Amor Tenebris (Cinta yang lahir dari kegelapan)
“Di balik bayangan, ada rasa yang tidak bisa ditolak.”
...
New Book, On Going!
No Plagiat❌
All Rights Reserved August 2025, Eisa Luthfi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eisa Luthfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...
Bab 9 – Jejak Gelap dan Energi yang Tumbuh
Malam itu, kastil Valecrest sunyi, hanya ditemani angin yang menderu melewati menara tinggi dan pepohonan gelap di halaman. Lyra duduk di ruang latihan, tangannya menelusuri simbol rune yang telah digambar Theron di lantai. Cahaya lilin memantul di matanya, menciptakan kilau perak yang membuatnya terlihat hampir seperti bagian dari dunia malam ini.
Theron berdiri di dekatnya, tubuhnya tegap, jubah hitamnya menyapu lantai. Matanya menatap Lyra dengan intensitas yang sulit dijelaskan—campuran proteksi, kekaguman, dan sedikit ketakutan. “Kau harus belajar mengontrol energi itu,” katanya pelan. “Semakin kau bisa mengendalikannya, semakin sedikit risiko yang kita hadapi dari orang lain… atau dari bayangan itu.”
Lyra menelan ludah, menatap tangannya yang bergetar ringan. “Aku… aku takut. Bagaimana kalau aku tidak bisa mengendalikannya?”
Theron mencondongkan tubuh, jarak mereka hanya sejengkal. Suara lembutnya menyentuh telinga Lyra: “Jika kau berusaha dan tetap bersamaku, aku yakin kau bisa. Kau lebih kuat daripada yang kau kira. Dan aku… aku akan selalu ada di sisimu.”
Kata-kata itu membuat dada Lyra terasa hangat sekaligus berat. Ia menutup mata sejenak, merasakan detak jantungnya yang perlahan menyesuaikan diri dengan energi rune. Perlahan, cahaya lembut mulai memancar dari dalam tubuhnya, berdenyut selaras dengan napasnya sendiri.
Tiba-tiba, suara langkah terdengar di ambang pintu. Lucian masuk, matanya menatap Lyra dengan serius—tidak ada senyum nakal atau candaan ringan yang biasanya melekat pada dirinya. “Aku ingin melihat sendiri,” katanya, menyudutkan Lyra dengan tatapan emas yang tajam. “Cahaya itu… kau bisa mengendalikannya lebih baik dari yang aku kira.”
Lyra mengangguk pelan. “Aku masih belajar. Tapi aku ingin mengerti… apa yang terjadi kemarin, dan siapa sosok itu—bermahkota hitam.”
Lucian melangkah lebih dekat, menatap simbol rune di lantai. “Energi itu… berbeda dari energi Valecrest. Biasanya, rune merespons darah vampir atau mate yang sudah dikenal. Tapi kau… kau membawa sesuatu yang asing. Sesuatu yang bahkan aku belum pernah lihat sebelumnya.”
Theron menatap keduanya, alis berkerut. “Lucian, kau tidak boleh terlalu terbuka pada Lyra tentang ini. Dia masih manusia, dan kita tidak ingin membebani atau menakutinya lebih dari yang seharusnya.”
Lucian tersenyum tipis, tapi matanya tetap serius. “Aku hanya ingin memahami. Jika manusia ini akan menjadi bagian dari keluarga kita… aku harus tahu.”
Dari balkon atas, Eveline mengawasi. Matanya dingin, menilai setiap gerakan Lyra, seolah ingin mencari kelemahan tersembunyi. “Kau pikir kau aman?” gumamnya lirih, menatap Lyra. “Kau manusia, dan kau mengira bisa bermain dengan energi yang bahkan kami, Valecrest, baru bisa kendalikan setelah ratusan tahun?”
Namun Eveline juga merasakan hal yang aneh: ada cahaya lembut yang muncul dari Lyra saat ia memusatkan energi. Sebuah kekuatan yang berbeda, bahkan mungkin lebih murni daripada yang dimiliki banyak vampir muda di kastil ini. Eveline menelan ludah. “Mungkin dia bukan kelemahan… tapi ancaman, atau peluang. Waktu yang akan membuktikan.”
