakin tertarik padanya. Setelah mengantarnya, ia pergi dengan senyum puas.

Di rumah, Rose berganti pakaian, mandi, lalu mengerjakan PR. Setelah itu, ia masuk ke ruang seni dan melanjutkan lukisan yang tengah ia kerjakan.

Akhirnya, sosok misterius yang selama ini hanya ia gambar sebagai siluet mulai terlihat jelas: seorang pemuda yang tertidur di tumpukan buku.

Ia tertawa kecil saat mengingat momen yang menginspirasi lukisan itu.

Tiba-tiba, bel rumah berbunyi, diikuti suara kakaknya. Kaget, Rose segera keluar dari ruang seni dan menguncinya. Ia selalu menyembunyikan karya terakhirnya, karena menggambarkan rasa sukanya pada seseorang. Ia takut jika Jaeyun tahu, ia akan melarangnya berinteraksi dengan orang itu.

Rose menyapa kakaknya sebentar lalu mengatakan bahwa ia ingin tidur lebih awal.

Jaeyun tersenyum hangat dan berkata, "Baiklah, selamat malam."

Kehidupan sekolah Rose mulai berubah, terutama di kelas olahraga, di mana bakatnya mulai terlihat. Banyak siswa mulai mengaguminya. Ia pun mulai mendapat beberapa teman, dan suasana kelas tidak setegang dulu.

Salah satu momen paling berkesan baginya adalah proyek kelompok bersama Taehyung. Karya mereka yang menggambarkan ikatan persahabatan yang tak terputus bahkan dipajang dengan gelar "Pasangan Kelas."

Kini di tahun terakhirnya, Rose fokus mempersiapkan ujian akhir.

Sementara itu, Kim Seon Ho telah lulus dan mulai bekerja di perusahaan ayahnya. Namun, ia masih menyempatkan waktu untuk melihat Rose. Meski sudah ditolak tiga kali, ia tidak menyerah. Rose mengagumi kegigihannya, namun saat ini prioritas utamanya adalah pendidikan.

Namun jauh di lubuk hatinya, hatinya selalu tertarik pada Taehyung. Ada sesuatu yang membuat Taehyung terasa misterius. Anehnya, tak peduli seberapa banyak ia mencoba mencari tahu, tak ada informasi tentang latar belakang Taehyung.

Waktu berlalu, dan Rose semakin jarang melihat Taehyung. Kini mereka tidak satu kelas Rose di kelas 3-B, sementara Taehyung di kelas 3-A.

Meski begitu, Rose sering mencari alasan untuk pergi ke kelas Taehyung hanya untuk melihat sekilas dirinya. Tapi ia merasa bahwa perasaannya tidak pernah dibalas.

Perasaan itu membuatnya sedih.

Untuk menghibur diri, Rose memutuskan mengunjungi museum seni sepulang sekolah. Ditemani sopir, ia pun berangkat ke sana.

Begitu masuk museum, Rose merasa tenang. Ia menikmati karya seni yang indah, dan kesedihannya mulai memudar, tergantikan kebahagiaan.

Terlalu asyik memotret karya seni, Rose tanpa sengaja menabrak seseorang.

"Kamu baik-baik saja?" tanya pria itu dengan lembut.

Malu, Rose menerima uluran tangannya. "Maaf, dan terima kasih," ucapnya tulus.

Setelah dari museum, Rose mampir ke arcade untuk bermain mesin capit boneka.

"Aduh, kenapa aku sial banget hari ini?" gerutunya kesal.

Saat hendak pergi, seseorang menepuk pundaknya. Ternyata, boneka yang tadi ia incar ada di depan matanya.

"Untukku?" tanyanya penasaran.

"Tentu saja," jawab pria itu sambil tersenyum hangat.

Tertarik, Rose memperkenalkan diri. "Namaku Roseanna. Nama kamu siapa?"

Pria itu tersenyum dan menjawab, "Namaku Mingyu."

Untuk membalas kebaikannya, Rose mengajak Mingyu ke arena balap dan berjanji akan memberikan hadiahnya jika menang. Mingyu setuju, dan mereka balapan bersama.

Rose menunjukkan kemampuan mengemudi yang luar biasa dan menang. Ia memberikan trofi kecil pada Mingyu dengan senyuman cerah.

Saat hari mulai malam, Mingyu menawarkan tumpangan dan Rose menerimanya.

Sesampainya di depan rumah, penjaga membukakan gerbang dan Rose turun dari mobil.

