NovelToon NovelToon
ACADEMY ANIMERS

ACADEMY ANIMERS

Status: tamat
Genre:Akademi Sihir / Fantasi Isekai / Anime / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:203
Nilai: 5
Nama Author: IΠD

👑 Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Beyond Araya: The Dark King's Arrival' 2016

Setelah perjalanan singkat dengan McLaren Artura merah baru mereka, Akihisa dan Miku tiba di gedung apartemen mewah Nuita di Atlas City. Mereka memarkir mobil dan bergegas naik ke lift, jantung mereka berdebar kencang membawa pesan penting dari Araya.

Begitu pintu apartemen terbuka, Akihisa dan Miku masuk dan langsung melihat pemandangan yang membuat mereka terdiam dan memandang datar. Indra dan Evelia tidak terlihat khawatir sedikit pun. Mereka berdua malah sedang duduk di sofa ruang tamu, sibuk bermain konsol game dengan controller di tangan, tertawa santai. Nuita duduk di kursi tunggal, menyesap tehnya dengan tenang.

"Kami datang membawa pesan penting dari Araya tentang ancaman di Shirayuki, dan kalian malah main game?" tanya Akihisa, tidak percaya.

Nuita tersenyum kecil tanpa mengalihkan pandangan dari cangkir tehnya. "Aku yakin kalian pasti kelelahan. Ambil minum, Akihisa, Miku. Duduk dulu," Nuita kemudian mengalihkan topik secara tiba-tiba. "Aku yakin kalian berdua ditemui Araya di kantin tadi."

Miku dan Akihisa terdiam, terkejut karena Nuita sudah tahu. Akihisa menjawab dengan bingung, "Bagaimana kau tahu? Dia... dia menyuruh kami menyampaikan pesan darinya."

Nuita hanya tersenyum kecil. "Tentu saja aku tahu. Aku sudah menduga dia akan bergerak. Aku sudah mengatakannya kepada Indra dan Evelia. Kalian tidak perlu khawatir. Sekarang, ceritakan detailnya, terutama tentang ancaman energi kegelapan itu."

.

.

.

Akihisa dan Miku menarik kursi dan duduk, sementara Indra dan Evelia menghentikan permainan konsol mereka dan menoleh dengan serius. Akihisa memulai laporannya. "Araya mendatangi kami. Dia tidak marah, justru dia tenang dan... memberikan kami kompensasi besar," kata Akihisa, melirik mobil barunya yang masih terbayang.

"Dan yang paling penting," sela Miku, "dia bertanya apakah kami merasakan energi kegelapan dari arah Pegunungan Shirayuki." Miku menimpali, memastikan Akihisa tidak melupakan poin krusial yang berhubungan dengan temuan Nuita.

"Tepat," ujar Akihisa. "Dia bilang ancaman sebenarnya akan segera tiba, dan kita semua-termasuk dirinya-harus berada di pihak yang sama." Akihisa mengernyit. "Aku masih tidak percaya Araya mau mengatakan itu."

Nuita mengangguk, matanya yang tajam mengunci pada Akihisa. "Itu mengonfirmasi data yang aku dapatkan. Itu bukan energi Araya atau Kristal Kehidupan. Itu adalah energi kegelapan dari sebuah gua di Shirayuki," jelas Nuita. "Araya mungkin gila, tapi dia tidak sebodoh itu untuk mengabaikan ancaman yang lebih besar dari dirinya sendiri."

Melihat suasana yang tiba-tiba berubah, Indra dan Evelia segera meninggalkan controller mereka. Rapat dadakan telah dimulai. "Jadi, Araya ingin kita melawannya? Atau dia ingin kita bertarung di dua front sekaligus?" tanya Indra, suaranya dipenuhi ketidakpercayaan.

Evelia menyandarkan tubuhnya ke depan. "Kita tidak bisa mempercayainya sepenuhnya, tapi jika Araya merasakan energi itu, itu berarti ancaman itu nyata dan mendesak," kata Evelia. "Nuita, apa rencana kita sekarang? Kita harus memprioritaskan ini sebelum energi kegelapan itu muncul dan merusak seluruh Kerajaan."

