Shasy yang sudah menjalani pernikahannya selama dua tahun,harus menabahkan hatinya saat sang mertua dan kerabat menghinanya Mandul. Karena keadaan yang membuatnya stres dan merasa tersakiti. Sashy yang sedang kalut dan rapuh memilih untuk bersenang-senang bersama temannya. Hingga dirinya terjebak dengan pria yang membuatnya melampiaskan amarah dan kecewanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lautan Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Tok...Tok..
Suara ketukan pintu membuat ciuman keduanya terhenti, Sashy mendorong dada Arga dan segera berdiri merapikan penampilannya.
Arga yang melihat hanya tersenyum, sedikit merapikan jas dan mengusap sisi bibirnya dengan lidah, hal yang membuat Sashy cemberut.
"Lipstik ku mahal, kalau setiap hari begini akan cepat habis." Katanya dengan ketus.
Menyakini tidak ada sisa lipstik yang belepotan, Sashy pun segera berjalan untuk membuka pintu.
"Eh, pak Mirza." Ucap Sashy dengan senyum ramah.
Mirza pun membalas senyum, "Pagi Nona, ini berkas yang pak Arga minta. Mungkin beliau belum datang. Jadi aku titipkan saja." Mirza mengulurkan berkas, "Karena sangat penting, jadi saya tidak berani sembarang menaruh." Ucapnya lagi.
Sashy pun mengangguk dan menerima, "Baik, nanti saya sampaikan."
Sashy kembali masuk dan Arga masih duduk di tempatnya pria itu sibuk dengan ponselnya.
"Berkas dari asisten Mirza pak." Katanya sambil menyodorkan berkas itu.
"Hm, Sashy kamu pelajari ini. Lusa kita akan bertemu dengan klien Importa." Ucap Arga sambil menatap Sahsy yang masih berdiri.
"Importa?"
Kepala Arga mengangguk, "Kamu temani saya, dan lagi kamu harus berhati-hati ingat itu."
Arga pun berdiri dan merapikan jasnya, dan sebelum pergi Arga mendaratkan kecupan di kening Sahsy membuat wanita itu tertegun.
"Buatkan saya sarapan, sandwich saja dan kopi." Katanya dengan senyum tampan dan berlalu pergi.
Sashy masih diam dengan segala rasa yang tiba-tiba, rasa hangat dan desiran halus tiba-tiba muncul.
"Astaga, sadar Sahsy kamu masih punya suami." Ucapnya sambil mengingatkan siapa dirinya.
...
"Fatur! Bagaimana? Sudah ada kabar?" Bu Sarah mendatangi meja kerja Fatur.
Bekerja di kantor yang belum cukup besar membuat mereka begitu penting mendapatkan kerja sama apalagi kerja sama dengan perusahaan bonafit seperti Agratama grub.
"Belum Bu, ini saya juga sedang menunggu." Fatur tampak tersenyum kaku.
Padahal sudah dua hari dan dia juga belum mendapatkan informasi lanjutan, jika di ingat-ingat dia tidak melakukan kesalahan. Tapi kenapa juga belum mendapatkan kepastian. Dan ini atasannya sudah akan keluar tanduk.
"Memangnya apa yang kamu perbuat, sampai pak Arga tidak langsung menyepakati kerja sama kita! Fatur apa kamu melakukan kesalahan?" Tanya Bu Sarah dengan nada yang tidak enak di dengar dan membuat hati Fatur kesal.
"Saya tidak melakukan apa-apa Bu, saya juga tidak tahu kenapa beliau menundanya." Fatur sedikit menekan intonasi suaranya, namun masih dalam radar kesopanan saat bicara dengan atasannya.
Bu Sarah membuang napas kasar. "Kamu usahakan Fatur, kerja sama ini sangat penting, lagi pula istri kamu kan kerja di perusahaan Agratama grub, bila perlu kamu minta bantuannya!"
Fatur menghempaskan tubuhnya kasar di kursi, pria itu tampak mengusap wajahnya dengan kasar.
Sejak dua hari pesan ataupun panggilannya selalu ditolak oleh Sahsy. Dan sejak saat itu dia belum lagi menemui istrinya.