"Begitu ya? Jadi kamu udah lupa sama aku?" celetuk Jaeyun yang tampak sedikit cemburu. Rose hanya tertawa malu dan memeluk kakaknya lalu melambai ke arah Mingyu.

Di dalam rumah, Jaeyun bertanya, "Pacarmu ganti lagi, ya?"

Mendengar itu, Rose kebingungan.

“Bukannya yang sebelumnya Kim Seon Ho…”

Mendengar pertanyaan kakaknya, Rose segera menjelaskan,

“Enggak, Kak! Mereka cuma teman!”

Jaeyun menyipitkan mata curiga, lalu mengacak rambut Rose.

“Kalau ada yang ganggu kamu, kasih tahu aku.”

Rose mengangguk pelan, lalu buru-buru masuk ke kamarnya.

Di dalam kamar, ia memandangi boneka dari Mingyu dan plester dari Kim Seon Ho, lalu melirik lukisan Taehyung yang belum selesai.

“Huft… kenapa hidupku jadi seperti drama?” gumamnya pelan.

Keesokan harinya, Rose kembali ke sekolah. Ia mulai akrab dengan teman-teman barunya dan lebih percaya diri. Tapi, satu hal yang terus mengganggunya keberadaan Taehyung yang semakin menjauh.

Ia mencoba mencari kesempatan untuk bicara, namun Taehyung selalu sibuk, menghindar, atau menghilang sebelum Rose bisa menyapanya.

Suatu hari, saat hujan turun deras dan kelas dibubarkan lebih awal, Rose lupa membawa payung. Ia berdiri di depan gerbang sekolah, bingung.

Tiba-tiba, sebuah payung hitam terbuka di atas kepalanya. Ia menoleh Taehyung.

“Kamu bakal sakit kalau nunggu di sini terus,” ucapnya singkat.

Rose terdiam. Hatinya berdebar.

Mereka berjalan bersama di bawah payung yang sama. Jalanan sunyi, hanya suara hujan menemani. Rose ingin bicara, tapi bibirnya kelu.

Saat mereka sampai di halte bus, Taehyung menyerahkan payungnya dan berkata,

“Aku harus pergi. Kamu bisa pakai ini.”

Rose menggenggam payung itu erat, menatap punggung Taehyung yang semakin menjauh.

Sejak hari itu, Rose makin yakin akan perasaannya. Tapi bersamaan dengan itu, sebuah rumor mulai menyebar di sekolah…

Taehyung akan pindah sekolah.

Rumor itu menghantam hati Rose seperti badai.

Ia mencari Taehyung ke mana-mana, tapi pria itu seperti lenyap. Bahkan guru-guru pun tak tahu keberadaannya.

Saat ia kembali ke kelas, di atas mejanya ada sebuah amplop. Di dalamnya, sebuah surat bertuliskan:

> “Roseanna,

Maaf karena aku tak sempat berpamitan. Ada banyak hal yang belum bisa aku jelaskan. Tapi percayalah, aku bukan menghindarimu.

Terima kasih sudah membuat tahun terakhirku terasa berbeda.

Taehyung.”

Tangannya gemetar. Ia tahu… perasaannya bukanlah khayalan. Tapi semuanya kini terlambat.

Malam itu, Rose menangis di pelukan kakaknya. Jaeyun tak banyak bicara, hanya memeluk adiknya erat.

“Hidup ini memang kadang kejam, tapi kamu enggak sendirian,” bisik Jaeyun.

Waktu berlalu. Rose lulus dengan nilai cukup baik dan diterima di akademi seni impiannya.

Kim Seon Ho masih sesekali menghubungi, walau tak lagi memaksa. Mingyu menjadi teman akrab yang selalu ada. Tapi sosok Taehyung… tetap hidup dalam lukisan dan kenangan.

Sampai suatu hari, di sebuah galeri seni saat ia memamerkan lukisan terbarunya, seorang pria berdiri di depan lukisan bergambar dirinya di bawah payung.

“Lukisan ini… tentang kita, ya?”

Rose menoleh pelan.

Napasnya tercekat.

“Taehyung…”

Rose berdiri terpaku. Pria di hadapannya masih sama… tatapan tajam namun teduh, rambut sedikit lebih panjang, dan senyum tipis yang dulu sering ia rindukan.

“Taehyung… Kamu… kembali?”

“Sudah cukup aku lari,” jawabnya pelan. “Aku ke luar negeri karena harus menyelesaikan masalah keluarga. Tapi sejak hari itu… aku selalu mengikuti perkembanganmu diam-diam.”

