NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:44.9k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tempat Berlatih Gao Rui

Boqin Changing perlahan membuka matanya. Napasnya stabil, kesadarannya langsung tajam seperti bilah pedang yang baru ditempa. Namun begitu ia melihat ekspresi muridnya, alisnya sedikit terangkat.

Gao Rui berdiri di depannya sambil membawa segelas air, tapi wajah bocah itu terlihat agak sulit dijelaskan. Seperti seseorang yang baru saja menyaksikan kebenaran pahit dalam hidup.

Boqin Changing sempat menatap sekeliling. Ia masih berada di dalam gua yang sama, api unggun sudah padam, udara pagi sejuk masuk dari celah-celah dinding batu. Ia memijat pelipisnya sebentar, sedikit bingung melihat Gao Rui yang bengong menatapnya seperti baru melihat sesuatu yang mengejutkan hatinya.

“Ada apa?” tanya Boqin Changing datar, suaranya masih serak baru bangun.

Gao Rui membuka mulut, menutupnya lagi. Membukanya lagi. Menutup lagi.

Pada akhirnya ia hanya mengulurkan gelas berisi air itu sambil menghindari tatapan gurunya.

“Gu-Guru… ini air untukmu.”

Boqin Changing mengambil gelas itu dan meneguknya.

“Hmmmm.” Ia mengangguk tipis. “Kau sudah bangun lebih awal hari ini.”

“I-Iya, Guru.” jawab Gao Rui cepat.

Boqin Changing memperhatikan ekspresi muridnya. Entah kenapa anak itu tampak berperilaku aneh pagi ini. Canggung. Berusaha menahan sesuatu. Tatapan matanya juga agak gemetar.

“Wajahmu aneh.” ujar Boqin jujur tanpa basa-basi. “Katakan. Apa yang terjadi?”

Gao Rui mengusap tengkuknya, gelisah. Ia ingin jujur, tapi bagaimana cara menjelaskan bahwa ia baru saja melihat gurunya tidur mirip udang, mendengkur sambil mengigau tentang daging kambing dan kecap.

Tidak mungkin. Harga diri gurunya harus dijaga!

“Ti-tidak ada apa-apa. Guru!” jawab Gao Rui sambil tertawa kaku. “Aku hanya… eh, tidak tidur nyenyak saja!”

Boqin Changing menatapnya lama. Sangat lama. Hingga detik itu Gao Rui yakin gurunya bisa membaca pikirannya hanya dengan tatapan mata.

Namun Boqin Changing akhirnya hanya mengangguk pendek.

“Bagus.”

“B-bagus?” Gao Rui bingung.

“Kalau kau bisa bangun pagi meski kurang tidur, berarti kau siap untuk pelatihan hari ini.” Boqin Changing berdiri, memungut Pedang Neraka Kegelapannya dan menaruhnya di pinggangnya. “Bersiaplah. Hari ini kita akan melampaui batasmu.”

Gao Rui menelan ludah.

Boqin Changing berjalan melewati muridnya, lalu tanpa menoleh ia berkata pelan namun tegas.

“Dan satu lagi.”

Gao Rui reflek tegak. “Ya, Guru?!”

“Lupakan apa pun yang kau lihat tadi pagi.”

Gao Rui langsung pucat.

Baju gurunya mungkin sederhana. Rambutnya mungkin masih acak-acakan baru bangun tidur. Tapi aura Boqin Changing saat mengatakan itu berubah mengerikan dalam sekejap. Dingin, dalam, dan berbahaya.

“Ya… ya, Guru!” Gao Rui mengangguk cepat.

Boqin Changing melangkah keluar gua untuk menghirup udara segar pagi ini. Saat punggungnya hampir menghilang dari pandangan, ia berkata tenang.

“Kalau kau berani menceritakannya pada siapa pun… aku akan membuatmu berlatih sampai tulangmu menjerit minta ampun.”

“S-Siap Guru!!” Gao Rui hampir menangis tapi tetap menjawab.

“Tidak perlu memasak. Hangatkan saja sup semalam. Pagi ini kita sarapan itu saja....” ucap Boqin Changing sambil melangkah pergi.

...******...

Boqin Changing melangkah masuk kembali ke dalam gua setelah mencuci muka di aliran sungai yang tidak jauh dari sana. Begitu ia masuk, aroma makanan langsung menyambutnya. Di atas batu datar yang biasa mereka gunakan sebagai meja, sudah tertata sup semalam yang kini mengepul hangat, ditemani beberapa potong roti kering dan sedikit garam batu.

