Dipisahkan dengan saudara kembar' selama 8 tahun begitu berat untukku, biasanya kami bersama tapi harus berpisah karena Ibu selingkuh, dia pergi dengan laki-laki kaya dan membawa Nadira saja, sedangkan aku ditinggalkan dengan Ayah begitu saja.
Namun saat kami akan bertemu aku malah mendapatkan sesuatu yang menyakitkan Nadira mati, dia sudah tak bernyawa, aku dituntun oleh sosok yang begitu menyerupai Nadira, awalnya aku kira dia adalah Nadira yang menemuiku tapi ternyata itu hanya arwah yang menunjukan dimana keberadaan Nadira.
Keadaannya begitu mengenaskan darah dimana-mana, aku hancur sangat hancur sekali, akan aku balas orang yang telah melakukan ini pada saudaraku, akan aku habisi orang itu, lihat saja aku tak akan main-main untuk menghabisi siapa saja yang telah melakukan ini pada saudaraku. Belahan jiwaku telah hilang untuk selamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ririn dewi88, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luapan isi hati
"Heh udah malem baru pulang dasar pelacur" ucap Merry.
Nadia yang baru saja pulang kenapa harus bertemu dengan dedemit dedemit ini, Nadia membalikkan tubuhnya dan menatap Merry dengan tajam.
"Lo kali yang pelacur"
"Heh, gila aja gue ini anak orang kaya buat apa jadi pelacur yang pantas jadi pelacur itu lo tahu"
Nadia tertawa kecil "Kalau anak orang kaya bicaranya ga akan kayak gini, kata-kata lo itu kayak sampah tahu"
"Udah udah kalian ini kenapa sih" Siska mencoba untuk melerai, mendekati Nadia dan mengusap tangan Nadia.
"Apaan sih" kesal Nadia, pasti ini perempuan mau cari masalah lagi dengannya pura-pura baik di hadapan semua orang padahal aslinya busuk sekali.
"Kak aku cuman mau nenangin Kakak saja agar ga emosi, tolong maafin ucapan teman-teman aku ya, mereka cuman bohongan kok"
"Kakak kakak" ledek Nadia "Gue bukan Kakak lo dan jangan munafik deh, dasar bermuka dua"
"Kakak kok gitu sih" wajah Siska langsung berubah sedih teman-temannya segera mendekat dan mendorong Nadia.
"Jahat banget Nadira, kenapa sih dari dulu ga pernah baik sama Siska dia itu udah baik lo sama kamu"
"Hahaha baik, cuman topeng juga pada percaya dasar bodoh"
"Lo yang bodoh" marah Dinda dan mendorong Nadia, namun dengan sengaja Nadia menyenggol wajah Merry dengan sikunya bahkan cukup keras, sampai Merry memegang dagunya yang terkena sikuan tangan Nadia.
"Pasti sengajakan" teriak Dinda
"Ga sekalian pakai toa lo bicara Dinda, berisik banget gue ga tuli sampai ga bisa dengar ucapan lo ya " kesal Nadia dan mendorong Dinda sampai terjatuh dan menyenggol Merry juga dan akhirnya mereka terjatuh bersama, namun Nadia belum puas dengan sengaja Nadia mendorong Siska juga sampai terjatuh menimpa teman-temannya juga, Nadia hanya bisa tertawa terbahak-bahak dan meninggalkan trio Wek Wek itu yang sedang berteriak kesakitan.
"Harusnya kamu berani kayak gini Nadira" gumam Nadia saat kembali mengingat saudara kembarnya.
Nadia menutup pintunya dengan lesu, duduk di sisi tempat tidur melamun memikirkan tentang hari ini yang begitu melelahkan, kenapa Nadira begitu kuat menghadapi hidupnya yang begitu berat sekali, kenapa Nadira memendam semuanya sendiri, kenapa tak bercerita padanya saja.
"Aku ga mau buat kamu dan juga Ayah sedih" sebuah bisikan terdengar ditelinga kanan Nadia.
"Nadira, kamu disini, kamu dimana aku rindu kamu Nadira, aku mau peluk kamu Nadira kamu dimana" Nadia terus mencari keberadaan Nadira di kamar yang begitu kecil, ke lemari, jendela semua Nadia buka tapi tak ada hanya suara Nadira saja yang datang tanpa wujudnya.
Nadia mengusap wajahnya dengan kasar, membaringkan tubuhnya dengan kesal dan kembali membuka ponsel Nadira mencari petunjuk.
Nadira kamu baik baik saja
Nadia mengernyitkan keningnya saat membaca pesan dari orang yang Nadia tak tahu, maksud nya nama ini tak ada dalam buku diary Nadira.
Maaf ya aku waktu itu ga bisa jemput kamu, aku lagi ikut Ayah pergi keluar kota, kamu baik-baik saja kan, aku telfon kamu ga diangkat angkat
Nadia membalas pesan itu
Aku baik
Kembali pesan di balas
Syukurlah kalau kamu baik, besok aku masuk sekolah, kita bakal sama-sama lagi, tunggu aku ya pasti banyak yang bully kamu ya tanpa ada aku disana
Nadia tak membalas lagi pesan itu, namanya Mira, namun tak ada pesan sebelumnya di ponsel ini seperti pesan Aldi yang masih ada dan juga pesan dari teman-temanya Aldi yang kebanyakan hanya menyuruh Nadira karena suruhan Aldi.