Nuita bersandar ke depan, menyatukan laporan dari Akihisa dan data intelijennya sendiri. Wajahnya menunjukkan konsentrasi penuh saat ia mulai menyusun rencana prioritas baru. "Baiklah, kita ubah rencana. Ancaman energi kegelapan itu lebih mendesak daripada ambisi Araya."

"Pertama," ujar Nuita. "Kita harus percaya pada Natsuya dan Agito. Mereka sudah berada di Pegunungan Shirayuki untuk melakukan pengintaian. Kita tunggu laporan mereka. Sampai kita tahu sifat pasti dari energi kegelapan itu, kita tidak bisa menyerang."

"Kedua, kita tidak bisa mengabaikan Araya. Indra, kau dan Evelia harus memanfaatkan jeda yang dia berikan ini. Jika dia ingin kita siap untuk 'permainan', mari kita penuhi permintaannya," lanjut Nuita. "Ini adalah kesempatan kita untuk meningkatkan kekuatan tanpa takut disabotase oleh Nina atau Kizana."

Nuita kemudian menatap mereka berempat dengan tegas. "Jadi, rencananya adalah: tetap tenang dan waspada. Selagi kita memiliki waktu kosong ini, aku menyuruh kalian berempat untuk berlatih keras. Kalian harus siap menghadapi ancaman yang akan datang, baik itu dari Pegunungan Shirayuki atau dari Araya sendiri."

"Kalian tidak perlu kembali ke Akademi malam ini," kata Nuita, nadanya final. "Aku ingin kalian menginap saja di apartemenku sampai situasi benar-benar jelas. Kalian akan memulai pelatihan intensif besok pagi."

Nuita tersenyum tipis, menjelaskan masalah izin. "Aku sudah menghubungi orang tua Akihisa, Miku, dan Evelia. Mereka tahu kalian berada di bawah pengawasanku. Dan soal Indra," Nuita melirik Indra dengan geli. "Orang tuamu sudah tahu; jika salah satu putranya atau anaknya yang lain tidak ada di istana, pasti mereka sedang berada di rumah saudaranya-dan saat ini, itu adalah aku."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

..

.

.

.

.

.

.

.

2016

.

.

.

Setelah itu, Indra, Evelia, Miku, dan Akihisa memulai kehidupan ganda mereka. Mereka tinggal di apartemen Nuita di Atlas City untuk pelatihan intensif dan kembali ke Akademi setiap hari untuk belajar, menjaga agar Araya tidak curiga. Setahun berlalu, dan kini tahun adalah 2016.

Suatu malam, Nuita Elysion setuju untuk bertemu dengan Araya Yamada. Mereka bertemu di pinggir sungai yang sunyi, jauh dari pengawasan. Nuita, yang baru tiba dengan mobil supercar-nya, Aston Martin Vulcan berwarna Navy, berjalan mendekati Araya.

"Maaf, apakah aku membuatmu menunggu lama, Araya?" tanya Nuita, suaranya tenang. Ia melihat Araya bersandar santai di depan mobilnya, Koenigsegg Agera RS berwarna maroon.

Araya menoleh, senyum tipisnya tidak mencapai matanya. "Tidak, Nuita. Aku baru saja menikmati keheningan," jawab Araya dengan tenang. Mereka berdua kini saling bersandar di depan kendaraan mereka masing-masing, dua jenius Kelas S yang kini berada di sisi yang berseberangan namun dipersatukan oleh ancaman yang sama.

Nuita langsung ke intinya. "Setelah setahun pengintaian dan laporan dari Natsuya dan Agito, aku yakin kita perlu mendiskusikan apa yang sebenarnya akan kita hadapi di Pegunungan Shirayuki."

"Aku setuju," balas Araya, ekspresinya menjadi dingin. "Aku tidak menyangka energi kegelapan itu bisa menembus perisai energi Kerajaan. Ini bukan energi Royal. Ini bukan energi Kristal. Ini adalah sesuatu yang lebih tua dan lebih mematikan. Kita perlu menyusun rencana yang melibatkan kita berdua, Nuita."

