Gayatri, seorang ibu rumah tangga yang selama 25 tahun terakhir mengabdikan hidupnya untuk melayani keluarga dengan sepenuh hati. Meskipun begitu, apapun yang ia lakukan selalu terasa salah di mata keluarga sang suami.
Di hari ulang tahun pernikahannya yang ke-25 tahun, bukannya mendapatkan hadiah mewah atas semua pengorbanannya, Gayatri justru mendapatkan kenyataan pahit. Suaminya berselingkuh dengan rekan kerjanya yang cantik nan seksi.
Hidup dan keyakinan Gayatri hancur seketika. Semua pengabdian dan pengorbanan selama 25 tahun terasa sia-sia. Namun, Gayatri tahu bahwa ia tidak bisa menyerah pada nasib begitu saja.
Ia mungkin hanya ibu rumah tangga biasa, tetapi bukan berarti ia lemah. Mampukan Gayatri membalas pengkhianatan suaminya dengan setimpal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GAYATRI 07
“Kenapa, Bu?”
Keandra yang baru saja pulang jogging, mendekati sang ibu yang terlihat khawatir.
“Andra, cepat ambil motormu dan antar Ibu ke rumah Nadya,” katanya dengan nada panik.
“Apa? Sekarang, Bu?”
“Iya, cepat!”
“O-oke, Ibu tunggu sebentar.” Keandra mengangguk cepat dan langsung pergi menyalakan motornya.
Kemudian, keduanya langsung melesat pergi ke rumah Nadya yang tak jauh dari rumah mereka.
Nadya tinggal seorang diri di sebuah unit apartemen semenjak bercerai dengan suaminya.
“Ada apa sebenarnya, Bu? Kenapa wajah Ibu kelihatan panik. Apakah terjadi sesuatu?” tanya Keandra banyak saat mereka akhirnya tiba di tempat tujuan.
“Nanti saja Ibu ceritakan. Di rumah nomor berapa Nadya tinggal? Kau tahu tempatnya, kan? Ayo cepat bawa Ibu ke sana.”
Mendengar nada suara sang ibu yang terdengar khawatir, Keandra menuntun sang ibu ke rumah Nadya tanpa bertanya lebih banyak.
Gayatri dan Keandra tiba di depan unit apartemen Nadya. Pemandangan yang menyambut mereka langsung membuat jantung Gayatri berdegup kencang.
Garis polisi kuning membentang di depan pintu, dan beberapa petugas berseragam tampak sibuk keluar masuk unit apartemen.
"I-ibu, ada apa ini?" Keandra bertanya dengan nada bingung, matanya memindai kerumunan orang di sekitar mereka.
Gayatri tak menjawab. Kakinya terasa lemas, namun ia memaksakan diri untuk melangkah maju. Di tengah kerumunan, ia melihat sosok yang sangat dikenalnya.
Suaminya itu tengah memeluk Nadya erat-erat. Nadya terlihat sangat terpukul, tubuhnya bergetar hebat dalam pelukan Mahesa.
Tanpa ragu, Gayatri menerobos masuk ke dalam unit apartemen. Keandra mengikuti dari belakang, masih dengan ekspresi bingung dan khawatir.
"Mas!" seru Gayatri, suaranya terdengar bergetar.
Mahesa menoleh, matanya memerah. Ia melepaskan pelukannya dari Nadya dan menatap Gayatri dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Gayatri? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Mahesa, suaranya serak.
"Aku ... aku khawatir pada Nadya. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimanan dengan keaadanmu?" tanya Gayatri, matanya beralih pada Nadya yang masih terisak.
Nadya tak menjawab. Ia hanya menatap kosong ke arah Gayatri, air mata terus mengalir di pipinya.
"Nad, ada apa? Ceritakan padaku," kata Gayatri lembut, mendekati Nadya dan meraih tangannya.
Nadya tersentak. Ia menarik tangannya dari genggaman Gayatri dan menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
"Jangan sentuh aku! Ini semua gara-gara kamu!" teriak Nadya histeris.
“A-apa? Kenapa kau berkata begitu, Nadya? Apa salahku?” tanya Gayatri heran.
“Gayatri, sebaiknya kau pulang. Nadya masih sangat shock sekarang. Kehadiranmu hanya akan memperburuk keadaannya saja,” kata Mahesa ketus, masih sambil menenangkan Nadya yang gemetar ketakutan.
Keandra yang melihat itu, menatap sang ayah dengan curiga. Ia laki-laki yang beranjak dewasa, dan ia tahu sikap Mahesa terhadap Nadya bukanlah sikap terhadap teman biasa.
Lalu, Keandra mendekati sang ibu dan meraih lengannya. “Ayo, Bu. Sebaiknya kita pulang saja. Tuan Mahesa pasti bisa menangani semuanya sendirian.
“Tapi ….” Melihat tatapan memohon Keandra, Gayatri akhirnya luluh. “Baiklah.”
Mereka kemudian berjalan keluar dari apartemen Nadya yang berantakan. Gayatri sempat menatap suaminya yang kembali terlihat memeluk Nadya. Tak ayal, ia merasa cemburu dan juga sesak. Istri mana yang rela melihat suaminya memeluk wanita lain?
Tetapi, Gayatri memilih untuk berpikiran positif, mungkin saja suaminya hanya khawatir dan memeluk Nadya hanya untuk menenangkannya saja, tak lebih.
