"Hai Om, ganteng banget sih. mana lucu, gemesin lagi."
"Odel. a-ah, maaf tuan. teman saya tipsy."
Niccole Odelia jatuh cinta pada pandangan pertama pada seseorang pria dewasa yang ditemuinya di bar. meski mabuk, dia masih menginggat dengan baik pria tampan itu.
Edgar Lysander, seorang pengusaha yang tampan dan kaya. dia tertarik pada Odelia yang terus menggodanya. namun dibalik sikap romantisnya, ada sesuatu yang dia sembunyikan dari Odelia.
Akankah cinta mereka semulus perkiraan Odelia? atau Odelia akan kecewa dan meninggalkan Edgar saat mengetahui fakta yang disembunyikan Edgar?
ikuti terus kisah cinta mereka. jangan lupa follow akun Atuhor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7
Odelia berjalan menuju kelasnya dengan lemas, hari masih pagi namun gadis itu terlihat tak semangat sama sekali. Berkali-kali Odelia menghela nafas sambil membetulkan gendongan pada tasnya.
Dia menatap ruang guru yang terletak di ujung halaman sekolah. Odelia berniat mencari tahu siapa pemilik sekolah ini, rasa penasaran dalam hatinya tak bisa dia bendung lagi.
"Nggak ada salahnya kan dicoba dulu." gumamnya.
Dengan langkah mantap, Odelia pergi ke ruang guru terlebih dahulu sebelum pergi ke kelasnya. Sampai di depan ruang guru, Odelia mengintip dari jendela. Sudah banyak guru yang hadir pagi ini.
"Odelia."
"Astaga." ucap Odelia terkejut saat seseorang memanggilnya.
Odelia menoleh ke belakang, dia mendapati guru Sejarah tengah tersenyum ke arahnya.
"Hehe, selamat pagi bu." sapa Odelia.
"Pagi, ada yang bisa ibu bantu?"
Odelia menggaruk pelipisnya. "Mau tanya, boleh bu?"
Guru sejarah itu mengangguk. "Tentu saja boleh. Mau tanya apa?
"Emm..sebenarnya Odel penasaran bu."
Guru sejarah itu mengangguk. "Tentang? Ada materi yang belum kamu pahami?"
Odelia lekas menggeleng pelan. "Bukan bu. Ini bukan tentang pelajaran."
"Lalu?"
"Odel mau tanya, kira-kira pemilik yayasan sekolah kita itu siapa ya bu?"
Seketika guru Sejarah itu membelakan matanya mendengar pertanyaan dari muridnya itu.
"Ibu tau nggak?"
Guru sejarah itu lekas menggeleng pelan. "Enggak."
Odelia kembali melemahkan bahunya, sia-sia saja dia bertanya jika gurunya saja tidak tahu.
"Memang untuk apa kamu tanya tentang itu Del?"
"Nggak papa bu, cuma tanya aja."
"Kalau begitu, Odel permisi bu."
Setelah pemit Odelia lekas pergi menuju kelasnya, ada rasa sedikit kecewa dalam hatinya saat tak mendapatkan apa yang dia mau.
Sampai di kelas, dia menghampiri kedua sahabatnya yang tengah mengobrol.
Brugh.
Odelia menaruh tasnya dimeja.
"Kenapa pagi-pagi udah kusut tuh muka?" tanya Zara.
Odelia menangkupkan wajahnya ke lipatan tangannya.
"Lo sakit Del?" tanya Cessa khawatir.
Odelia menggeleng pelan. "Enggak, gue cuma kecewa aja sampai sekarang belum tahu nama om itu."
Jawaban Odelia membuat kedua sahabatnya memutar bola mata malas. Mereka kira ada sesuatu yang terjadi dengan sahabatnya, rupa-rupanya hanya karena belum tahu nama pria yang mereka temui di club.
"Segitu ingin tahunya lo nama pria itu Del?" tanya Cessa.
Odelia menegakkan duduknya. "Cess, lo paham nggak sih arti cinta pada pandangan pertama? Itu yang sekarang lagi gue rasain."
"Tapi kan waktu itu lo mabuk." ucap Cessa lirih pada akhir katanya.
"Tapi gue masih inget wajah dia dengan jelas. Mata tajamnya, hidung mancungnya, bibirnya yang...emmm sexy." ucap Odelia sambil menerawang ke atas.
"Gila, temen lo udah gila Ces." cibir Zara.
Cessa hanya tertawa saat Zara terang-terangan mengejek Odelia.
Odelia menatap sahabatnya datar. "Dasar, nggak berperi kesahabatan lo berdua.
Zara berdiri lalu merangkul pundak sahabatnya. "Udah, daripada lo pusing mikirin om yang belum jelas itu mending sama yang udah jelas aja."
Odelia menoleh ke arah Zara. "Maksud lo?"
"Aston." bukan Zara yang menjawab melainkan Cessa.
"Lo nggak tersentuh gitu lihat Aston selalu ngejar-ngejar lo dari kelas 11?" tanya Cessa.