Nuita bersandar pada Aston Martin Vulcan-nya, beralih dari pengamatan ancaman ke aspek politik dan keamanan Kerajaan. "Aku yakin para petinggi sudah menyusun rencana," ujar Nuita, yang selalu positif dan mendukung sistem Royal. "Raja Railord dan Ratu Nia Sayaka pasti sudah merespons laporan tentang energi dari Shirayuki."

Araya mendengus pelan, menunjukkan ketidakpercayaannya. "Para petinggi selalu lambat, Nuita. Aku lebih percaya pada rencanaku sendiri," balas Araya, suaranya dingin. "Namun, aku harus mengakui, ancaman ini membutuhkan perhatian Royal."

Nuita kemudian mengajukan pertanyaan yang sudah lama mengganggunya. "Araya, ini bukan hanya tentang Kerajaan. Ini tentang Keluarga. Bagaimana dengan Ibumu, Amanda Yamada? Sebagai saudari kembar Ratu Nia, dia pasti tahu banyak tentang ancaman kuno semacam ini. Di mana dia?"

Wajah Araya berubah menjadi sedikit kaku, menunjukkan sedikit kerentanan yang jarang ia perlihatkan. "Aku tidak tahu keberadaan Ibuku. Dia pergi sebelum rencana Akademi ini dimulai. Aku selama ini hidup bersama Nina," ungkap Araya. "Aku mendapatkan banyak uang untuk membiayai operasiku di Akademi, itu semua karena peninggalan dari mendiang ayah kami."

"Seorang pria dewasa yang meninggal karena perang bukanlah hal yang mengejutkan, itu sudah hal biasa di Kerajaan ini," lanjut Araya, nada suaranya kembali dingin. "Fokus kita sekarang adalah ancaman di Shirayuki. Ibuku tidak ada. Kita harus bekerja dengan apa yang kita miliki."

Nuita menghela napas, menerima fakta bahwa Amanda Yamada menghilang. "Baiklah. Jika kita harus bekerja dengan apa yang kita miliki, maka kita sepakat. Kita akan menggunakan sumber dayaku untuk pengintaian dan sumber dayamu untuk persiapan tempur," putus Nuita, mereka berdua kembali melanjutkan diskusi strategis mereka di tepi sungai.

Setelah berdiskusi panjang mengenai data dan rencana kontingensi, Nuita dan Araya akhirnya mencapai kesimpulan. Mereka sepakat untuk membentuk aliansi rahasia: Nuita akan fokus pada intelijen dan pengamanan sumber daya Royal di Atlas City, sementara Araya akan menyiapkan kekuatan tempur yang efisien, terlepas dari metode moralnya.

"Aku senang kita mencapai finalisasi ini, Araya," ujar Nuita, sedikit melunak. "Aku harus mengatakan, kau sudah berubah sejak saat itu. Kau fokus pada ancaman yang lebih besar. Sekarang kau tidak arogan seperti saat di Akademi dulu."

Araya menanggapi dengan senyum tipis yang penuh misteri, bersandar pada Koenigsegg Agera RS-nya. "Benarkah begitu, Nuita?" tanyanya, nadanya datar. "Mungkin kau hanya salah menilai. Jangan lupakan, aku bisa saja memanipulasi dirimu dalam diskusi ini jika aku mau. Kau hanya tidak menyadarinya."

Nuita tertawa kecil, menerima tantangan itu dengan nada candaan. "Cobalah saja. Jangan lupa, aku juga bukan orang bodoh. Aku tidak kalah jenius darimu, Araya. Kita berdua tahu siapa yang memegang akses data terpenting Kerajaan saat ini."

Saling mengukur kecerdasan dan kekuatan, keduanya menyadari bahwa aliansi ini didasarkan pada rasa saling membutuhkan dan rasa hormat yang aneh. Ancaman dari Pegunungan Shirayuki telah menciptakan ikatan yang tak terduga antara dua sepupu yang berada di kutub berlawanan.

Setelah pertukaran candaan yang menegangkan itu, keduanya masuk ke dalam kendaraan masing-masing. Araya menginjak gas, Koenigsegg Agera RS maroon miliknya melesat menjauh, kembali menuju Ranox City dan kegelapan ambisinya. Sementara itu, Nuita mengendarai Aston Martin Vulcan Navy miliknya kembali ke Atlas City dan tugasnya melindungi Indra dan teman-temannya, serta mengawasi ancaman yang tersembunyi.