Theron lalu membawa Lyra ke ruang lain, jauh dari mata Eveline dan Lucian. “Kau harus belajar mengontrol energi itu dalam situasi nyata, bukan hanya dalam lingkaran rune,” katanya. “Aku akan membimbingmu, tapi kau harus berani menantang batasmu sendiri.”
Lyra mengangguk, napasnya masih berat. Ia menatap simbol rune di lantai, menarik napas dalam, lalu memusatkan pikiran. Energi itu mengalir melalui tangannya, menembus lantai, membentuk pola-pola bercahaya yang bergerak dinamis. Ia merasakan tubuhnya hangat, namun setiap denyut energi menuntut konsentrasi penuh.
Theron berdiri di sampingnya, memperhatikan setiap gerakan, sesekali menyentuh bahunya untuk menyesuaikan posisi. “Lebih cepat, tapi tetap lembut. Jangan memaksa tubuhmu. Kau harus seirama dengan energi itu, bukan menaklukannya.”
Lyra menelan ludah, fokus pada napasnya, dan perlahan cahaya itu mulai stabil. Ia bisa merasakan kekuatan itu mengalir di dirinya, seolah energi tersebut mulai mengenalnya, bukan sebagai ancaman, tapi sebagai rumah.
...
Setelah latihan, Theron dan Lyra memutuskan untuk meninjau jejak energi di ruang bawah tanah yang terbakar. Cahaya lilin menari di dinding bata, bayangan bergerak seperti hidup.
“Lihat sini,” Theron menunjuk garis rune yang pecah di dinding. “Energi ini… berbeda dari energi Valecrest. Ini bukan kesalahan atau kecelakaan. Ada niat di baliknya.”
Lyra mencondongkan tubuh, matanya meneliti pola itu. “Sepertinya… ada simbol tersembunyi. Seperti… kode.”
Theron menatapnya kagum. “Kau benar. Itu simbol kuno, sesuatu yang bahkan Lucian dan Eveline belum pernah temukan dalam arsip keluarga. Sosok bermahkota hitam ini meninggalkan jejaknya, seolah… menantang kita untuk menemukannya.”
Lucian muncul dari bayangan, matanya bersinar penuh penasaran. “Jika ini benar… manusia ini tidak hanya bertahan dari lingkaran rune dan api… dia bisa menanggapi jejak energi kuno yang bahkan kita sendiri tidak kenal. Kau, Lyra, mungkin kunci untuk mengungkap misteri ini.”
Lyra menelan ludah, detak jantungnya meningkat. Ia merasa beban baru turun di pundaknya, tapi juga ada rasa bangga dan penasaran yang membakar. “Kalau begitu… kita harus menemukannya. Sosok bermahkota hitam ini.”
Theron menatapnya lama. “Kita akan melakukannya bersama. Kau bukan manusia biasa lagi, Lyra. Kau bagian dari dunia ini sekarang. Dan aku akan melindungi mu, sampai akhir.”
Setelah investigasi, Theron membawa Lyra ke balkon menara tinggi. Angin malam menerpa, rambut mereka berterbangan. Lampu kastil memantul di mata mereka, membuat suasana semakin intim.
“Kau takut?” tanya Theron pelan.
Lyra menggeleng, tapi suara napasnya masih berat. “Tidak… bukan takut. Aku… penasaran. Aku ingin mengerti. Tapi… aku juga takut kalau aku tidak cukup kuat.”
Theron mencondongkan tubuh, jarak mereka dekat tapi tetap sopan. “Kau cukup kuat. Kau hanya perlu belajar mengenali dirimu sendiri. Jangan lari dari energi itu, Lyra. Hadapilah. Dan aku akan ada di sini, di setiap langkahmu.”
Lyra menatap matanya, merasakan campuran keamanan dan ketertarikan yang membuat hatinya berdebar. “Aku… aku akan berusaha. Demi kita.”
Theron tersenyum tipis, menaruh tangan di pipi Lyra. “Demi kita,” ulangnya, suara berat dan hangat. Jemarinya lembut, seolah membimbing Lyra menatap dunia yang baru terbuka di depannya.
Namun jauh di bayangan hutan, sosok bermahkota hitam tetap mengintai, mata merahnya menyala samar, menunggu waktu yang tepat untuk membuat langkah berikutnya.
Dunia Valecrest semakin gelap, misterius, dan memikat, dan Lyra kini telah menjadi bagian dari pusaran kekuatan itu.