NovelToon NovelToon
Istri Yang Disia Siakan

Istri Yang Disia Siakan

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Ibu Mertua Kejam / Tamat
Popularitas:428.6k
Nilai: 4.9
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"mas belikan hp buat amira mas dia butuh mas buat belajar" pinta Anita yang ntah sudah berapa kali dia meminta
"tidak ada Nita, udah pake hp kamu aja sih" jawab Arman sambil membuka sepatunya
"hp ku kamarenya rusak, jadi dia ga bisa ikut zoom meating mas" sanggah Nita kesal sekali dia
"udah ah mas capek, baru pulang kerja udah di sodorin banyak permintaan" jawab Arman sambil melangkahkan kaki ke dalam rumah
"om Arman makasih ya hp nya bagus" ucap Salma keponakan Arman
hati Anita tersa tersayat sayat sembilu bagaimana mungkin Arman bisa membelikan Salma hp anak yang usia baru 10 tahun dan kedudukannya adalah keponakan dia, sedangkan Amira anaknya sendiri tidak ia belikan
"mas!!!" pekik Anita meminta penjelasan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2 SUDUT PANDANG

Arman duduk di sudut kantin kantor, menatap kosong ke piring makanannya yang hampir tak tersentuh. Sesekali ia mengaduk nasi dengan sendok tanpa benar-benar berniat menyuapkannya ke mulut. Pikirannya terlalu penuh dengan berbagai hal.

"Tumben lo makan di kantin?"

Arman tersentak dari lamunannya. Bobi, sahabatnya sejak lama, sudah duduk di depannya dengan sepiring makanan.

"Iya," jawab Arman singkat.

Bobi menaikkan alis. "Biasanya kan lo bawa bekal dari rumah. Ada apa?"

Arman menghela napas panjang sebelum menjawab, "Istri gue enggak masak hari ini."

Bobi menatapnya dengan bingung. "Kenapa enggak masak?"

Arman mengusap wajahnya dengan lelah. "Uang belanja dipegang ibu semua."

Bobi langsung meletakkan sendoknya. "Lo serius?"

Arman hanya mengangguk.

Bobi menggelengkan kepala, ekspresinya menunjukkan ketidaksetujuan. "Man, lo dzalim sama istri sendiri."

Arman mengernyit. "Apa maksud lo?"

"Lo itu suami, Man. Kewajiban lo yang utama adalah menafkahi istri dan anak. Kalau ke orang tua, itu jatuhnya bakti, bukan kewajiban utama. Orang tua cukup lo pastikan hidup nyaman, rumah enggak bocor, makan enak. Itu sudah cukup."

Arman terdiam. Ada pergolakan dalam hatinya.

"Tapi, gue takut dosa sama orang tua, Bi," ujarnya pelan.

Bobi menatapnya tajam. "Emang lo pikir enggak memberi nafkah ke istri itu bukan dosa?"

Arman tertunduk. Ia tak bisa membantah.

Bobi melanjutkan, "Lo sadar enggak kalau hidup lo begini terus, istri lo akan menderita? Gue bukannya mau ikut campur, tapi lo bisa kok cari solusi. Lo punya gaji lebih dari cukup, kenapa enggak coba pisah rumah dari orang tua? Cicil rumah menengah, biar istri lo bisa atur keuangan sendiri."

Arman menghela napas. "Gue juga bingung, Bi. Selama ini gaji gue dibagi tiga: buat gue, buat Anita, dan buat ibu. Tapi sekarang gue bahkan enggak tahu uangnya ke mana."

Seketika, pemikiran itu membuatnya curiga. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa mungkin Anita yang boros. Tapi kalau dipikir ulang, Anita tidak pernah mengeluh soal uang.

"Apa jangan-jangan Anita yang boros?" gumamnya.

Bobi menatap Arman dengan ekspresi kecewa. "Lo enggak sadar ya? Gue kasih tahu satu hal: selama ini istri lo yang bikin hidup lo nyaman."

Arman terdiam.

