"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 10: Bagaimana selanjutnya?
Suasana pagi yang sejuk, diiringi suara gerimis yang beradu dengan genteng rumah. Suasana yang harusnya kalem, menenangkan dan menyamankan jiwa. Berbeda jauh dengan Selena. Pagi ini sekitar pukul setengah enam pagi, ia sudah rapi. Mengenakan setelah kemeja selutut warna abu-abu dengan rambut yang dikuncir rapi. Penampilan nya hari ini seolah-olah ia sudah siap untuk menjalani hari nya yang berat ini. Meskipun tubuh nya sedikit gemetar karena masih belum pulih dari sakitnya.
"Selena, ayo kamu bisa. Hari ini pasti akan jadi hari yang panjang. Semoga Tuhan menguatkan mu untuk melewati hari ini," gumamnya pelan.
Tak lama setelah ia bergumam untuk menyemangati dirinya sendiri. Dering ponsel membuyarkan semuanya.
"Aduh, dari kantor kah ini. Mati aku kalau nggak segera ku jawab," gerutunya sambil dengan tergesa-gesa ia mengambil ponselnya yang dibuang sembarang di kasur.
"Halo selamat pagi pak, saya sudah siap untuk klarifika....."
"Selena, berangkat sama siapa kamu?"
Selena terdiam sejenak dan baru menyadari bahwa itu adalah Bhima.
"Dapat nomorku darimana?"
"Nggak usah tau dapat nomormu darimana. Berangkat sama siapa nanti?" Tegas Bhima.
"Berangkat sama Rani. Udah nggak usah sok peduli. Pikirkan saja trading mu itu," ketus Selena. Lalu ia memutus panggilan secara sepihak.
"Harus dengan cara apa lagi aku meminta maaf denganmu, Selena?"
Bhima yang sudah pasrah pun akhirnya ia pergi ke kantornya dan menyiapkan dirinya untuk kejadian apa yang akan menimpanya nanti.
*****
Dua puluh menit perjalanan ditempuh dengan menggunakan mobil Rani. Diperjalanan, Rani terus meyakinkan Selena bahwa semua akan baik-baik saja.
Sesampainya di kantor, suasana kantor nampak seperti biasa sibuk dengan kegiatan masing-masing. Namun, hawa yang dirasakan Selena sangat berbeda. Semua tatapan seolah-olah mengarah ke dia. Beberapa orang yang duduk di meja editorial sejenak menoleh kearahnya dan kemudian kembali sibuk seolah tak terjadi apa-apa.
Melihat perlakuan dari rekan kerjanya yang kurang baik, Selena tetap melangkahkan kakinya ke ruangan untuk mulai menyusun klarifikasi terkait tuduhan plagiarisme yang sebenarnya tidak dilakukannya.
"Selena, kamu sudah lebih baik?" Tanya Raisa dengan muka datar tanpa senyum.
"Lumayan, kenapa Raisa?" Tanya Selena sopan.
"Kamu sudah membuat klarifikasi tertulis seperti yang ada di email itu?"
"Aku bisa meminta waktu sampai sore?"
"Nggak papa. Asal jangan sampai malam." Tegasnya. Pada dasarnya itu terdengar sopan, namun sangat menekan.
Selena sedikit bergidik ngeri dan hanya mengangguk mengiyakan permintaan Raisa.
"Kalau sampai benar ketahuan plagiat, nanti bisa-bisa diblacklist dari kantor ini."
"Iya benar. Tapi syukurlah. Nanti saingan kita jadi berkurang," timpal rekan yang lain.
Selena berusaha menebalkan telinganya supaya kalimat-kalimat jahat itu tidak masuk ke perasaan nya. Sembari membuat pernyataan klarifikasi, ponsel disebelahnya bergetar.
"Aku udah ngumpulin beberapa bukti yang menyeret Arvin atas berita bohong yang melibatkan diriku juga. Aku bakal kasih ke kamu kalau kamu mau."
Pesan tersebut terpampang dan Selena mengacuhkan pesan yang dikirimkan Bhima kepadanya. Ia pun melanjutkan mengetikkan kalimat di komputer kantornya. Namun, selang beberapa detik kemudian Bu Prita memanggilnya ke ruangan rapat.
"Selena, bisa ke ruang rapat sebentar?"
Selena mengiyakan dan di ruang rapat itu pertemuan tak berlangsung lama. Para petinggi divisi tidak serta-merta menuduhnya. Melainkan, ada kalimat yang diperhalus supaya tidak menyinggung perasaannya.
"Untuk kebaikan bersama, kami mohon kelapangan hatimu untuk membuat klarifikasi dan jangan membuat perusahaan Sagara Pustaka terkena imbasnya ya Selena," tekan Bu Prita.
Selena hanya mengangguk dan ia dipersilahkan untuk keluar meninggalkan ruang rapat.
"Setauku, kemarin aku kerja nggak gini-gini amat dah. Kenapa semuanya jadi runyam gini. Seolah-olah aku yang salah. Astaga. Ayah, ini aku harus kemana? Nyusul boleh nggak?"
Ia berusaha berjalan dengan normal untuk kembali ke tempat kerjanya untuk melanjutkan membuat klarifikasi.
"Tuhan, beri aku waktu untuk tenang. Semoga setelah aku klarifikasi, hari-hari ku kembali seperti dulu lagi. Indah dan tenang.
*****