.

.

.

.

.

.

.

Beberapa hari kemudian, jauh dari intrik rahasia di Atlas City, Nina Yamada dan Kizana Shoujin berada di aula olahraga Akademi. Mereka berdua baru saja menyelesaikan sesi latihan kendo yang intens. Seperti biasa, kecepatan dan kekuatan Nina yang didorong oleh emosi membuatnya selalu menang dalam duel mereka.

Kizana, yang kini sedang mengatur napasnya sambil melepas helm kendo, tersenyum lebar. "Lagi-lagi kau menang, Nina-chan! Keahlianmu dalam kendo benar-benar tak tertandingi," puji Kizana seperti biasa, nadanya penuh kekaguman.

Nina meletakkan shinai-nya dan hanya mengangguk, namun ada yang berbeda dari dirinya. Sifatnya kini lebih tenang dan agak reflektif daripada Nina yang emosional satu tahun yang lalu. Ia menatap Kizana. "Aku tahu kau memujiku, Kizana. Tapi aku juga tahu kau menahan diri di akhir," kata Nina, nada suaranya lembut.

Nina kemudian duduk di bangku panjang, menghela napas. "Kau tahu, Kizana, setelah insiden di tebing itu... satu tahun ke belakang ini, kau selalu ada untukku," kata Nina, menatap lantai. "Kau selalu di sisiku, baik itu dalam kesialan karena aku gagal mendapatkan Indra, maupun dalam keberuntungan saat aku berhasil menjalankan perintah Kakak."

"Aku ingat, ketika Kakakku, Araya, sangat marah karena aku menculik gadis Kelas F itu tanpa izinnya, kau yang membantuku," lanjut Nina. "Kau yang menenangkan Kakak dan meyakinkannya bahwa aku masih berguna. Kau benar-benar yang menolongku saat Araya akan menghukumku."

"Kau yang membuat Araya mengampuni diriku waktu itu, Kizana," tutup Nina, menatap Kizana dengan ekspresi tulus. "Aku mungkin tidak pernah mengatakannya, tapi aku berterima kasih. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku tanpa dirimu."

Kizana tersenyum tulus mendengar pengakuan Nina. Ia meletakkan shinai miliknya ke samping, lalu melangkah mendekati Nina. Dengan lembut, ia meraih dan memegang kedua tangan Nina.

"Tidak perlu berterima kasih, Nina-chan. Aku melakukan semua ini karena aku berutang padamu," kata Kizana dengan nada yang sangat serius. "Aku akan selalu ada untukmu, apapun yang terjadi. Itulah janjiku."

Kizana kemudian mengingat masa lalu, sebuah kenangan yang kelam. "Kau ingat saat pertama kali aku masuk Akademi? Aku adalah anak baru yang lemah, dan mereka membully aku tanpa ampun. Aku hanya bisa menangis," kenang Kizana, suaranya sedikit bergetar. "Saat itu, kau datang. Kau, dengan kekuatanmu, menyelamatkanku."

"Kau tidak hanya mengusir mereka. Kau... kau membantai mereka semua dengan energi darahmu, Nina-chan. Mereka bahkan tidak berani menatapku lagi," lanjut Kizana, matanya menunjukkan kekaguman yang mendalam. "Aku tahu, aku tidak akan pernah bisa membalas budi sebesar itu."

"Namun, yang bisa aku lakukan hingga sekarang adalah menepati janji pada diriku sendiri. Aku akan selalu ada di sisimu, Nina, apapun yang kau lakukan. Kau adalah Queen bagiku, dan aku adalah Knight yang akan selalu menjagamu," tegas Kizana, memegang tangan Nina lebih erat.

Nina berusaha menarik tangannya. "Kizana, kau tidak perlu sampai segitunya! Aku sudah melupakan itu!" protes Nina, sedikit merasa tidak nyaman dengan intensitas Kizana. Namun, Kizana bersikeras mengutarakan semua yang ia rasakan ketika berada di sisi Nina. "Aku tahu aku mungkin hanya penjilat di mata banyak orang, tapi bagiku, ini adalah kesetiaan. Dan aku akan mempertahankannya."