Odelia menopang dagunya dengan tangan kanannya. "Gimana ya? Perasaan gue ke dia tuh datar-datar aja gitu, kaya nggak ada greget sama sekali tiap sama dia."
Zara melepaskan rangkulan tangannya. "Wah, parah lo Del. Aston udah effort gitu masa lo nggak tertarik."
"Ya gimana dong, masa gue harus bohongin perasaan gue sendiri sih."
"Bener juga Ra. Tapi Aston ganteng parah anjir." ucap Cessa.
"Ambil."
Pluk.
Cessa menepuk pundak Odelia sedikit kencang. "Dia sukanya sama lo nyai."
Odelia dan Zara tertawa melihat wajah kelas Cessa.
Siang harinya setelah pulang sekolah, Odelia bersama kedua sahabatnya pergi ke sebuah cafe untuk sekedar nongkrong.
Mereka sibuk memfoto pesanan mereka dimeja untuk mereka posting di sosial media mereka. Odelia meletakkan ponselnya lalu mulai memakan cake pesanannya sambil melihat-lihat suasana sekitar.
Tak sengaja matanya melihat Aston tengah berjalan masuk ke dalam cafe.
"Aston, anjir." ucap Odelia.
Zara dan Cessa kompak menoleh, mereka sama terkejutnya dengan Odelia.
Tak lama, Aston menyadari keberadaan Odelia bersama kedua sahabatnya, dia tersenyum sambil melambaikan tanganya.
"Ehem, bau-baunya bakal disamperin nih." ucap Cessa.
Dan benar saja, Aston berlajan mendekat ke arah meja mereka sambil membawa kopi serta kue di dalam paper bag.
"Hai, udah lama?" tanya Aston.
"Belum kok." jawab Odelia.
"Mau gabung? Duduk aja Ton." ucap Zara.
Aston menggeleng pelan. "Makasih Ra. Gue buru-buru soalnya."
"Itu?" tunjuk Cessa pada paper bag ditangan Aston.
"Oh ini, ini pesenan tante gue."
"Kalo gitu gue duluan ya. Bay Odel."
Odelia tersenyum manis sambil mengangguk.
"Bay Odel." goda Zara pada sahabatnya.
"Tck, apaan sih."
"Wajahnya merah Ces. Hahaha."
Odelia menatap tajam kedua sahabatnya yang lagi-lagi meledek dirinya. Dia lekas meminum kopinya untuk menetralkan perasaannya. Jujur saja, meski dia menolak perasaannya pada Aston. Tapi ketika disapa Aston seperti tadi membuatnya deg-degan.
●
●
"Apa? Bagaimana bisa Alysa?" tanya Anton marah.
"Alysa juga nggak tahu pah, pokoknya Alysa nggak mau cerai dari Edgar."
Anton menyandarkan tubuhnya ke kursi ruang kerjanya sambil memegangi kepalanya. Tadi padi dia didatangi oleh besannya jika Edgar ingin menggugat cerai putrinya.
Hal ini mempengaruhi Anton serta perusahaannya, sejak putrinya menikah dengan Edgar perusahaannya mendapatkan keuntungan besar karena menjadi besan dari pengusaha ternama.
Namun sekarang dia justru mendapatkan kabar buruk, entah apa yang dilakukan putrinya hingga menantunya akan menceraikannya.
"Pah, pokoknya Alysa nggak mau cerai."
Anton menatap Alysa degan tajam. "Selama ini pernikahan kalian baik-baik saja, apa yang membuat Edgar ingin menceraikan kamu Alysa?"
Mendengar pertanyaan papanya membuat Alysa sedikit gelagapan.
"Aku nggak ngapa-ngapain pah, aku juga berusaha sebaik mungkin untuk menerima pernikahan ini."
"Benarkah?" tanya Anton ragu.
Alysa mengangguk. "Benar pah. Aku selalu belajar untuk menjadi istri yang baik. Tapi entah mengapa Edgar membuat keputusan ini. Aku curiga dia ada main belakang."
"Tidak mungkin, papa kenal betul bagaimana Edgar."
"Kita tidak tahu sikap dia di belakang kita pah. Tidak mungkin dia tiba-tiba ingin menceraikan Alysa tanpa sebab."
Alysa terus memprovokasi papanya agar mempercayainya. Melepaskan Edgar sama saja dengan membuang berlian. Edgar selalu memberikan uang bulanan yang fantastis.
"Kalau gitu akan papa coba bicara dengan Edgar, semoga dia mau mendengarkan papa dan berubah pikiran."
Alysa mengangguk sambil tersenyum dalam hati, dia akan memanfaatkan papanya agar bisa terus terikat dengan Edgar.
Tok.
Tok.
"Masuk." ucap Anton.
Ceklek.
Pintu terbuka dari luar, seorang cowok tampan yang masih menggunakan seragam sekolah masuk.
"Pesanan tante."
"Makasih ponakanku tersayang."