NovelToon NovelToon
Jodohku Si Anak Band

Jodohku Si Anak Band

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cintapertama
Popularitas:9
Nilai: 5
Nama Author: santisnt

Melodi terpaksa menerima perjodohan yang sebenarnya ditujukan untuk kakaknya. Ia dinikahkan dengan Gilang, gitaris sekaligus vokalis terkenal berusia 32 tahun—pria dingin yang menerima pernikahan itu hanya demi menepati janji lama keluarganya.

Sebelum ikut ke Jakarta, Melodi meminta sebuah perjanjian pribadi agar ia tetap bisa menjaga batas dan harga dirinya. Gilang setuju, dengan satu syarat: Melodi harus tetap berada dekat dengannya, bekerja sebagai asisten pribadinya.

Namun sesampainya di Jakarta, Melodi mendapati kenyataan pahit:
Gilang sudah memiliki seorang kekasih yang selalu berada di sisinya.

Kini Melodi hidup sebagai istri yang tak dianggap, terikat dalam pernikahan tanpa cinta, sambil menjalani hari-hari sebagai asisten bagi pria yang hatinya milik orang lain. Namun di balik dinginnya Gilang, Melodi mulai melihat sisi yang tak pernah ditunjukkan sang selebritis pada dunia—dan perasaan yang tak seharusnya tumbuh mulai muncul di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santisnt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

mogok

Melodi masih mengeluh sambil mendorong motornya ketika suara klakson terdengar dari belakang. Ia menoleh, sedikit kesal karena mengira ada pengendara yang ingin lewat. Namun rasa kesalnya seketika hilang berganti shock ketika melihat sebuah mobil hitam berhenti tepat di belakangnya.

Pintu mobil terbuka, dan sosok yang sangat ia kenal turun dari sana.

“Melodi?” Dimas mendekat dengan ekspresi heran, matanya langsung menangkap ban motor yang kempes.

Melodi berdiri kikuk, jantungnya seolah berhenti sepersekian detik.

Loh… Pak Dimas? Bukannya rumahnya bukan daerah sini? batinnya kaget, tapi tak berani mengucapkannya langsung.

“Kenapa kamu dorong motor? Ban-nya kempes?” tanya Dimas, nadanya penuh cemas.

Melodi hanya mengangguk canggung, masih terkejut dengan kemunculan bosnya di tempat yang bahkan menurutnya… tidak searah sama sekali.

“Ayo bareng aja kalau gitu,” ucap Dimas setelah melihat kondisi motor Melodi. “Rumah kamu masih jauh kan? Bisa keburu magrib kalau dorong motor.”

“Nggak usah, Pak Dimas… nanti juga ada bengkel kok di depan,” jawab Melodi pelan, mencoba menolak halus.

“Tapi itu masih jauh, Melodi.” Dimas menatapnya serius. “Panggil kak aja, kita kan bukan lagi di kantor. Nanti motor kamu biar supir aku yang urus.”

“Nggak usah, kasihan supirnya, Pak—eh… maksudnya…” Melodi kebingungan sendiri. “Nanti ini jadi urusan saya aja.”

Belum sempat ia menambahkan alasan lain, ponsel Melodi berdering. Di layar tertera nama Ibu. Melodi langsung mengangkatnya.

“Ibu?”

Dimas mendengar percakapan singkat itu dan menghela napas kecil.

“Nah, kan… udah dicariin. Yaudah, ayo bareng aja. Nanti motor kamu biar supir aku yang anter ke rumah.”

“Tapi… nggak ngerepotin Kak… Dimas?” Melodi memperbaiki panggilannya cepat-cepat. “Ini kan nggak searah rumah kakak.”

“Nggak apa-apa,” jawab Dimas sambil tersenyum kecil. “Hitung-hitung… jalan berdua, kan?”

Jalan berdua? batin Melodi langsung riuh sendiri, jantungnya ikut berdebar tanpa permisi

Melodi masih berdiri bengong di pinggir jalan, sementara Dimas sudah melangkah ke arah mobilnya. Dengan tenang ia memberi instruksi pada sopirnya.

“Pak, bawa motor Melodi ke bengkel ya. Nanti saya transfer. Mobilnya biar saya yang bawa.”

“Baik, Pak,” jawab sang sopir sopan.

Dimas kembali ke sisi penumpang dan membuka pintu depan mobil. Ia menoleh—dan mendapati Melodi masih terpaku di tempat, memandang jalan kosong seolah pikirannya tertinggal di belakang.

“Melodi,” panggil Dimas sambil mengangkat alisnya, “jadi pulang nggak? Atau kamu masih mau mandangin jalan? Nyokap kamu tuh udah nunggu.”

Sontak Melodi tersadar. “Ah—iya, iya!”

Ia buru-buru menghampiri. Sebelum masuk, ia sempat menoleh ke sopir yang sedang menaikkan motornya.

“Pak, nitip motor ya… maaf jadi merepotkan.”

“Nggak masalah, Mbak,” jawab sopir itu sambil tersenyum. “Santai aja.”

Melodi mengangguk pelan lalu masuk ke mobil, sementara Dimas menutupkan pintunya dengan gestur natural… tapi cukup membuat Melodi makin canggung.

Selama di dalam mobil, Melodi hanya memandangi jendela, membiarkan suara jalanan menggantikan percakapan yang sulit ia mulai. Tangannya menggenggam tas erat-erat, seolah sedang menahan pikiran yang menumpuk sejak siang.

“Udah makan?” tanya Dimas tiba-tiba, nadanya santai.

Ia jeda sebentar lalu menambahkan, “Maksudnya… mau mampir ke kafe dulu nggak?”

Melodi reflek menggeleng. “Udah, Pak.”

Dimas melirik sebentar. “Kok Pak sih? Panggil kak aja. Kita kan nggak lagi di kantor.”

Melodi tersentak kecil, segera membenarkan diri.

“Iya—maaf, Kak. Aku nggak lapar… kebetulan juga ibu lagi nunggu di rumah.”

“Oh, gitu.” Dimas mengangguk pelan. “Nggak apa-apa. Next time berarti kita jalan sambil ngopi.”

Melodi terdiam. Kata kita membuat jantungnya sempat melompat aneh, tapi ia tetap menatap jalanan, pura-pura biasa saja.

“Boleh, kan?” lanjut Dimas dengan nada lebih lembut. “Nanti Kak Dimas izin sama ibu deh.”

Melodi menelan ludah, berusaha terdengar netral.

“Ah… iya, boleh.”

Setelah itu tidak ada lagi percakapan. Hanya suara mesin mobil dan lampu-lampu kota yang bergerak mundur di balik kaca, sementara pikiran Melodi makin penuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!