Gao Rui dengan sigap menuangkan sup ke dua mangkuk.

“Guru, aku sudah menyiapkan sarapan.”

Boqin Changing duduk tanpa banyak bicara. Ia mengambil mangkuknya dan mulai makan pelan namun teratur. Gao Rui duduk di seberangnya, mencuri pandang beberapa kali sebelum akhirnya bertanya.

“Guru… hari ini kita mulai latihan, kan?”

“Hmmm.” Boqin Changing mengangguk sambil terus makan.

“Umm… kalau boleh tahu…” Gao Rui memberanikan diri, “di mana Guru akan melatihku? Apakah kita akan berlatih di luar? Atau… mungkin Guru punya tempat rahasia?”

Boqin Changing meletakkan mangkuknya perlahan. Ia menatap Gao Rui dengan ekspresi tenang.

“Kita berlatih di sini.”

“Hah?” Gao Rui langsung menoleh kiri-kanan, memastikan tidak salah dengar. “Maksud Guru… di gua ini?”

“Ya.”

Gao Rui memandang sekeliling. Gua ini sempit, atapnya rendah, beberapa bagian dindingnya bahkan harus ditambal ranting agar angin malam tidak terlalu masuk. Tempat ini jelas bukan tempat latihan bela diri yang ideal.

“Guru…” Gao Rui mengangkat tangan ragu, “maaf kalau aku lancang, tapi… gua ini terlalu sempit untuk latihan. Kita tidak bisa bergerak bebas di sini. Bahkan untuk jurus dasar pun.....”

“Siapa bilang latihan hari ini butuh tempat luas?” Boqin Changing menyela datar.

Gao Rui terdiam.

Boqin Changing menepuk-nepuk jubahnya yang sederhana, lalu berdiri. Tanpa banyak bicara, ia mengangkat tangan kanannya dan mengambil sesuatu dari cincin ruang di jarinya. Cahaya tipis berkilau sejenak dan tiba-tiba sebuah patung kecil muncul di tangannya.

Bentuknya seperti sebuah pagoda kuno berlapis sembilan. Warnanya abu-abu gelap, permukaannya kasar seperti terbuat dari batu gunung, namun memancarkan aura tekanan yang sulit dijelaskan.

Gao Rui tertegun.

“Guru… itu apa?”

Boqin Changing memutar pagoda kecil itu di telapak tangannya dan meletakkannya di atas batu datar.

“Nanti kita akan berlatih di dalam sini.”

Gao Rui mengerjapkan mata beberapa kali. Ia menatap pagoda itu, lalu menatap gurunya, lalu kembali menatap pagoda itu.

“Guru… di… dalam sini? Maksud Guru… di dalam patung ini?”

“Ya.” jawab Boqin Changing singkat.

Gao Rui semakin bingung. Ia mendekat, jongkok di depan pagoda kecil itu, hampir menempelkan wajahnya ke benda tersebut. Ia mengetuknya pelan.

Tok tok tok.

“Ini… batu biasa, Guru.”

“Bukan.” jawab Boqin Changing.

“Ini kecil sekali…” Gao Rui mengangkat pagoda itu setinggi mata, seolah mencari pintu rahasia. “Kita ini manusia, Guru. Bukan semut. Bagaimana kita mau masuk?”

Boqin Changing hanya mengangkat alis tipis-tipis.

“Apa aku terlihat bercanda?”

Gao Rui langsung menegakkan badan.

“Tidak!! Tidak sama sekali!!” Lalu ia kembali bingung. “Tapi… bagaimana caranya?”

Boqin Changing memandang pagoda kecil itu sejenak, lalu berkata tenang.

“Nama benda ini Pagoda Serpihan Surga. Salah satu artefak tertinggi yang pernah ada di dunia persilatan. Dari luar memang tampak seperti patung batu seukuran genggaman tangan.” Ia menyentuh permukaan pagoda itu dengan ujung jarinya. “Namun di dalamnya… adalah alam lain. Sebuah ruang dimensi tertutup dengan waktu yang berbeda.”

Mata Gao Rui melebar. Ia mencoba menerka semua ucapan gurunya.

