NovelToon NovelToon
HUJAN DI REL KERETA

HUJAN DI REL KERETA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romantis
Popularitas:801
Nilai: 5
Nama Author: Toekidjo

Hujan deras membasahi batu kerikil dan kayu bantalan rel kereta, sesekali kilatan petir merambat di gelapnya awan.

Senja yang biasanya tampak indah dengan matahari jingganya tergantikan oleh pekatnya awan hitam.

Eris berdiri ditengah rel kereta tanpa mantel hujan, tanpa payung, seluruh pakaiannya basah kuyup sedikit menggigil menahan dingin.

Di Hadapannya berdiri seorang gadis memakai gaun kasual berwarna coklat.

Pakaiannya basah, rambutnya basah, dan dari sorot matanya seperti menyimpan kesedihan yang mendalam, seolah menggambarkan suasana hatinya saat ini.

Wajahnya tertunduk lesu, matanya sembab samar terlihat air mata mengalir di pipi bercampur dengan air hujan yang membasahinya.

“Eris, apapun yang terjadi aku tidak ingin kehilangan kamu” ucap Fatia

Bagaimana kisah lengkapnya?
Selamat membaca!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Toekidjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keliling Desa

Matahari tidak lagi benar-benar diatas kepala, sudah bergeser sedikit kearah barat kemungkinan menunjukkan waktu sekitar pukul satu atau dua.

Di dalam gubuk di tepi tebing, lima orang remaja sedang sibuk membereskan sisa-sisa kulit kelapa muda yang selesai mereka nikmati.

“Goloknya aku bawa ya, buat nyari rambanan” ucap mas Edi

“Iya mas, aku pulang duluan ya” jawab Eris sambil berjalan menyusul Johan, Alfiah, dan Fatia yang sudah berjalan duluan

Sesampainya didepan rumah Eris berkata kepada Alfiah dan Fatia

“Kalian tunggu aja dulu disana, aku keluarin motor dulu sekalian nunggu Johan datang” ucap Eris sambil menunjuk ke sebuah ayunan yang terbuat dari bambu di samping rumah.

“Ok” jawab Alfiah

FYI : Ayunan yang seluruhnya terbuat dari bambu, berbentuk seperti kursi tanpa kaki.

Lebarnya sekitar satu meter, cukup buat duduk dua orang.

Di Atasnya menggunakan tali terbuat dari serat atau kulit pohon yang diuntai sedemikian rupa, agak besar sebesar lengan orang dewasa.

Kemudian diikatkan ke sebuah dahan pohon mangga yang entah kebetulan atau disengaja kemiringan dahan pas untuk dibuat ayunan.

“Aku duluan yang duduk, kamu yang dorong ayunan nya” ucap Alfiah

“Ndak mau, aku dulu yang duduk” jawab Fatia

“Emmm, kalau gitu kita sama-sama duduk aja. Ntar dorong ayunanya pake kaki” ucap Alfiah

Fatia menganggukan kepala kemudian mereka berdua duduk diayunan, sambil mencoba mendorong ayunanya dengan kedua kaki menjejak tanah. Perlahan ayunan mulai bergerak,

“Berhasil” teriak Fatia kegirangan

Didepan rumah Eris terlihat sedang mengeluarkan motor honda tiger kesayanganya, kemudian mulai mencoba menyalakan motor tersebut.

Dari arah jalan sepertinya Johan sudah datang

“Tin-tin” suara klakson dari motor Johan

“Ayo, berangkat” teriak Johan

Alfiah dan Fatia yang tengah asik bermain ayunan, seperti enggan untuk beranjak tapi tidak lama akhirnya mereka bangkit dari duduknya.

Berjalan mendekat kearah Eris dan Johan yang sudah siap diatas motor.

“Kemana dulu nih kita?” Tanya Johan

“Emm.. kita coba keliling dulu, kearah pemukiman baru maribaya, terus ke galuh timur sampai mentok ke desa terakhir dukuh tengah. Pulangnya kita lewat jembatan saka libel” Eris menjelaskan dengan rinci

“Mendingan, dari maribaya ke arah Kalisumur aja, baru ke sakalibel. Jalanya lebih mulus dan sudah diaspal” jawab Johan

“Ok Jo, gitu boleh juga” ucap Eris

“Asik, akhirnya nanti aku bisa lihat sendiri pemukiman baru maribaya” sahut Alfiah sembari naik ke atas jok belakang motor Johan

“Kamu ayo naik!” Ucap Eris kearah Fatia yang sedari tadi masih diam mematung.

Untuk kesekian kalinya Fatia tertegun, dengan sikap Eris yang begitu matang seolah sudah merencanakan hal tersebut jauh hari sebelumnya.

Padahal rencana mengajaknya tersebut baru terjadi tadi saat di gubuk tepi tebing. 