Kizana masih memegang kedua tangan Nina, matanya memancarkan kesetiaan yang mendalam. Ia kemudian mengutarakan janji lain, sebuah perubahan yang terjadi setelah insiden di tebing Hamel setahun yang lalu.

"Satu hal lagi, Nina-chan. Setelah kejadian penculikan di tebing itu, aku... aku berhenti mengejar Evelia," aku Kizana. "Aku menyadari betapa bodohnya aku mencoba merebut sesuatu yang tidak pernah bisa kudapatkan. Aku tidak membutuhkannya."

"Aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Aku hanya akan memandangmu saja, Nina-chan. Dan aku hanya akan berada di sisimu; itulah satu-satunya tempat yang benar bagiku," tegas Kizana, mengakhiri semua ambisi dan godaannya di masa lalu.

Nina, yang awalnya hanya mendengarkan dengan serius, kini meneteskan air mata. Kesetiaan Kizana yang begitu mendalam, ditambah dengan pengakuan bahwa ia telah melupakan Evelia, menggerakkan hatinya. Nina perlahan menarik tangannya, mengusap air mata yang mengalir di pipinya.

"Kizana... kenapa kau seperti ini?" tanya Nina, suaranya tercekat. "Kenapa kau baru sekarang mengatakannya? Kenapa tidak dari dulu?" Nina merasa menyesal. "Jika saja kau mengatakannya lebih awal, sebelum Indra masuk ke Akademi, aku pasti sudah menerimamu!"

Kizana tersenyum sedih. "Aku tahu, Nina-chan. Tapi selama ini, aku belum punya keberanian untuk mengutarakannya. Aku takut ditolak oleh Queen yang kucintai. Tapi sekarang, ancaman nyata sudah ada. Aku tidak mau mati sebelum kau tahu seberapa besar arti dirimu bagiku."

Nina menatap Kizana dengan mata berkaca-kaca. Ia merasa bersalah, terharu, dan menyesal secara bersamaan. Ia mengangkat tangan kanannya, dan dengan lemah, ia memukul dada Kizana beberapa kali. Pukulannya tidak menyakitkan, melainkan penuh emosi.

Air matanya semakin deras. "Kau bodoh! Kizana, kau benar-benar bodoh!" isak Nina, memukul dada Kizana berulang kali. Ia merasa marah pada dirinya sendiri dan pada Kizana yang baru sekarang berani mengungkapkan perasaannya.

Air mata Nina semakin deras. Ia kemudian melompat ke depan dan memeluk Kizana dengan erat, menyembunyikan wajahnya di bahu Kizana. Dalam pelukan itu, ia terus bergumam. "Bodoh... kenapa baru sekarang kau mengatakannya? Kau bodoh!"

Kizana membalas pelukan Nina dengan kekuatan yang sama, seolah ia telah menunggu momen ini selamanya. Ia mengusap punggung Nina dengan lembut dan tersenyum tulus. "Aku tahu, Nina-chan. Aku memang bodoh," aku Kizana, menerima semua cacian dan emosi Nina.

Nina akhirnya melepaskan pelukannya, matanya masih merah, tetapi senyum tipis mulai terbentuk. Ia menatap Kizana, kini dengan tatapan yang berbeda dari tatapan posesifnya kepada Indra. "Jadi, sekarang kita pacaran?" tanya Nina, suaranya kecil dan penuh harapan.

Kizana mengangguk dengan tulus. "Ya, Nina-chan. Aku milikmu, dan kau adalah Queen-ku. Selamanya." Jawaban itu membuat Nina semakin bahagia. Ia kembali memeluk Kizana dengan erat, pelukan yang menandakan awal baru. Nina tahu, bersama Kizana, ia akan berubah menjadi lebih baik dan meninggalkan obsesinya yang merusak.