"Apa aku coba datang ke kantor Agratama ya, bisa jadi kan pak Arga sibuk dan lupa." Fatur tersenyum menyeringai, ya dia akan datang ke kantor Agratama saja.
Disisi lain, Sashy baru saja membuat sarapan yang Arga minta. Sebagai Aspri tentu Sashy tidak bisa menolak perintah atasannya. Meskipun kerjanya lumayan banyak, tapi terkadang Arga juga membantunya sebagian. Pria itu tentu saja tidak akan tega membuat wanitanya kelelahan dengan segudang perkejaan. Meskipun sedikit banyaknya asisten Mirza lah yang banyak membantu.
"Sarapan dulu pak," Sashy menaruh nampan berisikan menu yang Arga minta.
Pria itupun melepaskan kaca mata bacanya dan menutup laptopnya.
"Kenapa cuma satu? Kamu mana?" Ucap Arga menatap satu potong sandwich di atas piring.
"Saya sudah makan." Sashy jawab dengan jujur.
"Em, kalau begitu duduklah, temani saya."
Arga segera menyuapkan makanan kedalam mulutnya, sedangkan Sahsy memilih untuk memeriksa berkas yang belum Arga periksa.
"Sashy, menurut kamu klien dari Importa bagaimana?" Tanya Arga sambil mengunyah makanan didalam mulutnya.
"Saya belum pernah terlibat pak, memangnya kenapa?" Tanyanya juga.
Arga menyesap kopinya setelah menghabiskan sandwich buatan Sashy.
"Pak Robin klien sekaligus pemilik Importa, dia adalah klien yang licik dan sangat berbahaya."
"Maksud bapak berbahaya?" Sashy yang belum mendapatkan pengalaman luas pun tak mengerti.
"Beliau selalu menggunakan bar sebagai tempat pertemuan bisnis. Jadi kamu harus hati-hati." Tutur Arga memperingati.
"Em, baik. Lagi pula ada pak Arga bersama saya, jadi kenapa saya harus takut." Balas Sashy ringan.
Namun detik berikutnya wanita itu menyadari kesalahan ucapanya, Sahsy menatap Arga yang juga sedang menatapnya dengan senyum menyeringai.
"Hee, maaf pak. Nggak bermaksud lain." Ucap Sashy dengan meringis sesal.
Pukul lima sore, Fatur tiba di perusahaan tempat Sahsy bekerja, pria itu datang dan melihat keadaan sekitar dimana semua karyawan satu persatu meninggalkan perusahaan. Namun Fatur belum menemukan Sahsy di antara karyawan lain.
"Permisi, ruangan Sahsy di mana ya?" Tanyanya pada salah satu karyawan yang melintas.
"Oh, ruangan ibu Sahsy ada di lantai sepuluh lantai ruangan Presdir pak."
"Terima kasih ya."
Fatur pun segera masuk kedalam lift dan menekan angka sepuluh, seperti informasi yang dia dapatkan. Ini kali pertama ia datang dan mencari Sashy ke ruangannya. Karena dulu ia hanya mengantar batas sampai lobby saja.
Ting
Pintu lift terbuka, lorong sudah tampak sepi namun lampu masih menyala terang. Fatur menelisik setiap interior yang cukup mewah dan menakjubkan. Fatur tak pernah membayangkan jika dirinya bekerja di perusahaan bonafit seperti ini.
"Bisa-bisanya gue kalah sama bini." Decak Fatur saat melihat beberapa ruangan, dan diantara ruangan itu terdapat nama di atas pintu.
"Asisten direktur, Sahsy Devita Maharani." Gumam Fatur menyebutkan nama lengkap sang istri.
Fatur berdecak bangga, bagaimana bisa ia melepaskan wanita seperti Sahsy. Wanita yang menurutnya nyaris sempurna. Hanya saja kesempurnaan itu terlihat cacat karena Sahsy belum bisa mengandung. Namun Fatur begitu beruntung memiliki Sahsy.
"Sas, meksipun aku menyakitimu. Tapi sampai kapan pun aku tidak akan pernah melepaskan mu."