"Gue kasih contoh ya, Man. Gue juga dulu gaji enggak seberapa. Tapi gue serahin semua ke istri. Sekarang? Istri gue punya usaha sendiri, rumah sudah lunas, bahkan gue bisa bikin rumah buat mertua dan rumah orang tua gue sendiri. Kenapa? Karena istri yang ngelola keuangan dengan baik."

Arman merasa dadanya semakin sesak. Ia tidak pernah melihat dari sudut pandang itu sebelumnya.

"Jangan memilih, Man," lanjut Bobi. "Istri dan orang tua itu dua kewajiban yang berbeda. Lo harus menjalankan dua-duanya, dan nanti Allah yang kasih jalan. Tapi kalau lo terus memilih, pasti ada yang tersakiti."

Arman hanya bisa terdiam, merenungkan kata-kata sahabatnya. Ada sesuatu yang mengguncang hatinya. Untuk pertama kalinya, ia mulai mempertanyakan keputusannya selama ini.

Arman duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer dengan kosong. Seharusnya ia menyelesaikan laporan bulanan yang harus dikirim ke atasan sore ini, tetapi pikirannya tak bisa fokus. Kata-kata Bobi di kantin tadi terus terngiang di kepalanya.

"Kamu pikir nggak ngasih nafkah ke istri itu bukan dosa?"

Arman menghela napas panjang. Ia merasa seperti ditampar kenyataan. Selama ini, ia selalu berpikir bahwa memberikan seluruh gajinya kepada ibunya adalah bentuk bakti. Tetapi, jika itu membuat istri dan anaknya menderita, apakah masih bisa disebut sebagai tindakan yang benar?

Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuyarkan lamunannya.

Tok! Tok! Tok!

"Pak Arman?"

Arman mengangkat kepala dan melihat Bianka berdiri di ambang pintu dengan senyum lembut. Perempuan itu mengenakan gamis pastel yang anggun, membuatnya tampak lebih tenang dan dewasa dibanding biasanya.

"Saya cuma mau mengucapkan terima kasih. Gamis yang Bapak belikan kemarin sangat saya suka," ujar Bianka.

Arman tersenyum tipis, berusaha mengabaikan kegelisahannya. "Sama-sama. Yang penting cocok dan nyaman dipakai."

Bianka tersenyum lebih lebar, lalu melangkah masuk tanpa menunggu dipersilakan. Ia duduk di kursi di depan meja kerja Arman, seperti sudah terbiasa berbicara dengannya.

"Pak Arman kelihatan tidak baik-baik saja hari ini," kata Bianka dengan suara lembut.

Arman menghela napas, berusaha menata pikirannya. "Banyak pikiran saja."

Bianka menatapnya penuh perhatian. "Kalau boleh tahu, ada masalah apa? Saya mungkin bisa membantu."

Arman ragu sejenak. Seharusnya ia tidak curhat pada Bianka. Tapi ada sesuatu dalam sorot mata wanita itu yang membuatnya merasa nyaman.

Akhirnya, kata-kata mengalir dari mulutnya. Ia menceritakan bagaimana seluruh gajinya diberikan kepada ibunya, bagaimana Anita selalu menanggung beban rumah tangga tanpa memiliki kendali atas keuangan, dan bagaimana ia mulai merasa ada yang salah dalam pernikahannya.

Bianka mendengarkan dengan penuh perhatian, lalu menghela napas panjang. "Saya turut prihatin, Pak," ujarnya. "Tapi menurut saya, istri itu tidak boleh menjadi beban bagi suami."

Arman mengernyit. "Maksudnya?"

Bianka tersenyum tipis. "Lihat saya, Pak. Saya seorang janda, tapi saya tidak pernah menggantungkan hidup saya pada orang lain. Saya bekerja, saya mandiri, dan saya bisa membanggakan diri sendiri. Saya percaya, istri yang baik itu bukan hanya duduk diam di rumah, mengandalkan suami untuk segalanya. Istri yang baik harus bisa membantu meringankan beban suami, bukan malah menjadi beban."

Arman terdiam. Kata-kata Bianka terasa seperti racun manis yang menyusup ke pikirannya.

