NovelToon NovelToon
Miracle Of Love

Miracle Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:437
Nilai: 5
Nama Author: Yulynn

Cerita tentang Dewa dan Dewi Cinta yang awalnya saling mencintai. Mereka bertugas di alam manusia untuk menolong dan meringankan penduduk di bawah bukit cinta. Tetapi semuanya musna ketika Dewi Cinta jatuh cinta kepada manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulynn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10

"Nggak nyangka makan lo banyak juga, ya?" ejek Brandon setelah melihat isi piring Carissa.

"Terserah aku," ujarnya cuek lalu mengambil tempat duduk di teras menghadap ke pemandangan sawah dan gunung.

Brandon mengikuti dan duduk di sebelah Carissa. "Kita seperti lagi honeymoon," kata Brandon yang tidak digubris oleh Carissa yang sudah mulai menyantap makanannya.

Brandon mengambil kamera dan memotret piringnya yang berisi nasi dan lauk-lauk yang sengaja disusun rapi antara awan, pemandangan, dan Carissa. Tak sampai semenit, Carissa menyadari dirinya sedang di-candid oleh Brandon. "Stop!" serunya marah.

"Nggak apa-apa, lo cantik waktu lagi makan," tawa Brandon. "Apalagi dengan pipi gembung gitu."

"Kesini kameramu!" perintah Carissa, Brandon menggeleng sambil memeluk kameranya.

"Cepat! Atau ku rebut paksa lalu ku lempar ke bawah," ancam Carissa.

"Oh no no no..." Brandon pasrah dan melepaskan tali selempangan dari lehernya lalu diserahkan dengan hati-hati kepada Carissa.

"Gimana caranya?" Carissa membolak-balik kamera dengan bingung.

"Sini... Sini... Kuajari. Please, gentle. Ini mahal banget soalnya," Brandon menarik tempat duduknya mendekati Carissa. "Tekan ini untuk melihat hasilnya, lalu ini untuk digeser ke kiri kanan."

"Ini semua kamu yang potret?" tanya Carissa takjub.

"Tentu saja. Kenapa? Jelek?"

"Justru bagus. Kecuali fotoku," katanya cemberut.

"Nanti kamu bergaya, terus aku foto, ya," Brandon tersenyum sipu karena dia sadar bahu mereka bersentuhan. Detik berikutnya, telinganya menjadi merah dan panas karena Carissa mendadak menoleh padanya. Wajah mereka dekat sekali sampai-sampai kulit wajah Brandon bisa merasakan suhu dari wajah Carissa.

"Foto yang benar, ya. Awas kalau hasilnya jelek," ancam Carissa.

"I..I..Iya," Brandon tergagap.

Carissa mengembalikan kameranya ke Brandon yang masih terpaku. Carissa bingung melihat tingkah Brandon yang mematung.

"Itu."

"A.. Apa?" tanya Brandon tersadar dari lamunannya.

"Cuminya nggak dimakan?" Carissa menunjuk sate cumi dari piring Brandon.

"Lo mau? Buat lo aja," Brandon meletakkan dua tusuk sate cuminya ke piring Carissa.

"Satu aja cukup," Carissa hendak menolak.

"Gue nggak suka cumi. Untuk lo aja," Brandon bersikeras.

"Terus, ngapain diambil?" tanyanya tidak percaya.

"Untuk difoto aja," Brandon tertawa renyah.

"Kok bisa ada orang nggak suka cumi?" Ujarnya sambil mengunyah cumi yang diambil dari piring Brandon.

"Mulai sekarang, gue nggak akan suka makanan yang lo suka," ucap Brandon.

"Kenapa begitu?" tanya Carissa polos.

"Biar lo bisa makan bagian gue," katanya tulus. "Seperti sekarang ini."

"Kamu lagi ngegombal, ya? Nggak ngena, tuh," Carissa berusaha menyembunyikan senyumnya.

"Gue serius," Brandon menatapnya dengan mata berbinar.

"Terserah kamu deh. Durasi udah mau habis, yakin nggak mau makan? Soalnya yang di piring kamu itu semua kesukaan ku," Carissa menatap Brandon yang sedang terpelongo mencerna perkataannya.

"Ya sudah, untuk lo aja semua. Gue pergi ambil sup tofu saja," Brandon akhirnya menyerah.

"Aku juga suka sup tofu," ujar Carissa yang menghentikan langkah Brandon yang sudah hendak pergi.

"Jadi, lo nggak suka apa?" tanya Brandon bingung.

"Nggak suka sama kamu," jawab Carissa ketus.

Brandon mematung lagi, tidak tahu hendak berkata apa lagi.

"Aku cuma bercanda. Cepetan makan!"

***

"So, gimana trip bareng Brandon?" tanya Sarah sambil menaik-naikkan alisnya.

"Biasa aja," jawab Carissa cuek sambil mematut-matut dirinya di depan cermin. "Sa, aku kayaknya punya flek hitam, deh."

