Kirana Larasati adalah istri sah dari David Sanjaya, pengusaha muda yang sedang naik daun. mereka sudah menikah selama lima tahun dan dikaruniai anak laki-laki laki bernama Luis Sanjaya. awal- awal pernikahan mereka selalu dipenuhi dengan kehangatan. tapi entah kenapa setelah Luis lahir, semuanya berubah. david selalu pulang malam dari perusahaannya dengan alasan sibuk, dan sikapnya yang dulu hangat menjadi sangat berubah. sampai suatu hari Kirana menemukan noda lipstik di baju kemeja milik David. dan sampai pada akhirnya sang suami mengakui bahwa dia berselingkuh dengan sekretarisnya. dan David lebih mengutamakan sekretarisnya tersebut ketimbang istri sahnya. bagaimanakah kelanjutan kisah rumah tangga mereka? apakah Kirana bisa bertahan dengan David? selamat membaca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maria Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9. BERTEMU PENGACARA
Aku terbangun di jam 4 pagi, dan aku pun segera membersihkan diriku di kamar mandi dan setelah itu langsung menunaikan ibadah sholat subuhku.
Aku melihat Luis masih tertidur dan aku mencoba meraba keningnya ternyata masih sedikit hangat.
Setelah menyelesaikan sholat subuhku, aku segera menuju dapur untuk membuatkan bubur untuk Luis dan juga menyiapkan sarapan pagi untuk kami semua.
“Selamat pagi, kak.” Sapa Laras yang baru saja keluar dari kamarnya.
“Kakak masak apa? Maaf ya, aku bangun terlambat.” Ucap adikku.
“Gak apa-apa dek, kapan kamu mau daftar kuliah?”
“Nanti awal agustus, kak. Aku juga masih menunggu ijazahku keluar.”
“Dan rencananya kamu mau kuliah ambil jurusan apa, dek?”
“Kalau Ayah dan Ibu mampu, aku mau mengambil kuliah kedokteran, kak.” Jawabnya dengan penuh harapan.
“Ya udah nanti kita omongin lagi sama Ayah dan Ibu, dek. Dan kamu tidak usah khawatir kakak juga pasti akan membantumu.” Ucapku padanya.
Dan dia pun mengucapkan terimakasih kepadaku dengan wajah yang sangat ceria.
Tidak lama Ayah dan Ibu pun keluar dari kamarnya.
“Putri ibu sudah pada bangun ya? Kalian masak apa?” tanya ibu kepada kami.
“Aku membuat bubur untuk Luis, dan juga membuat nasi goreng untuk kita semua, buk.”
Aku pun segera menata dengan rapi masakanku di meja makan. Lalu menyuruh Ayah, Ibu, dan Laras untuk duduk, sedangkan aku masuk kembali ke dalam kamar untuk membangunkan Luis.
Sampai di dalam kamar ternyata anakku sudah bangun, dan bahkan dia sudah mencuci muka dan menyikat gigi, Jadi kami pun segera menuju ruang makan untuk sarapan pagi.
“Cucu Eyang sudah bangun? Mari duduk dekat dengan Eyang, sayang.” Ucap ibuku.
Jadi aku pun duduk di sebelah Laras, dan Luis duduk dekat dengan ibu.
Aku pun segera memberikan bubur kepada Luis, dan aku mengambilkan nasi goreng untuk Ayah, Luis, Laras, dan juga untukku. Kami pun segera menikmati sarapan kami dengan tenang.
Dan aku mendengar ada orang yang mengucapkan salam di depan rumah. Aku pun segera beranjak dari tempat dudukku untuk melihat siapa yang datang.
“Assalamualaikum...” setelah aku melihat ternyata mas Agung yang datang.
“Wa'alaikumsalam...” aku pun membalas salamnya.
“Mas Agung, mari masuk mas.”
Aku pun mempersilakannya untuk masuk.
“Pakde, Bude, Laras, dan Luis di mana?” tanya mas Agung.
“Mereka semua sedang sarapan. Bagaimana kalau mas Agung juga ikut sarapan?” aku pun segera mengajak mas Agung untuk ikut sarapan bersama kami.