Rose menunduk. “Aku pikir kamu benar-benar ingin menghilang.”

“Aku takut… perasaanku padamu membuatmu kesulitan. Aku bukan orang baik, Rose.”

Sebelum Rose sempat menjawab, seseorang menyela,

“Sepertinya aku datang di waktu yang salah, ya?”

Rose menoleh. Mingyu berdiri di belakangnya, dengan tangan membawa bunga dan senyum yang sulit dibaca.

“Mingyu…” bisik Rose.

Taehyung menatap tajam ke arah pria itu. Aura dingin muncul di antara mereka berdua.

Mingyu melangkah maju, menatap Rose penuh ketegasan.

“Rose, aku enggak bisa pura-pura lagi. Aku tahu kamu masih menyimpan lukisan tentang dia. Tapi selama Taehyung pergi… aku yang selalu ada. Aku jatuh cinta sama kamu.”

Rose membeku. Jantungnya berdetak semakin cepat.

Taehyung mengepalkan tangannya. “Kamu tahu dia punya pilihan, kan?”

“Justru karena itu aku datang. Untuk memastikan… dia memilih karena cinta, bukan kenangan.”

Rose memejamkan mata, menahan air mata.

Dua pria yang pernah menyentuh hidupnya yang satu adalah luka yang belum sembuh, dan satunya lagi adalah pelipur lara yang diam-diam mengisi celah kosong.

Ia membuka matanya, menatap keduanya.

“Aku… butuh waktu,” katanya akhirnya.

Mingyu menunduk pelan, menerima jawaban itu. Taehyung hanya menatapnya diam, penuh harap.

Setelah malam itu, hubungan mereka bertiga tak lagi sama. Setiap pertemuan terasa seperti pertarungan batin.

Rose mulai menyadari… ia mencintai Taehyung, tapi rasa nyaman bersama Mingyu membuatnya ragu.

Sampai suatu malam, saat ia sedang berjalan sendirian, sebuah pesan dari Taehyung masuk:

> "Jika kamu memilih dia, aku akan pergi. Tapi jika masih ada ruang untukku… temui aku di stasiun pukul 10 malam. Aku akan menunggu."

Di saat bersamaan, Mingyu menelpon dan berkata

> “Aku sudah siapkan tiket ke Paris. Aku ingin kita mulai dari awal, Rose. Kamu dan aku.”

Di titik itulah, Rose harus memilih masa lalu yang belum selesai, atau masa depan yang belum pasti.

Rose berdiri di peron. Angin dingin meniup rambutnya saat kereta terakhir hampir tiba. Ia menatap jam di tangannya… detik demi detik terasa seperti palu yang mengetuk jantungnya.

Langkah kaki terdengar. Taehyung muncul dari kejauhan. Ia tersenyum lega saat melihat Rose.

“Kamu datang…”

Tapi sebelum Rose menjawab, suara berat memotong,

“Jangan terlalu cepat bahagia, Taehyung.”

Mingyu muncul tak sendiri. Di belakangnya, seorang perempuan berambut pendek platinum silver berdiri… dan mengejutkan segalanya.

“Aku tahu kamu bingung, Rose,” kata Mingyu pelan. “Tapi ada hal yang belum kamu tahu. Taehyung… selama ini bukan cuma pelukismu. Dia juga… adalah kakakku.”

Rose terbelalak. “Kakak?”

Taehyung terdiam. Raut wajahnya tegang.

Perempuan di belakang Mingyu melangkah maju.

“Nama aku Reina. Dan aku tunangan Taehyung.”

Dunia Rose seolah runtuh.

“Tapi… kamu bilang kamu mencintaiku,” lirih Rose ke Taehyung.

“Aku memang mencintaimu,” Taehyung membalas, suaranya getir. “Tapi pertunangan itu… politik keluarga. Aku tak pernah mencintainya.”

Reina tersenyum miring. “Terlalu terlambat, sayang. Karena aku sedang hamil.”

Deg.

Mingyu menatap Rose dengan sorot pilu. “Aku enggak pengin kamu terluka lebih jauh. Tapi kamu harus tahu kenyataannya.”

Rose mundur perlahan. Dunia yang baru saja mulai terang, kembali menjadi gelap.

Namun… detik berikutnya, ia menarik napas panjang dan menatap mereka satu per satu.

“Kalau memang ini kenyataan… maka aku memilih diriku sendiri.”

Ia berbalik, meninggalkan stasiun, berjalan menjauh dari dua pria yang pernah mengisi hatinya.