Di luar aula olahraga, Araya Yamada telah menyaksikan seluruh adegan itu tanpa sepengetahuan Nina dan Kizana. Ia berdiri tegak di dekat pintu, mendengarkan setiap kata pengakuan dan janji. Di wajahnya, senyum tipis yang jarang terlihat muncul-kali ini bukan senyum manipulasi, melainkan senyum kelegaan.

Araya kemudian pergi dari sana dengan tenang, meninggalkan adiknya yang kini menemukan kebahagiaan dan jalan yang lebih baik. Sambil berjalan menyusuri koridor Akademi, Araya bergumam pada dirinya sendiri, "Bagus, Nina. Kau akhirnya menemukan ketenanganmu."

Gumaman itu berlanjut, menunjukkan perubahan besar dalam dirinya. "Tradisi ini... permainan ini... sudah tidak ada artinya lagi. Aku akan menghapus tradisi yang aku bangun selama ini. Prioritas sekarang adalah energi kegelapan itu," tekad Araya, kini sepenuhnya fokus pada ancaman yang lebih besar.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Beberapa hari kemudian, jauh di dalam gua tersembunyi di Pegunungan Shirayuki, energi kegelapan memuncak. Di tengah cahaya redup dan aura yang mencekik, sesosok makhluk mengerikan muncul. Wujudnya besar, bayangannya saja sudah cukup mengancam, dan energinya jauh melampaui apa pun yang pernah ada di dunia Sakura Flurry.

Di hadapan makhluk itu, seorang pria berlutut. Pria ini, yang dulunya adalah makhluk dimensi lain, kini telah berhasil mengambil wujud manusia melalui ritual gelap. Ia menundukkan kepalanya dalam-dalam, penuh penghormatan dan pengabdian.

"Selamat datang, Tuanku, " kata pria berwujud manusia itu, suaranya parau dan penuh kemenangan. "Tugas telah selesai. Kristal Kehidupan terakhir berada di sini, di dunia Sakura Flurry ini. Kami hanya menunggu perintah untuk mengambilnya."

Makhluk mengerikan yang muncul dari energi kegelapan di gua Pegunungan Shirayuki itu ternyata adalah Raja Iblis sendiri, entitas kuno dari dimensi yang lama terlupakan. Aura kegelapannya menyelimuti seluruh gua, terasa mencekik bahkan hingga ke Pegunungan Shirayuki.

Raja Iblis itu berbicara, suaranya seperti gemuruh yang dalam dan dingin. "Siapa pemimpin wilayah ini? Aku merasakan energi yang... lumayan."

Bawahannya yang berlutut dihadapannya, yang kini berwujud manusia, segera menjawab dengan tunduk. "Tuanku, pemimpin dunia ini adalah Royal Railord dan Royal Nia Sayaka. Mereka adalah Raja dan Ratu yang menjaga Sakura Flurry."

Bawahan itu melanjutkan dengan nada hati-hati, "Kemampuan bertarung mereka, Tuanku, dikabarkan setara dengan para dewa yang menjaga Kristal Kehidupan. Mereka memiliki perlindungan Kerajaan dan kekuatan yang sangat besar."

Mendengar itu, Raja Iblis menunjukkan sedikit ketertarikan. "Setara dengan dewa, kau bilang? Menarik." Raja Iblis itu menyeringai, menunjukkan barisan giginya yang tajam. Tantangan ini justru membangkitkan kesenangan purba dalam dirinya.

"Persiapkan pasukan. Kita tidak akan menunggu. Aku ingin Kristal Kehidupan itu, dan aku ingin bertarung dengan 'dewa' mereka. Kita akan melakukan penyerbuan ke pusat Kerajaan ini segera setelah celah dimensinya terbuka penuh," perintah Raja Iblis dengan suara memerintah. Sang bawahan mengangguk menurut, lalu menghilang dengan gumpalan asap kegelapan, meninggalkan gua untuk melaksanakan perintah tuannya.

1
Dòng sông/suối đen
Susah move on
IND: betul 😭😭
total 1 replies
Kaylin
Bagus banget, sarat makna dan emosi, teruskan thor!
IND: akan ada lanjutannya Shirayuki Sakura judul nya nanti
total 1 replies
Dzakwan Dzakwan
Duh, seru euy! 🥳
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!