"Menurut saya, istri itu seharusnya bisa mencari uang sendiri," lanjut Bianka. "Bukan hanya menunggu diberi. Kalau istri bisa bekerja, bisa menghasilkan uang sendiri, dia tidak akan diremehkan oleh keluarga suami. Dia bisa berdiri tegak dan membanggakan suaminya, bukan justru jadi bahan olok-olok."

Jantung Arman berdetak lebih cepat. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Bianka ada benarnya. Selama ini, ibunya dan adik-adiknya memang sering mengolok-olok Anita karena hanya menjadi ibu rumah tangga. Mereka selalu mengatakan bahwa Anita hanya bisa menghabiskan uang Arman tanpa berkontribusi apa pun.

Mungkinkah… ini akar dari semua masalah? pikirnya.

Mungkinkah selama ini ia salah karena membiarkan Anita hanya berdiam diri di rumah?

"Pak Arman," suara Bianka kembali membuyarkan lamunannya.

Arman menatap wanita itu.

"Saya percaya, laki-laki seperti Bapak pasti ingin istri yang bisa dibanggakan, kan?"

Arman menelan ludah. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

Bianka tersenyum lembut, lalu bangkit berdiri. "Kalau Bapak butuh teman bicara lagi, saya selalu ada."

Ia berjalan menuju pintu, tetapi sebelum pergi, ia sempat berbalik dan berkata, "Oh iya, kalau ada waktu, kita bisa nonton bareng. Sekadar refreshing biar nggak stres."

Setelah Bianka pergi, Arman kembali tenggelam dalam pikirannya.

Pikirannya semakin kacau.

Ia benar-benar bingung.