“Selamat pagi Pakde, Bude, Laras. Dan, hai jagoan kecil gimana kabarmu hari ini?” luis yang melihat kedatangan mas Agung pun sangat senang dan langsung berlari memeluknya.
“Kabarku baik om. Om, sendiri gimana kabarnya?” Luis pun bertanya balik.
“seperti yang kamu lihat? Om dalam keadaan sehat.”
Jawab mas agung dengan tersenyum.
“Luis, biarkan om Agung sarapan dulu ya?” pesanku pada anakku.
Dan ia pun menganggukkan kepala, tapi ia maunya mas Agung harus duduk dekat dengan dia.
“Ambilkan nasi untuk Agung, kirana.” Ucap Ayah padaku.
Aku pun segera mengambilkan nasi goreng beserta lauknya untuk mas Agung, dan kami pun melanjutkan kembali sarapan kami.
Selesai sarapan Aku, mas Agung, Ayah, dan Ibu kembali ke ruang tamu. Sedangkan Laras setelah membereskan meja makan, dia membantu Luis untuk membersihkan diri.
“Kalian berdua hari ini jadi bertemu dengan pengacara?” tanya Ayahku.
“Jadi Ayah, kebetulan hari ini kan mas Agung libur dan teman mas Agung yang pengacara itu juga sedang tidak sibuk.”
Jelasku pada ayah dan ibu.
“Iya nak, semoga saja pengacara itu bisa membantu kita untuk bisa mendapatkan hak asuh Luis.” Ucap ibu padaku
“Amin...” ucap kami berbarengan.
Aku pun pamit sebentar untuk siap- siap dan sekalian meminta ijin pada anakku untuk pergi sebentar.
“Luis, mama bisa minta ijin di kamu untuk keluar sebentar bersama om Agung?” tanyaku padanya tanpa menjelaskan kemana kami akan pergi.
“Tentu saja boleh ma. Aku di rumah bersama Eyang kakung dan Eyang putri, juga bersama tante Laras.” Ucapnya
“Kamu jangan nakal ya, nak. Nanti pulang mama belikan oleh- oleh.”
Aku pun mencium kedua pipinya dan ia mencium tanganku. Dia juga keluar dari kamar untuk menemui mas Agung.
“Om, jaga mamaku ya. Dan jangan lupa oleh-oleh untukku.” Ucap Luis kepada mas Agung.
“Siap, jagoan kecil! Nanti om belikan kue, asal Luis jangan nakal selama di rumah ya? makan banyak dan juga jangan lupa minum obat.”
Pesan mas Agung kepada Luis. anakku pun tersenyum dan menganggukkan kepala, dan mencium tangan mas Agung.
Lalu kami pun pamit kepada Ayah dan Ibu, lalu segera masuk ke dalam mobil mas Agung.
***
Akhirnya kami sampai juga di kantor pengacara temannya mas Agung.
Perjalanan dari rumahku ke kantor pengacara itu memakan waktu 1jam.
Kantor yang lumayan besar dan luas. Dan ternyata juga satu kali dengan rumahnya si pengacara itu.
Setelah kami turun dari mobil, asisten rumah tangga teman mas Agung menyapa kami di luar.
“Pak Agung dan ibu Kirana?” tanyanya pada kami.
“Iya, betul. Apa pak Faisalnya ada di rumah?” tanya mas agung pada asisten itu.
“Beliau ada di kantornya. Tadi beliau berpesan kepada saya, kalau ada temannya yang datang, saya disuruh mengantarkan bapak dan ibu ke ruangannya.” Ucap asistennya itu.
Kami pun segera mengikuti asistennya itu menuju ruangan pak Faisal.
Kami menaiki lift sampai di lantai 4, karena memang kantor itu memiliki 5 lantai dan lumayan luas.
Dan menurut asistennya untuk lantai 5 itu adalah gudang, tempat untuk menyimpan berkas-berkas klien yang pernah ditangani oleh pak Faisal.
Setelah sampai di lantai 5, asisten itu pun langsung mengetuk pintu ruangan pak Faisal dan terdengar suar dari dalam yang menyuruh kami untuk masuk.
“Permisi pak, aku mengantarkan teman bapak ke sini.” ucapnya kepada pak Faisal.
