Takka tidak pernah tahu, sosok transparan itu dulunya semasa hidup adalah seorang petualang level tinggi yang pernah membuat Daratan Alfunni diselimuti dengan kegelapan. Bisa dibilang ia adalah salah satu Savant yang namanya tak akan pernah tertulis dalam buku-buku sejarah. Salah satu Dark Savant yang tidak akan dibicarakan apapun tentangnya meski hanya sekedar nama. Tapi ketika ia memperkenalkan diri untuk pertama kalinya kepada Takka, ia menyebut dirinya sebagai “Hamuave”.
Satu tahun belakangan ini, ia dengan senang hati mengajarkan teknik-teknik dan skill pasif miliknya kepada Takka. Bisa dibilang dia adalah guru Takka. Walau mereka berdua tak mengakuinya sama sekali. Biar pun skill-skill yang diajarkan adalah teknik tingkat rendah dan tak berharga baginya, untuk petarung di desa tingkat ketiga, ajaran Hamuave itu seperti isyarat langit.
Ia mengajarkan Takka tentang footwork dan gaya bertarung acak yang mengandalkan intuisi, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan gaya bertarung keluarga Badda. Namun Takka tak pernah menyangkal ajaran sosok transparan ini. Ia memang masih petarung level 3 tapi kecakapan dan ketajaman pikirannya jauh melampaui pemuda rata-rata. Ia tahu gaya bertarung ini sangat fleksibel, mengalir seperti air, dan selalu bisa mengubah jalannya pertarungan jarak dekat.
Takka berpikir, jika ia menggunakan footwork dan style acak seperti ini, akan banyak kesempatan baginya untuk menghindari serangan musuh dan counter-attack akan menjadi lebih mudah dilancarkan. Di pertarungan jarak dekat dengan tingkat dodge dan counter-attack yang tinggi, menggunakan senjata yang lebih pendek dari musuh tak akan menjadi masalah. Simpelnya, bisa dibilang memanfaatkan celah kekuatan musuh untuk membuka potensi serangan. Ini adalah gaya bertarung yang cocok untuknya karena ia terlalu malas mengayunkan pedang berat yang sudah menjadi tradisi keluarganya.
“Bocah ini, gerakan kakinya terlihat simpel, tapi jelas hanya Savant level tinggi yang paham bahwa ia sangat berbahaya! Pemahamannya sangat tajam hingga terlihat seperti pemuda yang berbakat. Apa dia mempelajari konsep ‘Rain Pouring Style’ selama ini?” ujar Hamuave dalam hati ketika melihat punggung Takka yang berjalan kembali menuruni bukit.
“Walaupun saat ini skill pasif tingkat rendah untuknya, tetap saja ‘Rain Pouring Style’ tergolong skill pasif unik dengan tingkat kesulitan tinggi untuk dipelajari seorang remaja. Tapi tidak ada yang tahu bahwa skillnya sudah setara level 5 untuk skill itu bulan lalu, barangkali bulan depan bakal naik ke level 6. Semua orang hanya tahu Takka cuma petarung kelas teri.”
“Ck, ck, rupanya ini anak yang disebut jenius di antara jenius oleh Teark. Terlebih, aura tingkat tinggi yang keluar dari tubuhnya, hmm, orang-orang sampah di desa ini tidak cukup kuat untuk dapat mengenali aura mengerikan itu. Minimal hanya Savant level 70 yang mampu. Barangkali... tingkat perkembangan pedangnya yang lambat itu adalah harga yang harus dibayar untuk bakat tingkat dewa seperti ini.”
“Ah. Kalau saja perkembangan bocah ini seperti rata-rata anak petarung pada umumnya, dia pasti membuat semua orang di generasinya menunduk! Heh! Aku ingin melihat apa dia bisa menembus skill ‘Rain Pouring Style’ ke level 10.”
“Kalau dia bisa melewatinya, akan ada kesempatannya untuk melewatiku ke level 30 terus sampai titik revolusi ke ‘Lake Snake Pouring Style’ yang legendaris itu. Hmmm.”
Sosok itu mengelus-elus jenggot panjangnya dengan senyuman lebar terpampang jelas di wajahnya seperti orang bodoh. Matanya bersinar. Pandangannya masih tak lepas dari Takka yang berjalan menjauh.
“Kelak saat perkembanganmu sudah cukup, hehehe, bocah... kau akan siap menjadi wadahku. Hehehe. Dengan bakat jenius dan aura haus darah seperti itu, kekuatanku akan lebih hebat dibandingkan saat aku masih hidup dulu. Hahaha...”
***
“Kenapa kau tak bisa merasakannya? Aku masih menunggu...”
