Susuk

"Aku mau kerumah teman ku yang meninggal, kau mau ikut atau diam di rumah saja?" tawar Mateo pada Udin yang jarang keluar.

"Boleh tidak kalau aku tidak ikut tapi aku mau keluar?" tawar Udin.

"Ya kan aku sudah bilang dari lama menyuruh kau keluar, coba lah motor mu itu agar tau dunia yang warna nya hijau dan kuning!" seru Mateo.

Udin cuma tersenyum karena memang baru ini dia mau keluar untuk mencari angin segar, bukan cuma cari angin saja melainkan juga ingin cari kabar tentang sang adik yang kata nya juga merantau di kota, setidak nya kan kalau tau kabar maka lebih enak.

Merasa juga sekarang hidup nya lebih baik, Udin sudah punya simpanan hasil dia kerja di rumah Mateo sebanyak dua puluh juta. makan dia tidak pernah beli karena di tanggung oleh Mateo, motor pun juga di belikan sebagai hadiah karena kala itu Udin menangkap maling yang mau masuk kedalam rumah.

Gaji Udin memang cuma untuk beli apa yang dia mau, atau juga baju dan kaos lah. selebih nya semua di tanggung oleh Mateo, ponsel dia beli sendiri dan itu pun memilih harga yang dua juta saja. menurut Udin yang penting bisa di pakai, bukan untuk gaya gaya agar terlihat kaya dan elegan.

Toh kerja nya juga cuma tukang kebun yang kebetulan dapat bos baik begini, Udin juga tipe pemuda yang tidak penuh ambisi. dapat segitu ya sudah alhamdulilah saja, satu hal yang sangat ia syukuri saat merantau di kota ini adalah, dia selamat dari jerat pesugihan yang sering di ambil orang orang kampung.

Andai saja dia masih di kampung halaman maka bisa saja Udin mengambil nya karena dia butuh uang dan lelah akan omongan orang orang, untung nya saja orang yang sering ghibah sudah meninggal dunia dan Udin juga sudah di kota sehingga tidak ada kemungkinan untuk ambil pesugihan itu lagi.

"Ya sudah aku pergi dulu, kau pergi saja kalau mau pergi dan pulang nya jangan malam malam karena kau tidak tau jalan." pesan Mateo.

"Iya, Bang." angguk Udin sambil tersenyum.

"Hati hati ya." Mateo segera meluncur.

"Abang juga hati hati, aku pulang jam lima lah." Udin agak berteriak dan membuka kan pintu pagar untuk Mateo.

"Terserah kau saja." Mateo tidak melarang karena cuma sampai jam lima.

"Alhamdulilah aku dapat kerja dengan orang baik ini, padahal kalau di pikir pikir aku cuma tukang kebun tapi dia sangat baik." Udin lega sekali.

"Kata nya mau pergi, cepat mandi sana." seru Mang Asep pula pada Udin.

"Iya ini mau mandi, Mang." Udin segera berlari menuju kamar nya.

Mang Asep tersenyum menatap pemuda yang sangat ceria itu, ingat dulu saat Udin pertama kali datang dia sangat kurus dan hitam sekali. tubuh nya tidak terawat dan bahkan kelihatan sudah berumur tiga puluhan, padahal kala itu umur Udin baru belasan tahun.

"Untung lah dia bisa ketemu Tuan Mateo." gumam Asep senang juga melihat nya.

Bila tidak ketemu dengan Mateo entah bagai mana pula nasib nya Udin saat di kota, hidup di kota tanpa sanak saudara dan hanya berbekal uang sedikit. mana uang itu juga di curi oleh orang, maka sudah pasti hidup Udin penuh dengan penderitaan yang tidak ada sudah nya.

"Hahhh nasib ini kok tidak ada yang tau memang, mungkin saja awal nya dia juga tidak menduga kalau akan bertemu dengan Tuan Mateo." ujar Asep lagi pelan sambil berlalu pergi dari depan rumah.

Yang nama nya nasib memang sama sekali tidak ada yang tau, mau bagai mana pun susah nya tapi kalau Allah sudah berkehendak maka semua akan baik baik saja tanpa ada yang tau jalan nya bagai mana, semua itu rahasia Allah dan kita sebagai umat hanya bisa menerima takdir sambil berusaha.

...****************...

Bintari tersentak kaget karena Lula tiba tiba saja datang dan datang nya juga dengan Arka, namun gadis ini cepat menguasai diri agar tidak kelihatan gugup sekali. bukan kah dulu juga dia sudah punya perasaan ini, namun ia bisa bersikap biasa saja saat Arka terang terangan menunjukan perasaan nya pada Lula.

Namun perbedaan nya memang sangat jauh, saat itu Arka belum tau perasaan nya sehingga dia tidak secanggung ini. kalau sekarang sudah canggung karena Arka tau perasaan nya Bintari, lebih tepat nya Bintari malu karena mencintai orang yang sama sekali tidak cinta pada diri nya ini dan malah menyukai sahabat dia.

"Tutupi perasaan mu itu, aku tidak ingin ikut malu!" geram Kendal pada Bintari.

"Bintari." Lula girang sekali karena bisa bertemu dengan sahabat lama nya.

"Ya ampun sudah lama sekali kita tidak ketemu, aku rindu sama kamu." Bintari pun memeluk Lula.

"Padahal jelas lebih cantik Bintari, tapi Arka malah naksir Lula!" Kendal yang merutuk kesal.

Memang perasan itu tidak bisa di paksakan apa bila sudah menemukan orang yang tepat, tapi masalah nya Arka ini random. antara mau Bintari tapi kadang juga mau Lula, cinta nya memang lebih besar pada Lula karena gadis itu adalah cinta pertama nya sejak masih ABG.

"Tambah cantik sekarang kau, La!" Bintari juga kagum.

"Kamu juga, ya ampun kamu dari dulu kalem dan membuat orang penasaran saja." ujar Lula.

"Apaan kalem, dari mana datang nya kalem?" Bintari tertawa lepas.

"Aku sama Arka tadi kesini, kalian enggak pernah ketemu juga kah?" Lula menarik tangan Arka.

"Hai." Arka tersenyum menatap Bintari yang juga tersenyum pada nya.

"Senyum, jangan membuat malu saja kau!" gertak Kendal karena dia tidak ingin Bintari kikuk.

Bintari menurut dan dia tersenyum pada Arka yang bergandengan tangan dengan Lula, memang Lula nya yang menggandeng tapi Arka tidak menolak sehingga Bintari pun menyimpulkan kalau mereka sudah pacaran satu sama lain. toh sekarang sudah sama sama dewasa, jadi mungkin saja memang benar kalau mereka saling cinta.

"Kita cari yang lebih oke nanti, kalau tidak pacaran saja Bapak nya!" bisik Kendal.

"Gila, Kodam gila ya begini." umpat Bintari dalam hati nya.

"Tidak apa apa lah walau Bapak nya, walau pun duda tapi masih fresh dan kelihatan usia dua puluh tahunan." ujar Kendal lagi.

Kalau saja saat ini tidak ada orang maka ingin sekali Bintari menjitak kepala Kodam nya ini, biasa nya kucing putih blo'on dan terima saja mau di buat apa saja, tapi yang ini beda karena dia mudah emosi dan jangan sekali kali di pancing emosi nya itu.

Selamat sore guys, jangan lupa like dan komen nya karena ini bab kelima. nanti ada satu bab lagi ya, insya Allah!