Pak Faisal pun langsung berdiri dan menyapa mas Agung dan memeluknya.
“Hei Gung, apa kabar bro?” sapanya sambil tersenyum.
“Baik, seperti yang kamu lihat. Semakin makmur aja kamu, Sal.” Ucap mas Agung kepada pak Faisal.
“Biasa aja bro, justru kamu tuh yang semakin hebat. Udah seorang dokter dan ternyata mempunyai perusahaan sendiri lagi.”
Ucapnya memuji mas Agung, dan mereka berdua pun saling bercanda dan tertawa.
“Upss...maaf ya sampai lupa kalau kamu datang bersama calon klienku. Ini yang kamu ceritakan padaku ya, Gung?” tanya pak Faisal kepada mas Agung.
“Iya ini namanya Kirana, yang membutuhkan bantuanmu.” Jawabnya.
“Oke, ada baiknya kalian duduk dulu. Putri, tolong buatkan minuman untuk tamuku dan juga jangan lupa cemilannya.” Ucap pak Faisal kepada asistennya.
Kemudian putri pun keluar dari ruangan itu untuk membawakan apa yang dipesankan oleh bosnya.
“Jadi masalahnya gimana? Ibu Kirana, bisa menceritakan kepadaku.”
Aku pun menceritakan semuanya kepada pak Faisal dari awal hingga akhir, dan juga menceritakan tentang perebutan hak asuh anak.
“Apakah ibu kirana mempunyai bukti perselingkuhan mantan suami ibu.” tanya pak Faisal.
“Iya, aku punya bukti yang banyak tentang pengiriman uang dari mas David kepada selingkuhannya itu. Ada juga cctv di rumah sakit yang ada di ruangan anakku dirawat, di situ memperlihatkan tentang mas David yang membawa selingkuhan dan juga menamparku hanya demi perempuan itu. ada juga cctv di kantor mas David yang ada di ruangannya, disitu terlihat banyak adegan mesra di antara keduanya.” Jelasku kepada pak Faisal.
“Kalau begitu simpan dulu bukti itu baik-baik, Itu akan menjadi senjata ampuh untuk mengambil hak asuh anak ibu.” Ucapnya lagi padaku.
“Dan sekarang apa pekerjaan ibu Kirana?” tanyanya lagi.
“Kirana, mulai hari senin akan bekerja di perusahaanku dengan posisi sebagai wakil direktur keuangan.” Jawab mas Agung.
“Kalau begitu Gung, kamu harus menyiapkan slip gaji ibu Kirana. Supaya nanti di pengadilan kalau hakim menanyakan apa pekerjaan ibu Kirana dan berapa gaji setiap bulannya, kita bisa menunjukkan buktinya supaya mereka bisa memberikan hak asuh kepada ibu Kirana. Bagaimanapun juga ibu Kirana harus ada pekerjaan yang bisa untuk membiayai hidup dia dan anaknya.” Jelas pak faisal kepada kami berdua.
“Oke, baiklah kalau begitu. Berarti semua sudah aman ya? dan Kirana, kamu bisa mengumpulkan bukti-bukti secepat itu, hebat kamu.” Ucap mas Agung padaku dengan terheran-heran.
“Tentu saja aku tidak bodoh, mas Agung. Aku tau suatu saat pasti mereka akan berusaha mengambil hak asuh Luis. Makanya aku minta bantuan dari asisten mas David untuk memberikan aku bukti cctv perselingkuhan mas David yang ada di ruangannya, dan juga aku meminta bantuan security yang ada di rumah sakit untuk memberikan bukti cctv di saat dia datang ke rumah sakit beserta mantan mama mertuaku yang juga datang saat itu.” Jelasku pada mas david.
“Wah...pintar kamu Kirana, tidak salah aku memilih kamu menjadi wakil direktur di perusahaanku.” Puji mas Agung
“Mas nih...biasa ajalah!” ucapku padanya sambil tersipu malu.
“Hmmm... Jadi, sudah beres ya.” Deheman pak Faisal menyadarkanku.
“Sudah beres semua pak.”
“Oh iya, sampai lupa. Sidang pertamanya kapan?" Tanya pak Faisal.