"Mira apakah aku harus mencurigainya juga?"
Dok dok dok
Pintu digedor dengan sangat kencang dan terdengar suara ibunya, Nadia tidak peduli mencoba untuk menulikan telinganya saja. Nadia sedang tidak ingin bertengkar dengan siapapun saat ini.
"Buka pintunya kamu ini makin hari makin melunjak saja, kamu apakah Siska dan teman-temannya sampai mereka menangis. Kamu ini kenapa sih ga bisa jadi anak yang baik buka pintunya Ibu mau bicara sama kamu buka sekarang juga Nadira"
"Anak sialan buka pintunya" pintu terus digebrak gebrak dengan sangat kencang tapi Nadia tidak peduli membaringkan tubuhnya dan menarik selimutnya mencoba untuk tertidur sementara waktu, Nadia benar-benar ingin istirahat dan tidak mau diganggu oleh siapapun.
"Dasar anak tidak tahu diuntung, sudah enak dibawa ke tempat yang mewah seperti ini, tapi kelakuannya begitu menyebalkan sekali"
Nadia yang mendengar kata-kata Ibunya tentang tempat yang mewah, naik pitam bangkit dari tempat tidurnya membuka pintu dan menetap Ibunya langsung, menarik tangan Ibunya dengan kasar.
"Ini yang anda sebut mewah, ini mewah menurut anda, sungguh kata mewah menurut anda itu begitu menjijikan"
Ibunya malah membuang muka "Sudah bagus dikasih tempat tinggal juga"
"Jangan bilang mewah kalau keadaannya seperti ini, Ibu tuh kayak orang miskin tahu ga sih tinggal di rumah mewah tapi anak sendiri ga keurus lihat tempat tidurnya begitu tidak laya, lemari butut gorden yang sudah sobek, apakah pantas untuk aku pakai sebagai anak kandung Ibu. Kenapa dulu ga Ibu kasih aja sih aku sama Ayah. Kenapa Ibu malah bawa aku, mungkin hidup aku ga akan hancur kayak gini kalau hidup sama Ayah, aku masih ada dan aku masih bisa bernafas dengan tenang" Nadia mengeluarkan semua unek-uneknya sebagai Nadira.
"Kamu ini ya kenapa sih ga pernah bisa berubah, ga pulang beberapa hari kata-katanya makin kasar saja "tangan Wulan hampir saja mengenai pipi Nadia, namun ditahan oleh Nadia lalu dihempaskan begitu saja dengan kasar.
"Jika Ibu baik padaku, aku tidak akan seperti ini kenapa Ibu lebih menyayangi anak tiri Ibu dibandingkan aku. Aku ini anak Ibu aku lahir dari rahimmu, tapi kenapa kamu memperlakukan aku begitu buruk bahkan tidak mau mendengar penjelasanku dan hanya mendengarkan penjelasan anak tirimu saja"
"Karena dia baik dan tidak ngelunjak seperti kamu Nadira, kamu ini nakal pulang malam baju kotor, bodoh kamu ini tidak ada yang bisa Ibu banggakan sama sekali"
"Karena aku bekerja Bu, aku kerja buat uang jajan, buat beli buku. Memangnya selama ini Ibu kasih uang buat aku, memangnya Ibu memfasilitasi aku Ibu cuma sekolahin aku aja di sana tanpa memberikan uang sama sekali. Memangnya aku ini robot, memangnya aku ini bukan manusia sampai-sampai Ibu tidak memberikan uang sepeser pun padaku. Bahkan Adrian dan juga Siska mereka punya kendaraan sendiri untuk pergi ke sekolah, sedangkan aku harus berusaha sendiri untuk pergi ke sekolah. Ibu bilang aku bodoh aku tidak punya waktu untuk belajar di rumah, aku sibuk bekerja di malam hari aku tidak waktu untuk belajar bahkan tidur pun rasanya masih kurang. Ibu terlalu sibuk dengan keluarga baru Ibu tanpa memikirkan aku yang tersakiti disini"
"Aku selalu memberi uang jajan padamu jangan mengada-ngada " Wulan cukup kaget dengan luapan amarah yang anaknya berikan, selama ini Wulan memberi uang jajan pada Nadira bahkan uang buku pun selalu Wulan titipkan pada Siska atau Adrian, Wulan sama sekali tak sekejam itu sampai tak memberi uang jajan.
"Tapi mana, apakah ada uang yang sampai padaku Ibu memberi kepada siapa. Kenapa tidak langsung pada aku, Ibu itu egois wanita paling egois Ibu selingkuh dari Ayah hanya untuk harta, meninggalkan Ayah terpuruk sendirian lalu mengambil aku untuk hidup dengan Ibu, tapi apakah aku diperlakukan dengan baik? Tidak sama sekali, bahkan memukulku, memarahiku, memakiku di depan banyak orang. Apakah ibu pernah memikirkan perasaan aku, aku malu di pukul dimarahi didepan banyak orang, tapi seperti Ibu memang tidak kasian padaku"
Wulan seperti kehabisan kata-kata Nadira sebelumnya tidak pernah meluapkan semua yang ada dalam hatinya. Nadira selalu diam menunduk saat dia marahi, saat dia pukul Nadira hanya diam dan menangis tapi sekarang yang Wulan lihat Nadira begitu berbeda. Wulan seperti tidak mengenal anaknya dia begitu berani dan bisa mengungkapkan segalanya.