Johan mengendarai didepan, terlihat tengah serius mengendarakan motornya dan asik berbincang dengan Alfiah sesekali tertawa

Eris tak jauh dibelakangnya bersama Fatia yang masih saling diam

“Kok diem” tanya Eris

“Lah, kamunya juga diem” jawab Fatia

“Hehehe” Eris cuman nyengir mendapat jawaban itu

“Beginilah keadaan desa ini, kamu harus melihatnya sendiri, karena nantinya kamu akan tinggal menetap didesa ini.” ucap Eris

“Iya, terima kasih sudah mengajak aku keliling” ucap Fatia

“Kurang lebih satu kilometer masih terlihat rumah-rumah warga, tapi setelah itu sudah tidak ada lagi” ucap Eris

“Setelah itu apa” tanya Fatia

“Sekitar tiga kilometer selanjutnya adalah hutan lindung, kamu hanya akan mendapati pohon-pohon besar dikanan kiri jalan. Dua kilometer berikutnya adalah hutan garapan barulah sampai di pemukiman baru maribaya” Eris menjelaskan

Fatia hanya diam mendengarkan, dalam hatinya penasaran seperti apa yang Eris ceritakan itu.

Benar saja, tidak berapa lama rumah warga sudah tidak terlihat lagi, berganti pohon-pohon besar yang rimbun dan tampak seram.

Eris memperlambat laju motornya kemudian berhenti tepat didepanya turunan curam dengan kondisi jalan berbatu yang sedikit lebih terjal.

Dari kejauhan terlihat Johan sudah berada bawah ujung turunan.

“Kamu tidak apa-apa” tanya Eris karena Fatia terdiam sudah cukup lama

“Jika kamu ragu, lebih baik kita kembali atau berhenti disini menunggu Johan dan Alfiah kembali” ucap Eris melanjutkan

Memang Fatia terlihat ragu, antara takut dengan suasana hutan itu dan juga kondisi jalan berbatu yang berkelok banyak tanjakan dan turunan.

“Kamu sudah pernah kesini” tanya Fatia

“Aku orang sini, inilah kehidupan ku.Sudah tidak terhitung berapa kali banyaknya aku datang ketempat ini, pakai motor ataupun jalan kaki, mencari tanaman obat bareng bapak, mencari sarang burung, berburu, nyari ikan, baik itu siang maupun malam” ucap Eris meyakinkan.

“Baiklah jika begitu, ayo kita ke pemukiman maribaya itu” teriak Fatia sembari mengangkat tangan kanan mengepal.

“Let's Go…!! “ Seru Eris sambil tancap gas

Karena terlalu bersemangat Eris menarik gas terlalu kuat, dia lupa kalau didepan mereka saat ini adalah turunan curam. Reflex Eris menarik tuas rem kuat-kuat, sehingga membuat tubuh Fatia terdorong kedepan dan menempel di punggung Eris.

“Maaf, sungguh bukanya aku sengaja” ucap Eris dengan perasaan bersalah

Fatia mendorong tubuhnya ke belakang sambil merapikan duduknya, lalu setelah itu memukul pelan bahu Eris kemudian mencubitnya.

“Kenapa ngerem mendadak” ucap Fatia kelihatan kesal

“Aku terlalu bersemangat tadi, lupa kalau didepan turunan curam” Eris berkata sembari fokus mengendalikan motornya ke kanan dan kekiri mencari area yang berbatu tidak terlalu terjal.

Fatia yang memang sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, dan tidak berkata apa-apa. Karena yang dikatakan Eris ya seperti itu yang terjadi. 

Kondisi turunan curam dan berbatu terjal memang menyulitkan bagi yang nyetir maupun yang bonceng.

Dibelakang Fatia merasakan tubuhnya seakan didorong ke depan, dia mencoba memegang erat handle jok belakang motor dengan sekuat tenaga. 

Berulang kali duduknya bergeser maju, mundur lagi, kemudian maju lagi mundur lagi begitulah seterusnya.

“Kenapa kamu gak peluk saja dia, dengan begitu kamu tidak perlu melakukan hal merepotkan ini lagi” bisik hati didalam pikiran Fatia

"Tapi bagaimana jika Eris marah, apa yang akan dia pikirkan tentang aku? Bagaimana kalau dia nanti menjauhiku?" Fatia sedang melawan gejolak dihatinya sendiri.

Dan yang terjadi berikutnya adalah

Fatia membiarkan tubuhnya maju kedepan, menempel dipunggung Eris, melingkarkan kedua tanganya di pinggang Eris, kemudian menyandarkan wajahnya pada bahu Eris.

Dengan tetap diam dan memejamkan mata, seolah mempercayakan perjalanan ini kepada Eris.

Tidak lagi dia hiraukan gejolak dihati yang dia rasakan sebelumnya.

“Beginilah rasanya memeluk seseorang yang di kagumi, begitu damai, begitu hangat”  hati kecil Fatia berbicara, membuat dia semakin erat memeluk tubuh Eris dari belakang.

Mendapat perlakuan seperti itu Eris sedikit kaget, belum berakhir rasa bersalah karena kejadian sebelumnya.

Tapi sepertinya rasa bersalah itu tidak diperlukan lagi.

Sambil tetap fokus mengemudikan motornya Eris berusaha tetap tenang, walupun perasaan gugup menyelimutinya. 

1
Astarestya
/Sob/
Astarestya
/Smile/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!