Arjuna dikenal sebagai sosok yang dingin dan datar, hampir seperti seseorang yang alergi terhadap wanita. la jarang tersenyum, jarang berbicara, dan selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis di sekitarnya. Namun, saat bertemu dengan Anna, gadis periang yang penuh canda tawa, sikap Arjuna berubah secara drastis.
Kehangatan dan keceriaan Anna seolah mencairkan es dalam hatinya yang selama ini tertutup rapat. Tak disangka, di balik pertemuan mereka yang tampak kebetulan itu, ternyata kedua orangtua mereka telah mengatur perjodohan sejak lama. Perjalanan mereka pun dimulai, dipenuhi oleh kejutan, tawa, dan konflik yang menguji ikatan yang baru saja mulai tumbuh itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ivan witami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 Kerja Sama
Selamat siang, Pak Reza,” sapa Juna sambil bersalaman dan tangan satunya terus menggenggam tangan Anna.
Anna yang bersembunyi di balik punggung Juna begitu was-was melihat papanya sendiri. “Mampus aku, mati, mati,” batin Anna cemas.
“Selamat siang. Maaf, saya sedikit terlambat,” jawab Pak Reza dengan nada tenang namun penuh arti.
“Ah… tidak apa-apa, Pak Reza, kami memaklumi jalanan sedang macet,” sambung Pak Hamdan dengan senyum lebar mencoba mencairkan suasana yang mulai tegang.
Namun, mata Pak Reza yang tajam tak melepaskan pandangan dari Anna. “Itu di belakang kamu siapa?” tanya Pak Reza pura-pura tidak mengenali putrinya sendiri, meski sebenarnya dia tahu betul siapa Anna.
“Oh, itu Anna, Pak. Desainer baru kami. Hasil karyanya bagus dan kekinian. Juna sendiri yang langsung memantaunya,” sambung Pak Hamdan karena tahu putranya itu pasti tidak akan menjawab.
Anna, dalam diamnya, menguatkan diri lalu sesekali melirik ke arah Pak Reza, mencoba tersenyum dengan sopan meskipun hatinya bergejolak. Ia pun mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. “Halo, Pak Reza. Senang bertemu dengan Anda.”
Pak Reza tersenyum hangat. “Halo, saya juga senang bertemu kamu setiap hari.” Kata-kata ini pterdengar seperti guyonan, tapi ada sesuatu yang mengusik dibalik tawa mereka.
Juna diam, matanya tidak lepas dari interaksi itu, penuh kecemburuan. Ia salah paham, mengira Pak Reza memang mengincar Anna.
“Pak Reza bisa saja,” jawab Anna mengimbangi guyonan papanya.
Juna sepertinya tidak senang dengan interaksi Anna dan Pak Reza. Ia seperti cemburu Anna bercanda dengan pria lain, walau pria itu cukup berumur dan cocok menjadi orang tuanya. “Oh iya, Pak. Ini proposal perusahaan kami. Proposal ini dibuat oleh Anna,” ucap Pak Hamdan sambil menyerahkan berkas tebal itu ke tangan Pak Reza.
Pak Reza melirik berkas itu sekilas, tersenyum tipis sambil menatap putrinya yang duduk di seberang meja. Anna tampak sedikit gugup, pikirnya masih berusaha menahan napas. Ia tidak menyadari bahwa proposal itu adalah untuk perusahaan papanya sendiri.
“Terima kasih, Pak Hamdan,” jawab Pak Reza, membuka halaman pertama proposal tersebut dengan penuh perhatian. Suasana ruangan yang ada di sebuah restoran, yang berada di lantai atas itu terasa tegang. Lampu kristal berkilauan menambahkan kesan elegan pada ruangan, sementara jendela besar memperlihatkan pemandangan kota Jakarta yang sibuk dengan kendaraan lalu-lalang.
Pak Reza menggeleng samar, lalu melempar berkas itu di atas meja dengan suara yang agak keras. “Sepertinya saya belum bisa kerja sama dengan Anda, Pak Hamdan,” ujar Pak Reza dengan nada bercanda, tapi penuh makna.
Anna terkejut, lalu dengan cepat menarik lengan Juna yang duduk di sebelahnya agar ia leluasa bernegosiasi dengan pak Reza. “Pak, saya semalaman membuat proposal ini, masa tidak bisa diterima, Pak? Saya janji akan memberikan yang terbaik untuk kerjasama kedua perusahaan ini. Saya juga sudah bicara sama Pak Juna dan Pak Hamdan mengenai koleksi tahun depan, saya sudah membuat desain terbaru yang saya yakin nanti pasti akan tembus pasar nasional bahkan internasional seperti perusahaan Pak Reza sebelumnya,” ujarnya dengan penuh semangat.
Juna hanya diam, wajahnya menunjukkan keraguan dan sedikit cemburu, tapi Pak Hamdan dan Pak Reza justru menahan tawa. Pak Hamdan paham betul bahwa Pak Reza sedang menguji kemampuan kerja putrinya.