1
Memyr 67
𝗅𝖺𝗄𝗌𝗆𝗂 𝗄𝖺𝗇 𝗇𝗀𝖺𝗇𝗍𝖾𝗋 𝖽𝖾𝗐𝗂 𝗄𝖾 𝗋𝗎𝗆𝖺𝗁 𝗌𝖺𝗄𝗂𝗍, 𝗒𝗀 𝗇𝖾𝗆𝗎 𝗄𝖾𝗋𝗍𝖺𝗌 𝗆𝗂𝗋𝖺, 𝗄𝖾𝗇𝖺𝗉𝖺 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗅𝖺𝗄𝗌𝗆𝗂 𝗒𝗀 𝗇𝗀𝖺𝗆𝗎𝗄 𝗁𝖺𝖻𝗂𝗌 𝖻𝖺𝖼𝖺 𝗌𝗎𝗋𝖺𝗍? 𝗈𝗍𝗁𝗈𝗋 𝗇𝗀𝖺𝗐𝗎𝗋 𝗇𝗂. 𝗄𝖺𝖼𝖺𝗎 𝖺𝗆𝖺𝗍 𝖼𝖾𝗋𝗂𝗍𝖺𝗇𝗒𝖺.
Memyr 67
𝗃𝗂𝗄𝖺 𝖺𝗋𝗆𝖺𝗇 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌 𝗆𝖾𝗇𝗀𝗂𝗄𝗎𝗍𝗂 𝗂𝖻𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗒𝗀 𝗌𝖺𝗅𝖺𝗁, 𝗍𝗂𝖽𝖺𝗄 𝖺𝖽𝖺 𝗐𝖺𝗇𝗂𝗍𝖺 𝗒𝗀 𝖻𝗂𝗌𝖺 𝖻𝖾𝗋𝗍𝖺𝗁𝖺𝗇 𝗆𝖾𝗇𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗂𝗌𝗍𝗋𝗂𝗇𝗒𝖺. 𝗄𝖺𝗋𝖾𝗇𝖺 𝗂𝗌𝗍𝗋𝗂 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝖺𝗋𝗆𝖺𝗇 "𝗁𝖺𝗇𝗒𝖺" 𝖽𝗂𝖺𝗇𝗀𝗀𝖺𝗉 𝗈𝗋𝖺𝗇𝗀 𝗅𝖺𝗂𝗇, 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗍𝗂𝖽𝖺𝗄 𝖻𝖾𝗋𝗁𝖺𝗄 𝖺𝗍𝖺𝗌 𝗇𝖺𝖿𝗄𝖺𝗁 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝖺𝗋𝗆𝖺𝗇. 𝖻𝖾𝗀𝗂𝗍𝗎 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝖺𝗇𝖺𝗄𝗇𝗒𝖺. 𝗂𝗍𝗎 𝖺𝗇𝖺𝗄 𝗒𝗀 𝗅𝖺𝗁𝗂𝗋 𝖽𝖺𝗋𝗂 𝗐𝖺𝗇𝗂𝗍𝖺 𝗒𝗀 𝖻𝗎𝗄𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺𝗇𝗒𝖺, 𝗃𝖺𝖽𝗂 𝗃𝗎𝗀𝖺 𝖻𝗎𝗄𝖺𝗇 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝖽𝗂𝖺. 𝖽𝖺𝗇 𝗂𝖻𝗎𝗇𝗒𝖺 𝖺𝗋𝗆𝖺𝗇 𝖺𝗄𝖺𝗇 𝗌𝖺𝗄𝗂𝗍 𝗁𝖺𝗍𝗂 𝗌𝖾𝗄𝖺𝗅𝗂 𝗃𝗂𝗄𝖺 𝖺𝗇𝖺𝗄 𝗄𝖺𝗇𝖽𝗎𝗇𝗀𝗇𝗒𝖺 𝗂𝗍𝗎 𝗆𝖾𝗆𝖻𝖾𝗋𝗂 𝗄𝖾𝗉𝖺𝖽𝖺 𝖺𝗇𝖺𝗄 𝗄𝖺𝗇𝖽𝗎𝗇𝗀𝗇𝗒𝖺 𝗒𝗀 𝗆𝖾𝗇𝗎𝗋𝗎𝗍 𝗂𝖻𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗂𝗍𝗎 "𝖺𝗇𝖺𝗄 𝗈𝗋𝖺𝗇𝗀 𝗅𝖺𝗂𝗇". 𝗍𝗂𝖽𝖺𝗄 𝗉𝗎𝗇𝗒𝖺 𝗁𝖺𝗄.
Firman Firman
Alhamdulillah 🤲 telah selesai terimakasih athour telah memberikan cerita yg menarik 👍semoga kedepannya lebih baikdan sukses lagi
Firman Firman
rasain tu pria hidung belang 😂😂🤭 jadi wanita sekarang
Firman Firman
Alhamdulillah 🤲 semua impianmu terkabul dan harapan mu mnjadi nyata amin🤲
Firman Firman
itulah karma mu wanita jalang 😡
Firman Firman
makan tu harta makan tu martabat dan derajat 😂😂🤭
Firman Firman
lebih baik melihara mafia dari pada anak selingkuhan seperti ular yg GK tau diri 😂😂
Firman Firman
lnjut
Firman Firman
biarin aja kalau keluarga iblis betina itu masuk penjara seumur hidup 😂😂🤭
Firman Firman
lnjut mngkanya nasi up salah 🤭 mngkanya jadi orang gak usah cuma wa makan tu hutang 😂😂🤭
Memyr 67
𝗆𝖾𝗇𝗎𝗇𝗀𝗀𝗎 𝗀𝖾𝖻𝗋𝖺𝗄𝖺𝗇 𝖺𝗇𝗂𝗍𝖺 𝗉𝖺𝖽𝖺 𝗄𝖾𝗅𝗎𝖺𝗋𝗀𝖺 𝗍𝗈𝗑𝗂𝖼 𝗌𝗎𝖺𝗆𝗂𝗇𝗒𝖺
Firman Firman
lnjut
Firman Firman
dasar wanita gila merasa diri paling benar merasa diri paling di permalukan pergi aja lestari dari rumh neraka itu 😡😡
Firman Firman
ya kok tau tau punya jet pribadi dan bnyak bodigat diakan buronan sekarang
Firman Firman
lnjut,,waduh bisa gawat kalau wanita jalang itu gerak cepet 😡
Firman Firman
dasar wanita liar wanita binal anak bodoh
Firman Firman
semua jawaban ada ditangan athour 😂😂🤭
Firman Firman
lnjut
Firman Firman
Alhamdulillah 🤲 ketemu cucu nya yg menjadi malaikat penolong
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!