Karena pada akhirnya, cinta sejati bukan soal siapa yang paling menyakitkan atau siapa yang paling dulu datang…

Tapi siapa yang tetap tinggal saat semuanya hancur dan kali ini, Rose memilih menjadi orang itu untuk dirinya sendiri.

Rose berdiri di depan sebuah lukisan tua yang usang, diselimuti debu dan disimpan di ruang penyimpanan belakang galeri. Matanya terpaku lukisan itu sama persis dengan mimpi yang selalu menghantui tidurnya.

Sebuah rumah tua di atas tebing, dengan langit berwarna ungu senja dan dua anak kecil berdiri di bawah pohon Higanbana merah menyala.

"Aku… pernah ke tempat ini," bisik Rose. Tapi bagaimana mungkin?

Saat ia menyentuh sisi lukisan, terdengar klik panel rahasia di belakang kanvas terbuka. Di dalamnya, ada sebuah amplop tua, berisi foto usang dan surat dengan tulisan tangan:

> "Untuk Rose Elena,

Jika kau membaca ini, berarti waktunya sudah tiba. Kebenaran tentang siapa dirimu sebenarnya… disembunyikan oleh keluarga kita demi keselamatanmu. Taehyung dan Mingyu mereka tahu sebagian, tapi tak semuanya. Rumah dalam lukisan itu... adalah tempat di mana semuanya dimulai.

Temui wanita bernama Madame Celene di Rue Fontaine, Paris. Dia tahu kebenarannya.

A.M."

Tangannya gemetar. A.M? Inisial itu sama seperti yang tertulis di salah satu lukisan pertama yang diberikan Taehyung padanya… yang katanya dari koleksi warisan.

Rose sadar selama ini Taehyung tahu lebih banyak dari yang ia katakan. Dan sekarang, tak hanya cintanya yang dipertaruhkan, tapi identitasnya sendiri.

Beberapa hari setelah kunjungan ke Madame Celene, Rose merasa dunia di sekitarnya berubah. Bayangan-bayangan mulai mengikuti langkahnya. Pesan-pesan anonim muncul di studio fotografinya. Dan malam itu, semuanya memuncak.

Saat Rose datang ke galeri tempat lukisan ayahnya akan dipamerkan, ia menemukan Mingyu terkapar di lantai, berlumuran darah, tangannya memegang kamera yang pecah.

> “Mereka… tahu tentang kunci terakhir,” gumamnya dengan nafas terputus-putus.

Dan saat itu, Taehyung masuk dengan wajah pucat, darah segar di lengan jasnya.

> “Aku datang terlalu terlambat.”

> “Siapa yang membunuh Mingyu?” tanya Rose, matanya penuh air mata dan rasa tidak percaya.

Taehyung menunduk, lalu menarik napas panjang.

> “Mingyu… bukan korban. Dia pengkhianat. Dia dibunuh oleh kelompok yang pernah ia bantu… saat ia mencoba melindungimu.”

Rose terdiam. Patah. Sekaligus hancur. Lelaki yang dulu ia cintai dan yang kembali hadir di hidupnya meninggal dalam keadaan tak jelas pahlawan, atau pengkhianat.

Beberapa bulan kemudian, Rose berdiri di atas tebing Normandie, membawa liontin warisan yang akhirnya ia buka. Di dalamnya: potongan kode terakhir dan foto lama… memperlihatkan ayahnya, Madame Celene, dan… ayah Taehyung.

> Semuanya terhubung sejak awal.

Rose kembali ke Paris, menyerahkan kode lengkap pada jurnalis independen, yang mempublikasikan konspirasi elite dunia termasuk nama-nama yang selama ini dianggap suci.

Revolusi senyap dimulai.

Di akhir cerita, Rose duduk di bangku taman lukisan ayahnya dulu, kini sudah direstorasi.

Taehyung datang, dengan luka yang masih membekas bukan di tubuh, tapi di hati.

> “Aku tak akan memintamu memilih,” katanya.

Rose tersenyum sedih.

> “Aku tak bisa memilih seseorang yang hidup dalam bayang-bayang… Tapi aku bisa memilih untuk hidup.”

Ia berjalan pergi, meninggalkan kenangan, cinta, dan pengkhianatan membawa satu pesan berkata

> Cinta kadang bukan tentang siapa yang tinggal… tapi tentang siapa yang melepaskan dengan tulus.

TAMAT.

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download MangaToon APP on App Store and Google Play