“Pagoda ini tampak kecil.” lanjut Boqin. “Namun seseorang dapat masuk ke dalamnya. Tempat ini jauh dari kata cukup untuk tempat latihan. Bahkan lebih baik daripada tempat mana pun yang pernah kau bayangkan.”

Gao Rui menelan ludah.

“Jadi… kita benar-benar akan… masuk ke dalam benda ini?”

Boqin Changing mengangguk.

“Benar.”

Gao Rui mematung. Lalu perlahan ia mengangkat tangan, menunjuk pagoda itu dengan ekspresi ragu.

“Guru… kalau aku bilang aku masih belum terlalu paham, Guru tidak akan membentakku kan?”

Boqin Changing menarik napas pelan.

“Tidak.”

Gao Rui tampak lega.

“Sampai aku selesai menjelaskan.” lanjut Boqin Changing. “Kalau setelah itu kau masih tidak mengerti, baru aku bentak.”

Gao Rui langsung duduk tegak.

“Baik, Guru! Aku siap belajar!”

Boqin Changing mengangguk puas, lalu duduk bersila di depan pagoda itu. Ia kemudian menjelaskan dengan lebih pelan apa itu Pagoda Serpihan Surga kepada muridnya. Termasuk adanya perbedaan waktu di dalam pagoda dan di luar pagoda.

Gao Rui mendengarkan dengan penuh perhatian, namun semakin banyak yang ia dengar, semakin terbelalak matanya.

“Di dalam pagoda ini,” jelas Boqin Changing dengan suara tenang namun dalam, “waktu berjalan jauh lebih lambat dibanding dunia luar. Satu hari di dunia luar… sama dengan satu tahun di dalam pagoda.”

Gao Rui langsung menghela nafas, hampir menjatuhkan mangkuknya.

“Sa-satu.....Satu tahun?! Itu berarti...itu berarti....kita bisa berlatih setahun di dalam… sementara di luar hanya lewat satu hari?!” serunya dengan wajah terkejut campur takut.

Boqin Changing mengangguk santai.

“Benar.”

“Guru!” Gao Rui menunjuk pagoda itu gemetar. “Di-di alam ini benar-benar ada benda seperti ini?! Bukankah ini sudah melampaui logika dunia?! Ini seperti kekuatan dewa!”

“Memang.” jawab Boqin Changing tanpa basa-basi.

Gao Rui semakin terkejut. Benda seperti ini… ada di dunia mereka?!

“Bagaimana...bagaimana Guru bisa memiliki benda seperti ini?!” tanyanya refleks sebelum buru-buru menutup mulut sendiri. “Ah maaf! Aku lancang!”

Boqin Changing hanya menatapnya sekilas.

“Aku mendapatkannya dalam perjalanan hidupku. Tidak penting bagaimana. Yang penting, benda ini akan menjadi tempat latihanmu mulai hari ini.”

Gao Rui terdiam, tapi napasnya bergetar. Keinginan untuk menjadi kuat, yang selama ini terpendam, seolah disentak bangun.

“Guru… berarti… kalau aku berlatih satu bulan di dalam di luar hanya lewat… dua jam?”

“Ya.”

“Dan… kalau aku berlatih setahun di dalam… di luar hanya sehari?”

“Ya.”

“Maka aku bisa kuat lebih cepat!!” seru Gao Rui, suaranya pecah menahan euforia.

Boqin Changing hanya menatapnya datar.

“Itu kalau kau tidak mati di tengah jalan.”

Muka Gao Rui langsung mengkerut.

“Eh?”

1
opik
mantap
Dewi Kusuma
bagus
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops 🍌🍒🍅🍊🍏🍈🍇
Anonymous
makin seruuuu 😍
John Travolta
jangan kendor updatenya thor
hamdan
thanks updatenya thor
Duroh
josssss 💪
Joko
go go go
Wanfaa Budi
😍😍😍😍
Mulan
josssss
y@y@
🌟💥👍🏼💥🌟
Zainal Arifin
mantaaaaaaaappppp
y@y@
👍🏾⭐👍🏻⭐👍🏾
y@y@
👍🏿👍🏼💥👍🏼👍🏿
Rinaldi Sigar
lanjut
opik
terimakasih author
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
berjaga
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
Dialog tag kan ini? Diakhiri pake koma ya thor (bukan problem besar sih, pembaca lain juga banyaknya pada gak sadar 🤭)
A 170 RI
mereka binafang suci tapi mereka lemah..yg kuat adalah gurumu
Joko
super thor 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!