•••
Selepas kepergian Gayatri dan Keandra. Mahesa memeluk dan mengecup kening Nadya untuk menenangkan perempuan itu sambil mengucap maaf berkali-kali.
"Aku takut, Mahesa, aku takut. Kenapa kau tidak datang menolongku semalam? Aku takut, aku benar-benar takut," kata Nadya, suaranya bergetar, jelas sekali bahwa ia merasa trauma.
"Iya, aku tahu, maafkan aku yang tidak datang untuk membantumu. Tetapi, tenanglah, semuanya sudah berlalu, Nadya. Polisi sedang mencari pencuri itu. Kau tenang, ya?"
Alih-alih merasa tenang, Nadya justru semakin meledak-ledak. Ia mendorong dada Mahesa menjauh sambil menatapnya dengan sorot tajam.
"Tenang katamu? Tenang? Apa kau tahu apa yang aku rasakan semalam? Apa kau tahu bagaimana rasanya diancam? Tidak, kan?!" makinya kesal.
Mahesa berubah gagap, merasa sudah salah bicara sambil berusaha untuk memeluk Nadya lagi. Tetapi perempuan itu menolaknya.
"Apa kau tahu pencuri itu juga berusaha untuk menyentuh tubuhku, Mahesa? Apa kau tahu itu? Aku ketakutan, sendirian, tak memiliki siapa-siapa," katanya. Air matanya jatuh begitu saja mengingat kejadian semalam.
Mahesa mengiba, lalu membawa tubuh Nadya ke dalam pelukannya. "Maafkan aku, Nadya. Maafkan aku yang tidak ada di sampingmu. Seharusnya aku tinggal di sini saja semalam."
"Aku … aku benar-benar takut, Mahesa. Aku tidak ingin tinggal di sini lagi. Aku tidak mau, aku takut." Bahunya bergetar hebat sambil terisak keras.
Mahesa mengusap rambutnya, "Iya, kau tidak akan tinggal di sini lagi. Kita akan mencari tempat tinggal baru untukmu, ya? Kau ingin tinggal di mana? Kita cari sekarang," bujuknya lembut.
Tetapi, Nadya menggeleng kuat. "Apa bedanya hal itu, Mahesa? Aku tetap tinggal sendirian. Aku ingin tinggal bersamamu, hidup bersamamu. Aku hanya merasa aman jika ada di dekatmu. Tolong izinkan aku untuk tinggal di rumahmu, kumohon …."
Mahesa melepas pelukannya seketika. "Apa kau sadar apa yang kau katakan itu, Nadya? Itu tidak mungkin. Kau tidak bisa tinggal denganku, bagaimana jika keluargaku tahu soal kita?"
"Aku tidak peduli!" teriak Nadya. Ia mendekati Mahesa dan memeluknya erat. "Yang aku inginkan hanya bisa bersamamu. Kumohon, biarkan aku tinggal di dekatmu, aku janji akan menjaga rahasia hubungan kita."
Mahesa berubah gamang. Membawa Nadya untuk tinggal di rumah mereka bisa saja adalah suatu kesalahan yang fatal, tetapi di sisi lain ia juga tidak tega membiarkan Nadya hidup sendiri. Lingkungan selalu memiliki pikiran buruk untuk orang-orang yang lajang.
Sementara itu, di rumah, Gayatri tak bisa fokus saat memasak. Kepalanya sibuk memikirkan Mahesa dan Nadya, hingga tak sadar ia hampir membakar jarinya sendiri.
"Gayatri!"
Gayatri langsung menoleh ketika mendengar suara sang ibu mertua dari pintu dapur.
"Ibu? Ada apa, Bu? Ibu membutuhkan sesuatu?" tanyanya seraya mematikan kompor.
Sarita menggeleng pelan. "Tidak, kuperhatikan sejak tadi kau terus melamun. Apa yang sedang kau pikirkan sampai-sampai kau hampir membakar tanganmu sendiri."
Gayatri tergagap, merasa malu karena diperhatikan Sarita. Ibu mertuanya itu pasti berpikir bahwa Gayatri tidak fokus saat memasak.
"Berhati-hatilah, Gayatri. Jangan sampai kau melukai dirimu sendiri," kata sang ibu mertua perhatian.
Gayatri tersenyum, perhatian sekecil itu pun dapat membuatnya bahagia. "Iya, Bu."
"Aku mau pergi ke rumah Bu Kiran, katanya ia baru saja pulang dari jalan-jalan. Aku ingin menemuinya untuk menanyakan kabarnya, kau jaga rumah, ya. Ayahmu pasti sebentar lagi akan pulang, jangan lupa sajikan teh untuknya," pesan Sarita sebelum melangkah ke luar rumah.
Gayatri tak pernah lupa dengan tugas-tugasnya sebagai istri, ibu dan menantu. Ia kembali memasak setelah Sarita pergi, tak lupa memanaskan air untuk membuat teh.
Ia melirik jam, hampir tiba waktunya untuk makan siang. Sayup-sayup terdengar suara kaki Wira dari halaman, Gayatri dengan cepat membuat teh dan menyajikannya di ruang tamu sebelum Wira sampai.
"Eh? Kau sangat tahu aku ingin minum teh, Nak." Wira memujinya sambil tersenyum teduh.
Gayatri balas tersenyum dan hendak kembali ke dapur. Namun urung karena Wira memanggil namanya.
"Ke mana Keandra dan Kaluna? Keenan juga belum pulang? Di mana Ibumu?" tanya Wira sambil menyesap tehnya.