“Sidang pertamaku akan digelar jumat depan, pak”
“Oke, kalau begitu. Ya sudah, karena ini pertemuan pertamaku bersama Agung setelah sekian lama tidak bertemu. Maka, aku akan mentraktir kalian berdua di cafe langgananku. Gimana? Kebetulan saat ini jamnya makan siang.” tanyanya pada kami berdua.
“Kalau aku sih terserah dari Kirana saja. Gimana?” tanya mas Agung
“Aku setuju mas, lagian ajakan dari teman lama itu jangan ditolak.” Balasku.
Mereka berdua pun tersenyum padaku, dan kami segera keluar dari kantor itu menuju cafe yang direkomendasikan oleh pak Faisal.
Pak Faisal membawa mobilnya sendiri, karena sepulang dari cafe, kami akan kembali menuju rumah masing-masing.
***
Dalam waktu 30 menit perjalanan akhirnya kami sampai di cafe langganan pak Faisal.
Cafe yang kelihatan sangat sederhana ketika dilihat dari luar, tapi ketika kamu masuk ke dalam, kamu akan sangat terpesona dengan designnya karena begitu indah dan elegan.
Kami bertiga memilih tempat sebelah ujung yang dari dalam akan terlihat kolam renang dengan air yang sangat jernih dan juga sejuk.
Pak Faisal pun segera memesan makanan untuk kami bertiga.
Sambil menunggu pesanan datang, kami bertiga mengobrol sambil bercanda dan tertawa.
Tapi obrolan kami terhenti saat ada yang memanggilku.
“Kirana...” aku pun segera menoleh ke arah suara yang memanggilku.
Ternyata dia adalah wanita pelakor itu, rahangku mengeras melihat wanita yang telah menghancurkan hidup keluargaku dan juga membuat anakku harus kehilangan kasih sayang dari ayahnya.
Dan ternyata dia tidak sendiri, dia datang bersama mantan suami dan juga mantan mertuaku.
“Wah... hebat kamu Kirana? Baru saja ditalak, kamu sudah berani jalan dengan dua pria dan tanpa Luis ikut bersamamu.” Ucap mantan mertuaku itu.
“Itu bukan urusan anda! Saya mau jalan dengan siapapun itu bukan urusan kalian. Lebih baik anda urus saja anak anda dan pelakor itu. Intinya aku tidak pernah melakukan perselingkuhan di saat aku masih bersama putramu itu.”
Jawabku tanpa ada rasa takut sedikitpun.
“Sudahlah bu, kita ke sini mau makan bukan untuk ribut dengan dia. Kita tinggal tunggu saja keputusan dari pengadilan nanti. Aku yakin dia akan kalah, dan Luis akan tinggal bersama kita.”
Ucap si pelakor itu dengan penuh percaya diri.
Muak sekali rasanya melihat wajah wanita itu, Ingin sekali aku mencakar wajahnya, tapi aku tidak mau membuat masalah tambah rumit, kita tunggu saja tanggal mainnya pelakor kecil.
Mereka pun segera mencari tempat untuk mereka duduk.
Mantan mertua melihatku dengan sinis, seolah-olah aku ini kuman yang harus dimusnahkan, tapi aku tidak mau terlalu memusingkan semuanya ini.
“Kamu yang sabar Kirana, jangan terpancing emosi. Biarkan saat ini mereka merasa menang, tapi nanti kita yang akan tertawa di atas rasa malu mereka.” Hibur mas Agung kepadaku.
“Jadi itu mantan suamimu, Kir?” tanya pak Faisal
Aku pun menganggukkan kepalaku kepada pak Faisal.
Tidak lama kemudian pesanan kami pun datang, dan aku pun pamit kepada mereka berdua untuk ke toilet sebentar.
Setelah aku keluar dari toilet, aku kaget ada yang menarik lenganku dan di saat aku mau berteriak, dia langsung membekap mulutku dan menarikku ke ujung belakang.
Ketika sampai di ujung belakang, dia langsung membalikkan badanku, dan aku pun terkejut,
“KAMU...??”
***BERSAMBUNG***
gitu donk jangan mau d tindas