"What?! Mana mana?" Sarah menghampiri Carissa dengan panik lalu mengamati wajahnya dengan serius. "Ini bekas jerawat, Beb! Makanya pergi facial, dong."

"Jadi, gimana nutupinya ini, Rah?" Carissa merengek sambil memegang pipinya.

"Kok tumben-tumbenan, sih?" tanya Sarah curiga. "Hayo, ngaku. Pasti ada hubungannya dengan Brandon, kan?"

"Memang gara-gara Brandon sialan main candid-candid. Pas kulihat hasilnya, kulitku kusam. Tak ada satupun fotoku yang enak dipandang. Padahal, foto pemandangan bagus. Foto wak-wak jualan di pinggir jalan pun bagus," jelas Carissa dengan nada kesal.

"Jadi?" tanya Sarah penuh arti sambil tersenyum menggoda.

"Jadi, gimana, dong? Biar kulitku bisa glowing-glowing gitu," rengek Carissa lagi sambil menggoyang-goyangkan tangan sahabatnya.

"Jadi, sudah dekat nih ama Brandon?" goda Sarah lagi.

"Dekat sih enggak. Hanya saja, aku nggak mau fotoku jelek. Itu saja," elak Carissa. "Kamu mau bantu aku nggak sih sebenarnya?"

"Mau mau. Besok aku dandanin yang cakep, ya. Terus, nanti aku check out-kan skin care yang biasa aku pakai. Pulang nanti harus, wajib, mesti rajin dipakai pokoknya," Sarah memberikan solusi dengan semangat.

"Okey. Thanks, honey," serunya riang sambil memeluk sahabatnya.

"Kalau begitu, demi kebahagiaan sahabatku ini, besok nggak usah gantiin aku nge-guide lagi. Biar aku yang handle aja para ibu-ibu pejabat itu," Sarah menawarkan bantuan lagi.

"Serius?" tanya Carissa dengan mata berbinar.

"Yes, baby, yes," jawab Sarah meyakinkan.

Carissa memeluk Sarah sambil loncat-loncat kegirangan.

***

Carissa bangun dengan susah payah, badannya terasa pegal dan seluruh ototnya masih kaku. Dia melirik jam di nakas, masih pukul empat pagi. Dia meraba-raba mencari ponsel sialan yang sedari tadi berderingkan soundtrack film Sailor Moon. Akhirnya, dia menemukan ponselnya di tengah-tengah tempat tidur, tersembunyi di balik selimut.

"Brandon sialan," gumamnya kesal.

"Apaan, sih? Nggak bisa lihat ini masih jam empat subuh," Carissa mengangkat panggilan dari Brandon sambil mengacak-acak rambutnya dengan kesal.

"Saaa....." rintih Brandon dari seberang telepon. "To...long."

"Kamu kenapa? Kamu di mana?" Carissa panik, sel-sel otaknya langsung sadar sepenuhnya. Instingnya mengatakan kalau Brandon sedang tidak baik-baik saja.

"Di... kamar," jawabnya lagi dengan rintihan yang tertahan.

"Nomor?" Carissa sudah melompat turun dari tempat tidur dan langsung mengenakan sandal jepit yang ditinggalkan Sarah semalam.

"Enam. Dua. Satu."

"Aku sekarang ke sana. Kamu bisa buka pintu?" Sesaat, Carissa bingung antara mau langsung keluar atau balik ke kamar menelepon resepsionis.

"Bi...sa," jawab Brandon lirih.

"Oke, sekarang aku ke sana," Carissa bergegas keluar dari kamar dan lari menuju lift.

Beberapa detik kemudian, pintu lift di depannya terbuka, kosong. Dia masuk dan langsung menekan angka enam. Kakinya bergerak-gerak tidak bisa diam karena panik dan khawatir. Dia terus menebak-nebak apa yang terjadi dengan Brandon. Mungkinkah dia terjatuh atau mendadak stroke atau serangan jantung? Carissa semakin takut memikirkannya.

Carissa sudah sampai di lantai enam dan berlari sekencang-kencangnya menuju nomor kamar Brandon. Dia menggedor-gedor pintu kamar Brandon dengan panik.

"Don, aku Carissa!" serunya cemas.

Pintu terbuka, Carissa disambut oleh Brandon yang setengah jongkok dan langsung rubuh di hadapannya. Brandon tergeletak begitu saja dan kehilangan kesadaran tanpa tahu apa yang terjadi padanya.

"Don! Don! Ya Tuhan, kamu kenapa?" Carissa mengangkat kepala Brandon, dia sudah hampir menangis saat itu.

Tangannya gemetar, dia menelepon Sarah dan memberitahu apa yang terjadi dengan suara gemetaran dan senggugukan.