Suara serak seorang tua misterius terkadang terngiang di kepalanya ketika ia memejamkan mata. Takka selalu memperhatikan kata-kata orang tua yang berlalu di kepalanya walau pun yang ia dengar tak masuk akal sama sekali.
“Aku masih menunggu... sungai dan gunung masih menunggu... langit dan surga masih menunggu...”
“Lautan diam menunggu... awan pun diam menunggu...”
Sejak ia kecil, Takka tahu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Awalnya suara itu membuatnya takut dan menghantui mimpinya.
Lambat laun ia mengerti ada sesuatu di dalam dirinya yang selalu ingin berbicara dengannya. Menuntunnya? Atau sekedar mengganggu hidupnya? Walau suara itu terdengar putus asa mengeluh tanpa henti, terkadang orang tua itu berbicara tentang suatu petunjuk khusus pada Takka.
Bertahun-tahun mendengarkan suara itu membuatnya mengerti satu atau dua hal aneh yang selalu menemaninya. Tapi hari ini ia tak mendapatkan apa yang ingin ia dengar. Ia hanya mendesah dalam hati, lalu membuka pelan matanya.
“Dik Takka, sudah selesai melamunnya?”
Sebuah suara lembut menyapanya saat ia terbangun ke dunia nyata. Takka melihat tubuhnya yang kurus dan wajahnya yang tampan seperti anak kecil terpantul di cermin di hadapannya. Ia sedang duduk di sebuah kursi kayu dengan ornamen tanduk lambang keluarga Badda, dan seorang wanita muda tiga tahun lebih tua darinya sedang menyisir rambutnya yang sudah diberi minyak.
“Hihi, Dik Takka sudah besar sekarang. Sebentar lagi akan menikah akhirnya. Jadi ikut deg-degan. Hihihi.”
Takka diam mendengar godaan itu, mimik mukanya bahkan tak berubah. Ia memang biasa terlihat dingin tapi hubungannya dengan Badda Hana, kakak sepupunya cukup dekat semenjak mereka kecil.
Sekarang pemuda ini hampir menjadi dewasa. Hari ini ia akan bertemu dengan calon istrinya untuk pertama kali.
Semua orang di Desa Mukkatil tahu gadis yang dijanjikan kepada Takka adalah mutiara terbaik di desa tetangga. Dan tanggal pernikahan sudah lama ditetapkan, saat pemuda itu, secara tradisi, resmi menjadi pria dewasa saat berumur enam belas tahun. Hana tak henti-hentinya tersenyum sendiri sejak kemarin karena terlampau bahagia.
“Jadi, sebentar lagi aku akan menikah?”, Takka berpura bertanya dalam hati ketika sadar waktu cepat berlalu sejak ia tahu bahwa suatu hari ia akan dinikahkan dengan seorang gadis dari keluarga Halim. Ia mendengar banyak hal bagus tentang gadis itu. Dan ia mendengar pula banyak pemuda yang iri bukan main kepadanya.
Semua orang mengatakan Takka adalah orang yang beruntung. Padahal dalam hatinya, tidak dipikirkannya sama sekali tentang kehidupan keluarga dan cinta. Ia adalah tipe orang yang terlalu malas dengan segala romantisme dua sejoli atau apapun namanya. Jika ia lahir di keluarga biasa dan status biasa di desa itu, kemungkinan ia akan hidup seorang diri sampai tua nanti.
Atau jikapun menikah, ia akan memilih menikahi buku-buku sejarah yang tak pernah habis ia kencani. Tetapi kemudian kegugupan lugu yang membuatnya tak nyaman sejak tadi kini berubah menjadi perasaan tak enak yang membuat merinding ketika mendengar suara Hamueva memperingatinya tentang suatu hal.
“Aku mendengar satu dua hal gosip tentang gadismumu barusan. Bocah, hati-hati. Barangkali nanti ada orang yang cari masalah.”
Sekilas Takka memandangi sosok tranparan yang mengambang itu sebelum ia pergi menembus dinding. Dahi pemuda itu mengerut. Ada sesuatu yang salah? Awalnya ia tidak begitu peduli dengan sedikit masalah tentang hal-hal sepele seperti ini.
Jika memang benar ada orang yang mencari masalah dengannya, maka ia tak pernah menghiraukannya. Satu dua jam kemudian ia sudah lupa kalau ada orang yang mengganggunya. Tapi kini, ia melihat wajah sepupunya yang berseri-seri. Perasaannya semakin menjadi tak nyaman.
Ada yang salah? Siapa yang berani membuat masalah di acara sakral seperti ini? Terlebih, di kediaman keluarga Badda yang sangat disegani seluruh penjuru desa. Apa yang akan terjadi?
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 9 Episodes
Comments