Pak Reza menatap Anna dari atas sampai bawah. Ia tahu, fashion putrinya memang berbeda dari yang lain. Anna jarang membeli pakaian dari toko biasa, ia lebih suka mendesain sendiri atau memadu padankan pakaian dengan gaya klasik dan modern sekaligus.
“Anna, kamu yakin ini semua hanya semalam dikerjakan?” tanya Pak Reza sambil mengangkat alisnya.
Anna mengangguk. “Iya, Pak. Saya ingin mengejutkan Bapak dan semua orang.”
Pak Hamdan tersenyum sambil melirik Pak Reza. “Saya pikir Anna punya potensi besar, Pak. Proposal ini memang ada beberapa hal yang mungkin perlu diperbaiki, tapi ini langkah awal yang bagus.”
Pak Reza menarik napas panjang, “Kalau begitu, bagaimana kalau kita lihat dulu desain-desain yang sudah Anna buat?”
Anna langsung mengambil map desain yang ada di tasnya, lalu membuka satu per satu desain baju dan sketsa modern yang penuh inovasi dengan sentuhan etnik khas Indonesia yang dikombinasikan dengan tren dunia.
“Lihat ini, Pak,” kata Anna sambil menunjuk sketsa gaun yang memadukan batik tulis dengan bahan metallic, “Ini koleksi untuk parade fashion internasional tahun depan di Paris.”
Pak Reza memperhatikan dengan seksama. Garis-garis desain terlihat jelas memperlihatkan keahlian dan kreativitas Anna. “Desainnya menarik, Anna. Tapi kamu harus ingat, merancang itu satu hal, tapi bagaimana menggerakkan pasar dan produksi massal adalah hal lain.” pak Reza menambahkan dengan serius.
Anna mengangguk, “Saya mengerti, Pak. Karena itu saya sudah bicara dengan Pak Juna dan Pak Hamdan untuk urusan produksi dan pemasaran. Saya sendiri akan membantu pemilihan market dan branding.”
Pak Reza tersenyum dan berkata, “Kalau begitu mari kita coba jalankan kerjasama ini sebagai proyek kecil dulu. Saya akan berikan waktu tiga bulan untuk membuktikan kemampuanmu.”
Pak Hamdan dan Juna saling pandang. “Itu kesempatan besar, Anna. Aku yakin kamu bisa,” ucap Pak Hamdan.
Anna mengangguk penuh semangat. “Terima kasih banyak, Pak Reza. Saya tidak akan mengecewakan Bapak dan tidak akan mengecewakan pak Hamdan serta pak Juna. Juga kedua perusahaan.” Anna tersenyum puas lalu melihat Juna yang masih diam mengamati Anna.
Juna terkejut tidak percaya dengan apa yang ia lihat pada diri Anna. Wanita yang ceroboh,suka bercanda bisa begitu matang membicarakan tentang bisnis dan meyakinkan calon partners kerja.
“Kamu dan kita semua pasti bisa,” ucap Juna meraih tangan Anna.
Anna mengangguk.“ Heeum.”
Pak Reza tersenyum melihat putrinya yang semakin hari semakin menunjukkan perubahan kedewasaan dan sikap tanggung jawab. Ia mengabulkan permintaan putrinya untuk menjadi dirinya sendiri dan kerja di perusahaan lain agar bisa berkembang dengan usahanya sendiri. Tentunya ia akan terus membimbing dan mengarahkan putri bungsunya itu.
“Ya sudah kalau begitu, mari makan dulu. Anna Ayo makan, jangan sampai kamu kelaparan. Nanti gak bisa gambar desain terbaru,” canda pak Hamdan membuat tawa kecil di ruangan tersebut.
“Pak Reza, Papa. Saya mau bicara sebentar dengan Anna, boleh?” tanya Juna ingin bicara sesuatu pada Anna tentang kerja sama dengan perusahaan pak Reza.
“Ouh, silahkan. Saya dan papamu, menunggu disini sambil makan,” ucap pak Reza diiringi tawa begitu juga pak Hamdan.
“Anna, ikut aku sebentar.” Juna menarik tangan Anna.
“Eh… tunggu. Makan dulu Juna, aku juga lapar,” rengek Anna sambil berdiri karena Juna menariknya pelan.
“Sebenar, Anna.”
Anna meraih gelas berisikan jus lalu mengikuti langkah Juna. Ia membawa satu gelas kesukaannya itu, dan itu sukses membuat tawa pak Hamdan dan pak Reza.
“Maafkan putri saya, pak Hamdan kalau tidak sopan,” ucap pak Reza saat Anna dan Juna menjauh.
“Tidak apa-apa, Pak. Hanya minuman saja kok. Oh iya, bagaimana kalau mereka diberi tahu saja kalau mereka sebenarnya kita jodohkan,” ucap pak Hamdan.
“Jangan, biarkan mereka seperti itu. Biarkan mereka mempunyai ikatan sendiri. Yah, tugas kita hanya goyangkan sedikit saja untuk menguji hubungan mereka. Mengerti maksud saya kan?” pak Reza tertawa dan sepertinya pak Hamdan ikut tertawa seperti mengerti maksud pak Reza.