"Tenang dulu, Sa. Tutup telepon dan tunggu di situ. Aku akan ke sana membawa pertolongan, oke? Jangan panik, ya," walau Sarah bilang jangan panik, tapi suaranya juga sedikit gemetaran.

Tidak ada orang yang tidak panik ketika mengalami kejadian seperti ini. Walaupun Carissa mengenal Brandon hanya hitungan jari, Brandon tidak jahat, malah baik dan perhatian. Tapi, kini Carissa melihat dengan mata kepalanya sendiri, laki-laki yang besar ini roboh begitu saja di hadapannya. Dia sudah menangis sejadi-jadinya saat Sarah datang bersama beberapa karyawan hotel dan petugas medis.

"Tenang, sayang, Brandon tidak akan kenapa-kenapa. Mereka akan menanganinya dengan baik," Sarah memeluk Carissa yang menangis sesenggukan.

"Bu, bisakah menceritakan kronologisnya?" tanya petugas hotel dengan raut wajah tegang.

"Brandon... Dia... Telepon minta tolong," Carissa berusaha tenang, punggungnya diusap oleh Sarah. "Aku datang, terus dia langsung jatuh."

"Jadi, Pak Brandon sempat mengatakan bagian mana yang sakit atau apa yang terjadi padanya?" tanya petugas itu lagi.

"Tidak ada. Brandon buka pintu, langsung roboh," jelas Carissa lagi dan ingatan Brandon roboh berputar-putar di otaknya.

"Kalau begitu, Ibu bisa minta tolong ikut ke Rumah Sakit?"

Carissa menatap Sarah sebentar. "Iya, bisa Pak. Kami ikut," Sarah yang menjawab.

Mereka sampai di UGD rumah sakit terdekat dan langsung disambut oleh petugas-petugas medis yang sigap. Brandon dipindah ke tempat tidur pasien dan sedang diperiksa. Salah seorang perawat meminta keterangan kepada Carissa dan Sarah. Tetapi, tidak ada yang bisa mereka jawab kecuali kondisi terakhir Brandon sesaat sebelum jatuh pingsan. Beberapa kali perawat keluar masuk dari tirai di balik Brandon sedang berbaring. Carissa berusaha mengintip ke dalam setiap perawat tersebut keluar. Tapi, tetap saja Brandon masih menutup matanya.

"Bu, sebaiknya tunggu di luar saja ya. Nanti akan kami kabari kalau pasien sudah sadar," ujar seorang perawat.

Carissa dan Sarah mengangguk bersama, tapi mata Carissa masih menatap tirai tempat Brandon berbaring di baliknya. Sekali lagi, perawat keluar dari balik tirai tersebut, tapi kali ini si perawat yang bertubuh agak gempal itu menatap Carissa dan memberi isyarat.

"Bu, pasiennya sudah sadar," bisik perawat itu.

Tanpa basa-basi lagi, Carissa dan Sarah menyerbu masuk ke dalam tirai.

"Sa.." Ucap Brandon lirih, "Perut gue sakit."

"Dok! Dok! Perutnya sakit, Dok!" Carissa panik hampir menangis.

Dokter jaga yang sedari tadi di situ langsung memeriksa perut Brandon dengan menekan-nekan beberapa bagian sampai Brandon menjerit.

"Kayaknya usus buntu. Sebaiknya langsung diurus dulu administrasinya biar bisa langsung ditangani Dokter spesialis," kata dokter jaga.

"Don, kamu bawa KTP nggak?" tanya Sarah.

"KTP ada di dompet gue. Tapi, kayaknya gue nggak bawa dompet," ujar Brandon sambil meringis kesakitan.

"Sa, kamu jaga di sini. Biar aku balik ke hotel ambil KTP Brandon," ujar Sarah ke Carissa.

"Kamu bisa sendiri?" tanya Carissa khawatir.

"Bisa, tenang saja. Kamu jaga Brandon ya di sini," ujar Sarah menenangkan sahabatnya.

"Terima kasih, ya, Sa," ucap Brandon pada Carissa saat mereka sudah ditinggal berdua.

Carissa duduk di tepi tempat tidur Brandon sambil menggeleng. "Tidak apa-apa. Aku tadi kaget kamu tiba-tiba roboh di depanku."

Brandon kembali meringis kesakitan.

"Sakit sekali, ya?" tanya Carissa panik bercampur bingung.

"Tidak apa-apa, Sa. Lo di sini aja temani gue, ya."

"Aku mau nyari dokter yang tadi biar minta pereda nyeri," ucap Carissa, dia bangkit lalu duduk kembali karena tangannya ditarik Brandon.

"Uda ada."

"Apanya?"

"Pereda nyeri."

"Dokter uda kasi?"

"Belum."

"Jadi?"

"Lo."

"Aku?"

"Iya, lo pereda nyeri gue," Brandon menatap Carissa dengan tatapan tulus.

1
suhardi wu
ceritanya menarik, gaya bahasanya mudah dimengerti. mantap lah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!