Ketukan pintu terdengar saat Sashy masih berkutat dengan pekerjaan. Wanita itu menyahut tanpa melihat siapa yang datang.
Saat pintu terbuka dan suara yang sangat familiar ia dengar, Sahsy mendongak dan matanya melihat sosok Fatur tersenyum di ambang pintu.
"Mas Fatur!" Ucap Sahsy terkejut. Namun tidak dengan Fatur yang justru tersenyum lebar.
"Hai sayang, masih sibuk."
Sashy pun berubah mimik wajahnya menjadi datar. "Kenapa kamu kesini." Ketusnya tanpa menatap lawan bicaranya.
"Mencari kamu lah, pesan dan telepon ku kamu abaikan sayang. Suami mana yang tak khawatir."
Sashy terkekeh hambar mendengar ucapan Fatur. "Istri mana yang masih mau dengan suami yang tukang selingkuh." Balas Sashy sarkas.
Fatur tampak mengerutkan hidungnya, mencoba agar tidak terpancing dengan ucapan Sahsy.
"Sayang, aku melakukan itu ada alasannya, dan jangan kamu jadikan bahan obrolan yang akan berakhir membuat kita bertengkar. Came on sayang, kita jalani rumah tangga kita seperti sebelumya." Ucap Fatur tanpa rasa bersalah.
Semakin sesak dan benci saja Sahsy yang mendengarnya. Fatur sudah seperti pria benar dan sempurna tanpa celah.
"Lalu apa aku harus menuruti keinginan mu! Jangan mimpi!" Tegas Sashy dengan penuh penekanan.
Fatur memijit keningnya, niat datang bukan untuk bertengkar, tapi entah kenapa begitu sulit mengendalikan Sahsy sekarang ini. Sekarang Sashy bukan lagi istri yang penurut.
"Sashy, cukup! Jangan membuat kita bertengkar di sini. Aku datang hanya ingin menjemput mu. Jadi ayo kita pulang." Suara Fatur pun melunak dia benar-benar tak bisa menghadapi Sahsy sekarang ini.
"Cih! Kamu pikir aku tidak bisa pulang sendiri! Lebih baik kamu jemput gundik mu itu yang jelas-jelas jaus perhatian mu." Ucap Sahsy dengan nada yang cukup membuat Fatur kian merasa kesal.
Jika Celine harus mengemis perhatiannya, lain halnya dengan Sahsy yang sengaja ia prioritaskan. Tapi lihat apa yang wanita itu perbuat. Dia justru membuatnya naik darah dan mengikis kesabarannya.
"Sashy-"
"Ada apa nie!" Suara bariton di ambang pintu membuat keduanya menatap sosok Arga yang berdiri dengan tatapan dingin.
"P-pak Arga." Ucap Fatur gugup dan kikuk.
"Sashy! Siapa dia!" Tanyanya dengan nada yang cukup membuat Fatur menelan ludah.
Tapi tidak dengan Sahsy yang terlihat santai.
"Calon mantan suami saya pak." Jawaban Sashy cukup membuat mata Fatur membeliak lebar. Berbeda dengan Arga yang tersenyum dalam hati.
"Em, p-pak Arga, saya Fatur dari perusahaan Angkasa." Fatur mengalihkan perhatian agar Sashy tak lagi membuatnya mati kutu.
"Saya tidak tahu, dan tidak mau tahu. Orang luar kenapa bisa masuk ke ruangan pribadi asisten saya." Ucap Arga dengan nada tegas dan dingin.
Fatur jadi salah tingkah, merasa malu meskipun hanya ada istrinya di sana.
"Sashy jika kamu masih menerima orang luar bertemu di sini, lebih baik kamu resign!"
"Tidak pak! Saya tidak akan melakukanya lagi!" Sashy menjawab dengan cepat.
"J-jangan pak, saya salah. Maafkan saya. Kalau begitu saya permisi." Fatur pun memilih pergi. Ia tidak akan mengorbankan pekerjaan Sahsy yang menjadi cita-cita wanita itu.
Arga melirik Fatur yang melewatinya, hingga Fatur menghilang di dalam kotak besi.
"Bereskan meja mu, kita pulang." Titah Arga yang membuat Sahsy gelagapan.